Minggu. Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran (P)
- Yeh. 47:1-2.8-9,12 atau 1Kor. 3:9c-11,16-17
- Mzm. 46:2-3.5-6.8-9
- Yoh. 2:13-22
AC Eko Wahyono
Lectio
13 Ketika Hari Raya Paskah Orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. 14 Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ.
15 Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya.
16 Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.” 17 Maka teringatlah murid-murid-Nya, bahwa ada tertulis: “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku.”
18 Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: “Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?” 19 Jawab Yesus kepada mereka: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.”
20 Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: “Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?” 21 Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.
22 Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan merekapun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus.
Meditatio-Exegese
Air laut di situ menjadi tawar dan ke mana saja sungai itu mengalir, semuanya di sana hidup
Nabi Yehezkiel, yang melayani Allah pada abad ke-6 sebelum Masehi, dianugerahi visio, penglihatan tentang Bait Allah yang dicita-citakan setelah bangsa Babel menghancurkan Bait Suci di Yerusalem. Penglihatan sang nabi tentang Bait Allah dan sungai kehidupan yang mengalir dan menghidupi pepohonan serupa dengan penglihatan akhir zaman yang dianugerahkan kepada Santo Yohanes dalam Kitab Wahyu (Why. 22:1-5).
Penglihatan itu juga mengingatkan ada pernyataan Yesus selama mengikuti Perayaan Hari Raya Pondok Daun saat Ia bersabda, “”Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum. Barangsiapa percaya kepada-Ku … dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.” (Yoh. 7:37-38).
Araba-Yordan, seperti dikenal sebagai wilayah yang kering, tandus (Ul. 1:7; 2:8; 3:17; Yos 11:2.16; 12:8; 18:18; 2Sam. 2:29; 4:7; 2Raj. 25:4; Yer. 39:4; 52:7; Za. 14:10). Kitab Ulangan menjelaskan wilayah Araba-Yordan mencakup daerah yang sekarang dikenal sebagai Wadi Arabah merentang ke celah lembah dari Laut Mati hingga Teluk Aqaba (Ul. 2:8).
Sang nabi menggunakan nama tempat di bumi, Arabah-Yordan, untuk melambangkan tanah yang kering, tandus, tanpa kehidupan dan dikutuk serta dikuasai maut (bdk. Kej. 3:17-19; Yeh. 26:5.14). Ke tanah tandus bapak-ibu leluhur manusia, Adam dan Hawa diusir karena ketidaktaatan pada Allah, sehingga Pohon Kehidupan, pohon ‘pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat’ tidak dapat digapai (Kej. 2:8-14; 3:22-24).
Sebaliknya, dari Bait Allah air berlimpah-limpah, lambang kehidupan, mengalir tiada henti, seperti air yang mengalir dari empat hulu ke Eden, memberi kesuburan dan hidup pada pepohonan, tumbuhan dan hewan yang hidup di sepanjang tepi (Kej. 2:9).
Air sungai yang berasal dari Bait Allah mengalir ke tanah yang lebih rendah hingga ke aliran Sungai Yordan dan menuju Laut Mati. Di laut yang melambangkan kematian tidak ada kehidupan karena kadar garam yang tinggi. Tetapi, air ini memulihkan hidup di tempat yang tak ada harapan dan kehidupan.
Nabi Yehezkiel menyaksikan (Yeh. 47:9), “Air laut di situ menjadi tawar dan ke mana saja sungai itu mengalir, semuanya di sana hidup.”, postquam venerint illuc aquae istae, et sanabuntur et vivent omnia.
Selanjutnya Nabi melukiskan, “Air itu menjadi tawar, sehingga ke mana saja sungai itu mengalir, segala makhluk hidup yang berkeriapan di sana akan hidup. Ikan-ikan akan menjadi sangat banyak, sebab ke mana saja air itu sampai, air laut di situ menjadi tawar dan ke mana saja sungai itu mengalir, semuanya di sana hidup.
