Yoh 6:37–40
REKAN-rekan,
Pada Hari Peringatan Arwah Semua Orang Beriman, 2 November 2025 (yang kali ini bersamaan dengan hari Minggu), dibacakan Yoh 6:37–40. Setelah menengok konteks petikan ini, yakni seluruh bab 6 Injil Yohanes, akan ada wawancara singkat dengan Yohanes sambil mengintip sanggar Matius.
Melihat Tuhan dalam diri Yesus
Yoh 6:37–40 disampaikan sebagai kelanjutan peristiwa Yesus memberi makan 5.000 orang (Yoh 6:1–14). Orang-orang itu sedemikian bergairah dan bermaksud menjadikan Yesus raja. Karena itu, Yesus menyingkir ke gunung seorang diri (Yoh 6:15).
Pada malam harinya, dalam perjalanan di perahu ke Kapernaum, murid-murid mengalami prahara, dan pada saat gawat itu mereka melihat Yesus berjalan di atas air. Mereka yang ketakutan karena prahara itu ditenangkan hatinya oleh Yesus, yang selanjutnya menyertai perjalanan mereka dengan perahu sampai ke tujuan (Yoh 6:16–21).
Keesokan harinya orang banyak menyusul ke Kapernaum (Yoh 6:22–24). Di situ Yesus mengajar mereka agar mengharapkan roti kehidupan yang dibawakan Anak Manusia (Yoh 6:27). Orang-orang itu meminta agar mendapat roti yang memberi hidup kepada dunia ini (Yoh 6:34).
Jawaban Yesus terdapat dalam petikan Yoh 6:37–40, yang intinya demikian: hendaknya mereka berusaha mengenal siapa Yesus sebenarnya dan tidak melamunkan yang bukan-bukan.
Siapa Dia sesungguhnya dan apa yang dibawakannya dapat dijelaskan dengan memahami isi ayat 40: Yesus datang sebagai utusan Tuhan yang paling dapat dipercaya dalam memperkenalkan Tuhan kepada semua orang dan mewartakan kehendak-Nya, yakni agar semua orang yang mempercayai Tuhan yang tampak dalam diri Yesus nanti akan mendapat hidup kekal. Tuhan sendiri menghendaki agar Yesus membangkitkan mereka nanti pada akhir zaman.
Begitulah konteks bacaan Injil hari ini.
Omong-omong dengan Yohanes
Tanya: Anda makin misterius ketika menceritakan Yesus berkata tentang dirinya sendiri, “Barangsiapa melihat Anak dan mempercayainya akan beroleh hidup kekal.”
Yohanes: Aku sebenarnya cuma mengikuti cara Yesus berbicara. Gagasan “anak” dan “bapak” itu dipakainya untuk mengungkapkan keakraban yang amat erat dengan Tuhan. Jangan dikira Yesus mengklaim status kehormatan bagi diri sendiri.
Tanya: Lalu, tentang “mempercayainya”, apa yang dimaksud?
Yohanes: Kalau ingat cara berpikir kami orang pada waktu itu, “mempercayai dia” maksudnya menerimanya dan merasa mantap serta tidak mempersoalkan tetek bengek lain. Yesus sendiri juga sudah menerima kami apa adanya dan tidak bertanya-tanya lagi. Jadi ada kecocokan.
Tanya:Lalu, mengapa kemantapan itu kok tiba-tiba Anda hubungkan dengan hidup kekal?
Yohanes: Begini. Pada saat tertentu dalam hidup ini, orang mulai berpikir dan mau tahu, apa nanti sesudah meninggal semuanya ya habis begitu saja? Lha, apa ada kelanjutannya? Kalau ada, siapa yang mengurus? Apakah hidup kelak itu memberi kebahagiaan atau malah membuat repot?
Orang-orang pandai Perjanjian Lama mati-matian mencoba menemukan jawaban. Mereka tidak seberuntung kalian yang tinggal kutip Perjanjian Baru sana-sini, beri garis bawah di sini dan di situ, buka ensiklopedi teologi ini-itu.
Orang dulu tidak tahu ada apa setelah hidup ini. Hati belum tenang sebelum mendengar sesuatu yang pasti dan yang membuat hati mantap. Katakan saja, pertanyaan itu mengusik batin siang malam.
Nikodemus yang mahaguru ilmu agama itu bahkan tidak bisa tidur memikirkan perkara itu dan malam-malam datang mengetuk pintu Yesus. Itu kuceritakan dalam bab tiga. Tapi, eh, tadi kita sedang omong tentang apa ya?
Yoh 6:40 – sebuah penghiburan
Tanya:Kembali ke pembicaraan tentang hidup kekal, apakah ayat 40 dimaksud untuk menghibur orang yang terusik batinnya memikirkan apa yang terjadi setelah hidup di dunia ini?
