Paus Leo XIV: 60 Tahun “Nostra Aetate”, Pesan Pentingnya Tetap Relevan

0
26 views
Paus Leo XIV menyapa para pemimpin agama yang hadir di Vatikan dalam rangka peringatan 60 tahun Dokumen Nostra Aetate hasil Konsili Vatikan II tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama Non Kristiani (Vatican Media)

60 tahun yang lalu,” kata Paus Leo XIV hari Selasa malam tanggal 28 Oktober 2025, “melalui terbitnya Nostra Aetate, Deklarasi Konsili Vatikan II tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama Non-Kristen, telah ditanam sebuah benih harapan bagi dialog antaragama.

Hari ini, kehadiran Anda semua menjadi saksi bahwa benih itu telah tumbuh menjadi pohon yang perkasa, dengan cabang-cabang yang menjulur luas, memberi naungan, serta menghasilkan buah berlimpah berupa pengertian, persahabatan, kerja sama, dan perdamaian.”

Bapa Suci menyampaikan pidatonya kepada para perwakilan agama-agama dunia, anggota korps diplomatik yang diakreditasi di Tahta Suci, serta para pejabat Vatikan dan Gereja yang terlibat dalam dialog antaragama. Mereka berkumpul di Aula Paulus VI untuk merayakan ulang tahun deklarasi bersejarah Konsili Vatikan II tersebut.

Dialog sebagai jalan hidup

Menurut Paus, Nostra Aetate “membuka mata kita pada satu prinsip yang sederhana namun mendalam: dialog bukanlah taktik atau alat, melainkan cara hidup — perjalanan hati yang mengubah setiap orang yang terlibat, baik yang mendengar maupun yang berbicara.”

Menyinggung tema perayaan ulang tahun kali ini “Berjalan Bersama dalam Harapan,” Paus Leo menegaskan, “Kita menapaki perjalanan ini bukan dengan mengorbankan keyakinan kita, tetapi justru dengan tetap setia pada iman kita sendiri. Dialog yang sejati,” lanjutnya, “tidak lahir dari kompromi, melainkan dari keyakinan – dari akar iman yang mendalam yang memberi kita kekuatan untuk menjangkau sesama dalam kasih.”

Dengan mengingat Tahun Yubileum Harapan dan menegaskan bahwa “harapan” dan “ziarah” adalah kenyataan yang dimiliki bersama oleh semua tradisi keagamaan, Paus Leo menambahkan, “Inilah perjalanan yang diundang oleh Nostra Aetate untuk kita lanjutkan — berjalan bersama dalam harapan.”

Ia menegaskan bahwa perjalanan ini bukanlah karya satu agama, bangsa, atau generasi semata, melainkan “tugas suci bagi seluruh umat manusia: untuk menjaga harapan tetap hidup, menjaga dialog tetap hidup, dan menjaga kasih tetap hidup di dalam hati dunia.”

Para martir dialog

Bapa Suci memulai pidatonya dengan mengenang banyak orang dari berbagai keyakinan yang selama enam dekade terakhir “telah berusaha menghidupkan Nostra Aetate,” bahkan sampai menyerahkan hidup mereka sendiri — “para martir dialog yang menentang kekerasan dan kebencian.”

“Kita berada di tempat kita sekarang,” kata Paus, “karena keberanian, keringat, dan pengurbanan mereka.”

Nostra Aetate: tetap relevan hingga kini

Pesan Nostra Aetate “tetap sangat relevan hingga hari ini,” Paus Leo mengingatkan kembali ajaran Konsili bahwa umat manusia semakin saling mendekat; bahwa semua manusia adalah satu keluarga dengan asal dan tujuan yang sama; bahwa semua agama berusaha menjawab “kegelisahan hati manusia”; dan bahwa Gereja Katolik “tidak menolak apa pun yang benar dan suci dalam agama-agama tersebut.”

Paus juga mengingatkan asal-usul deklarasi ini, yang berawal dari keinginan untuk merumuskan “hubungan baru antara Gereja dan Yudaisme.” Keinginan itu diwujudkan dalam bab keempat Nostra Aetate, yang menjadi “jantung dan inti generatif dari seluruh deklarasi.”

Bab itu, lanjut Paus, mengarah pada bab penutup yang menegaskan bahwa “kita tidak dapat sungguh-sungguh memanggil Allah, Bapa semua orang, jika kita menolak memperlakukan sesama —pria maupun wanita— yang diciptakan menurut gambar Allah, sebagai saudara dan saudari.”

Tanggungjawab suci

Dalam bagian akhir pidatonya, pemimpin Gereja Katolik itu mengingatkan para pemuka agama bahwa mereka “memikul tanggungjawab suci: menolong umat untuk melepaskan diri dari belenggu prasangka, kemarahan, dan kebencian; menuntun mereka agar bangkit dari egoisme dan keakuan; serta membantu mereka mengatasi kerakusan yang menghancurkan roh manusia dan bumi.”

“Dengan cara ini,” kata Paus, “kita dapat menuntun umat kita menjadi nabi-nabi zaman ini — suara-suara yang menentang kekerasan dan ketidakadilan, menyembuhkan perpecahan, dan mewartakan damai bagi seluruh saudara dan saudari kita.”

Ia pun mengingatkan mereka akan “misi agung” yang dipercayakan kepada mereka: “membangkitkan kembali dalam diri setiap manusia rasa kemanusiaan dan kesakralan.”

Membawa harapan bagi umat manusia

“Inilah, sahabat-sahabatku,” ujar Paus Leo, “alasan kita berkumpul di tempat ini — memikul tanggungjawab besar, sebagai para pemimpin agama, untuk membawa harapan kepada umat manusia yang kerap digoda oleh keputusasaan.”

Paus menutup pesannya dengan mengutip kata-kata Paus Santo Yohanes Paulus II di Assisi pada tahun 1986: “Jika dunia ingin bertahan, dan manusia ingin tetap hidup di dalamnya, dunia ini tidak bisa hidup tanpa doa.”

Ia lalu mengajak seluruh peserta hening sejenak dalam doa bersama, dengan seruan: “Semoga damai turun atas kita dan memenuhi hati kita.”

PS: Vatican News

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here