Pada kedua tepi sungai itu tumbuh bermacam-macam pohon buah-buahan, yang daunnya tidak layu dan buahnya tidak habis-habis; tiap bulan ada lagi buahnya yang baru, sebab pohon-pohon itu mendapat air dari tempat kudus itu. Buahnya menjadi makanan dan daunnya menjadi obat.” (Yeh. 47:8-9.12).
Bapa Suci Paus Benediktus XVI mengajar, “Gereja Perdana memandang air yang mengalir dari Bait Allah sebagai lambang Sakramen Baptis dan Ekaristi yang mengalir dari hati Yesus yang tertusuk tombak. Dalam kematian-Nya, Yesus sendiri menjadi mata air.
Nabi Yehezkiel melihat sebuah penglihatan tentang Bait Suci yang baru, dari mana sebuah mata air memancar dan menjadi sungai besar yang memberi kehidupan (bdk. Yeh. 47:1-12). Di yang menderita kekeringan dan kekurangan air tanpa henti, penglihatan ini menumbuhkan harapan besar.
Kekristenan yang baru lahir memahami: di dalam Kristus, penglihatan ini terpenuhi. Ia adalah Bait Allah yang sejati dan hidup. Ia adalah mata air hidup. Dari-Nya, sungai besar mengalir; melalui Sakramen Pembaptisan dunia diperbaharui dan membuatnya berbuah.
Sungai besar adalah air hidup, Injil-Nya yang membuat bumi subur. Namun, Yesus menubuatkan sesuatu yang lebih besar lagi. Ia bersabda, “Barangsiapa percaya kepada-Ku … dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.” (Yoh. 7:38).
Dalam Sakramen Baptis, Tuhan menjadikan kita tak hanya hanya pribadi pembawa terang, tetapi juga sumber yang memancarkan air hidup. Kita semua mengenal pribadi-pribadi seperti itu, yang mampu menyegarkan dan memperbarui kita dengan caranya yang unik. Mereka bagaikan mata air segar.
Kita tidak perlu memikirkan santo-santa agung seperti Agustinus, Fransiskus dari Assisi, Teresa dari Avila, Bunda Teresa dari Kalkuta, dan sebagainya. Memang, melalui mereka sungai yang mengalirkan air hidup sungguh masuk ke dalam sejarah manusia.
Namun, syukur kepada Tuhan, kita senantiasa menemukan pribadi seperti tokoh agung itu dalam kehidupan sehari-hari: pribadi yang hidup bagaikan mata air. Tentu, kita juga mengenal yang sebaliknya: orang-orang yang menyebarkan air beraroma busuk, bahkan beracun, di sekitar kita.
Maka, marilah kita memohon kepada Tuhan, yang telah menganugerahkan rahmat Sakramen Baptis, agar kita senantiasa menjadi sumber air murni dan segar, yang memancar dari mata air kebenaran dan kasih-Nya.” (Homili, Sabtu Suci, 2009).
Terlebih, tiap pribadi yang telah dibaptis selalu diundang untuk setia kepada-Nya, karena, Yesus bersabda, “Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yoh. 6:35; 10:10).
Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat
Hari Raya Paskah dirayakan oleh umat Perjanjian Lama sebagai hari raya terpenting. Hari Raya Paskah itu mempralambangkan Paskah Perjanjian Baru (bdk. Mat .26:2).
Hari raya ini dirayakan pada hari keempat belas bulan Nisan. Kemudian disusul perayaan Roti Tak Beragi selama seminggu.
Dalam tradisi umat Perjanjian Lama tiap laki-laki dewasa diwajibkan untuk “menghadap ke hadirat Allah” sebanyak tiga kali dalam setahun, termasuk pada Hari Raya Paskah, sesuai Hukum Musa (Kel. 34:23; Ul. 16:16). Atas dasar hukum inilah kebiasaan saleh untuk berziarah ke Bait Allah di Yerusalem terbentuk.
