Melepaskan Keterikatan, Menemukan Sukacita Sejati

0
43 views
Sukacita pembebasan dan penyelamatan

Senin, 18 Agutus 2025

Mat 19: 16-22

SERING kali manusia menganggap bahwa kekayaan materi adalah jalan menuju kebahagiaan.

Rumah yang megah, kendaraan yang mewah, atau harta yang berlimpah dianggap sebagai tanda keberhasilan hidup. Namun, Yesus sendiri pernah bersabda bahwa “sukar sekali bagi orang kaya masuk ke dalam Kerajaan Surga.”

Kata-kata ini bukan berarti bahwa kekayaan itu jahat, melainkan bahwa keterikatan pada kekayaan dapat menjadi penghalang untuk mengikuti Kristus dan merasakan sukacita sejati.

Mengikuti Kristus selalu menuntut pengorbanan. Bukan hanya pengorbanan waktu, tenaga, atau pikiran, tetapi juga melepaskan hati dari keterikatan pada hal-hal duniawi.

Ketika hati lebih terikat pada harta, kuasa, atau kesenangan dunia, maka ruang untuk Allah semakin sempit. Padahal, kebahagiaan yang sejati tidak bisa dibeli dengan uang dan tidak bisa dijamin oleh harta benda.

Sukacita sejati hanya lahir dari hati yang bebas, yang mampu berkata: “Tuhan, Engkaulah harta yang paling berharga dalam hidupku.”

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Kata Yesus kepadanya: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.”

Yesus tidak melarang orang untuk memiliki harta, tetapi Ia menuntut agar hati kita tidak diperbudak olehnya.

Jika kita lebih mencintai harta daripada Kristus, kita tidak akan pernah benar-benar bebas untuk mengikuti-Nya. Itulah sebabnya Yesus mengajak orang muda kaya itu, dan juga kita, untuk belajar melepaskan, agar dapat menemukan harta yang lebih mulia, yaitu hidup bersama Allah dalam kekekalan.

Kekayaan materi memang bisa dipakai untuk kebaikan, untuk menolong sesama, dan memuliakan Allah. Namun, jika kekayaan itu justru menjerat kita dalam keserakahan, kecemasan, dan kebanggaan palsu, maka kita sedang kehilangan arah.

Yesus mengajak kita untuk menemukan kebahagiaan bukan pada apa yang kita miliki, melainkan pada siapa kita bersama.

Bersama Kristus, kita belajar bahwa kebahagiaan sejati adalah hidup dalam kasih Allah, memiliki hati yang bebas, dan rela berbagi dengan sesama.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah saya sungguh percaya bahwa kebahagiaan sejati hanya ada dalam hidup bersama Kristus?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here