Yohanes: Benar. Itu amatan yang jitu, dan tolong sampaikan kepada rekan-rekan. Ya, ya, ayat itu memuat penghiburan, bukan pemberitahuan tok.
Tanya: Apakah kata-kata Yesus “Aku akan membangkitkannya pada akhir zaman nanti” merupakan penghiburan bagi kita dan bagi mereka yang kita peringati itu?
Yohanes: Setuju. Boleh kutambah sedikit? Setelah Yesus mengatakan “Inilah kehendak Bapa-Ku”, ada dua kalimat yang menjelaskan apa kehendak Bapa-Nya itu. Begini.
- Yang pertama tentang melihat Tuhan dalam diri Yesus, yang sudah kita bicarakan di atas.
- Yang kedua tentang Yesus yang akan membangkitkan orang pada akhir zaman.
Kalimat kedua ini sering dimengerti sebagai janji Yesus pribadi. Tetapi bila dimengerti dalam hubungan dengan kalimat sebelumnya, maka jelas yang dimaksud begini: Bapa mengutus Yesus agar mengajak orang ikut serta di dalam hidup kekal yang sudah diperoleh Yesus sendiri.
Maka itu, orang-orang beriman yang kalian peringati niscaya berbagi kehidupan kekal dengan Tuhan sendiri. Itu kehendak-Nya. Itu penghiburan bagi semua orang.
Penghakiman Terakhir: Mat 25:31–46
Marilah sekadar ditengok bagaimana Matius menayangkan pengajaran Yesus mengenai Penghakiman Terakhir dengan gambaran yang dapat menyapa perhatian banyak orang. Di situ orang baik akan mendapat pahala, dan orang yang tidak berbuat baik terhukum dengan sendirinya. Mat 25:35–36 menegaskan bahwa berbuat baik kepada sesama berarti berbuat baik kepada Tuhan sendiri.
Guna mendalaminya, baiklah diperiksa konteks Injil Matius sendiri.
Pembicaraan mengenai Penghakiman Terakhir ini ditaruh dalam rangkaian “khotbah” Yesus mengenai akhir zaman dalam Mat 24–25.
Tanda-tandanya dijelaskan dalam Mat 24:1–28 sebagai hilangnya rasa terjamin beragama (dilambangkan dengan keruntuhan Bait Allah), merajalelanya penderitaan, tiadanya damai, serta munculnya banyak Mesias palsu.
Kemudian sikap yang sepatutnya dipegang dirincikan dalam Mat 24:29–51 sebagai sikap mewaspadai gelagat dan tetap berjaga-jaga.
Uraian mengenai Penghakiman Terakhir didahului dua perumpamaan. Yang pertama, Mat 25:1–13, perumpamaan lima gadis bodoh dan lima gadis bijaksana. Maksudnya agar orang mengambil sikap seperti gadis yang bijaksana, yang berbekal barang yang bakal diperlukan, bukan hanya maksud baik saja. Orang diimbau memakai akal sehat dan meninggalkan sikap nekad-nekadan saja.
Yang kedua, Mat 25:14–30, perumpamaan tentang talenta. Digambarkan di situ bahwa kelirulah beranggapan bahwa Tuhan itu njlimet memperhitungkan sampai barang terkecil pun. Yang benar, Ia itu Tuhan yang menghargai upaya manusia. Ia Tuhan yang membiarkan diri diperkaya dan diperhatikan. Dan bila itu terjadi, Ia akan berbagi kelimpahan dengan manusia.
Kedua pokok di atas memanusiakan gambaran Penghakiman Terakhir. Diajarkan bagaimana orang perlu tahu bahwa yang dikerjakan bagi sesama nanti dijadikan ukuran masuk surga atau masuk neraka.
Kebijaksanaan dan akal sehat menjadi penuntun yang baik ke arah pertanggungjawaban terakhir nanti. Kita juga diajak agar nanti bisa mengatakan bahwa kita pun telah memperkaya Tuhan dan telah berbuat baik kepada-Nya.
Matius tidak bermaksud memberi kursus kilat naik ke surga atau mengajarkan rambu-rambu menjauhi neraka.
Warta petikan Matius mengenai Penghakiman Terakhir sebaiknya dibaca bersama dengan warta tentang Tuhan yang mengajak orang ikut makmur dan ikut dalam kegembiraan pesta pernikahan.
Matius mengimbau agar orang menyadari bahwa pengalaman sehari-hari bisa membawa orang makin peka melihat kapan, di mana, dan dalam wujud apa akhir zaman muncul, dan oleh karenanya bisa mengambil sikap yang cocok.
Memperingati orang yang sudah mendahului berarti merayakan kebesaran Tuhan yang bermaksud baik.
Salam
A. Gianto











































