Vivere Militare, Hidup itu Adalah Berjuang

0
1,499 views

Jansen Sinamo dalam Kafe Etos menulis,  Nama Jenghis Khan (1162 – 1227)  mungkin tidak terlalu asing bagi kita. Sudah banyak buku yang ditulis untuknya dan sudah banyak film yang dirilis baginya. Sepenggal kisah mungkin lebih tepat disebut sebagai hikayat  yang mengisahkan tentang pengalaman sewaktu dikejar-kejar, dia bersembunyi di dalam gua.

Di sana ia melihat sebuah pemandangan yang menakjubkan. Segerombolan semut yang sedang berusaha mengangkat sebongkah makanan melewati sebuah dinding batu setinggi kepalan tangannya, yang di mata semut-semut itu adalah tebing yang amat curam. Berulang kali ketika mereka hampir sampai di puncak, makanan itu jatuh, sehingga mereka harus turun kembali ke dasar untuk beramai-ramai mengangkatnya.

Mengamati perjuangan semut-semut yang tidak pernah putus asa itu merupakan keasyikan tersendiri bagi Temujin. Iseng-iseng ia pun mulai menghitung, berapa kali mereka jatuh bangun mengangkat makanan tersebut. Satu kali, dua kali, tiga kali, empat kali, sepuluh kali, lima belas kali, dua puluh kali,  sampai lebih daripada lima puluh kali, hingga hitungan yang kesekian, semut-semut itu pun berhasil.  Pengalaman di dalam gua inilah yang menjadi starting point bagi Jenghis Khan untuk menata hidupnya di kemudian hari.

Gigih adalah suatu sikap seseorang untuk maju terus meskipun banyak tantangan yang dihadapi. Anak-anak Sparta dalam Spartan memberikan pengajaran kepada kita bahwa sejak awal, kehidupan manusia adalah berjuang. Seneca (4 SM – 65) berkata, Vivere militare yang berarti hidup itu adalah berjuang.

Nyoman S. Pendit dalam Mahabaratha, hidup di dunia ini adalah suatu perjuangan untuk mukti (mendapatkan kekuasaan, hidup mulia dan  sejahtera) atau mati. Ini terjadi dalam lakon pewayangan berjudul,  Doryudana Gugur. Sang Putra Mahkota Astina itu bertanding melawan Bima. Ketika hendak gugur, dari bibirnya sempat keluar kata-kata, “Hidup ini  yah, jika tidak mukti yah mati!” Kegigihan dari para prajurit Sparta dan Bima adalah untuk mendapatkan martabat yang tinggi.

Tak begitu saja didapat
Memang untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera-aman-tentram-damai-mulia itu tidak serta merta didapatkan begitu saja, seperti membalikkan tangan. Kisah-kisah penuh penderitaan dalam dongeng maupun biografi, hendak menunjukkan kepada kita bahwa untuk mendapatkan mahkota kemuliaan, orang tidak bisa menghindari duri, no thorn no crown.

Untuk mendapatkan pencapaian yang prima, harus dilalui dengan penderitaan,  no pain no gain.  Lebih dari semua itu dibutuhkan suatu semangat dan kegigihan yang tinggi. Charles Perrault (1628 – 1703), sastrawan Perancis dan penulis  dongeng Cinderella,  mengisahkan tentang seorang gadis miskin yang tidak memiliki apa-apa. Meskipun tidak ada dukungan dari saudari-saudari dan ibu tirinya, dia tetap mengerjakan tugas-tugas hariannya yang super berat itu dengan setia.

Cinderella tidak mau menyerah dengan situasi dan kondisi yang ada. Kebanyakan orang akan berhenti berjuang ketika menyaksikan bahwa apa yang dikerjakan itu terlalu berat dan sia-sia. Orang juga menjadi tidak bersemangat kalau dirinya bekerja sendiri, padahal orang-orang di sekitar tidak mengerjakan apa-apa. Ini semua dialami oleh Cinderella. (bersambung)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here