Pada setiap Hari Raya Paskah, Yerusalem dipenuhi para peziarah dari pelbagai penjuru angin. Para peziarah pasti membuat denyut ekonomi di Yerusalem makin kencang untuk memenuhi kebutuhan selama masa peziarahan.
Peziarah yang berjumlah sangat banyak, bahkan melebihi penduduk Yerusalem memnyebabkan lonjakan perputaran ekonomi. Mereka membutuhkan pasokan, misalnya: penginapan, makanan, hewan kurban, pakaian, uang tembaga khusus untuk Bait Allah.
Demi alasan ekonomi, sering terjadi penyimpangan praktek transaksi dagang.
Bait Suci
Bait Suci dipahami sebagai tempat Allah bersemayam di tengah umat-Nya. Setelah Allah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir, Ia mengikat pejanjian dengan mereka dan menuntut peri hidup baru sesuai kehendak-Nya seperti tertuang dalam Dekalog, Sepuluh Perintah (Kel. 20:1-17).
Selanjutnya Allah memerintahkan Musa untuk melaksanakan tata ibadat untuk menghormati-Nya dan membuat Tabut Perjanjian, atau Kemah Suci. Kemah Suci, akhirnya, digantikan oleh Bait Allah, yang didirikan oleh Salomo, di Yerusalem.
Perjanjian Baru memandang Bait Allah sebagai (Ibr. 8:5) “gambaran dan bayangan dari apa yang ada di surga.”, exemplari et umbrae deserviunt caelestium.
Yesus berangkat ke Yerusalem
Tiga kali setahun laki-laki dewasa bangsa Yahudi harus menghadap hadirat Allah di Bait Allah pada hari raya Roti Tidak Beragi, pada hari raya Tujuh Minggu dan pada hari raya Pondok Daun (Kel. 23:17; Ul. 16:16). Maka, Yesus bersama-sama dengan para peziarah lainnya menghadap ke hadirat Allah di Bait Allah.
Kepergian-Nya ke Yerusalem menunjukkan bahwa Yesus secara terus terang mentaati Hukum Tuhan. Namun, Santo Yohanes menyingkapkan perbedaan antara Dia dengan peziarah biasa, yakni: Ia tampil sebagai Anak-Nya yang tunggal.
Saat Ia hadir di sana, Ia memastikan bahwa seluruh proses penghormatan pada Bapa-Nya dilaksanakan dengan benar, tidak menyimpang dari Hukum Taurat.
Origenes, teolog dan bapa Gereja abad ke-5, menulis, “Sejak saat itu, Yesus, Yang Diurapi Allah, selalu memulai pembaharuan atas penyimpangan dan menyucikan dari dosa; Ia memulainya baik pada saat Ia mengunjungi GerejaNya, dan ketika Ia mengunjungi jiwa orang Kristen.” (Homily on Saint John, 1).
Ia membuat cambuk, mengusir mereka dari Bait Suci
Berbeda dengan Santo Matius, Markus dan Lukas, Santo Yohanes menempatkan kisah penyucian Bait Allah justru di awal karya pelayanan Yesus. Tindakan mengkuduskan Bait Allah menjadi awal konflik Yesus dengan orang Yahudi (Yoh. 2:18).
Perselisihan antara Yesus dan pemuka agama Yahudi berpuncak pada makin banyak orang yang percaya pada Yesus, setelah Ia membangkitkan Lazarus (Yoh. 11:48-57). Sedangkan para pemuka agama berkomplot untuk melenyapkan-Nya.
Yesus marah ketika mendapati bahwa rumah Bapa-Nya, Bait Allah, telah berubah. Bait Allah semula menjadi tempat umat menghadap Allah, kini diubah menjadi tempat berjualan (Yoh. 2:16).
Penukaran uang telah berubah dari tempat penukaran mata uang Romawi menjadi mata uang persembahan menjadi tempat pemerasan, pencarian untung dari selisih kurs, peminjaman uang dengan bunga tinggi. Santo Markus meringkas bahwa Bait Allah telah menjadi “sarang penyamun” (Mrk. 11:17).
Inilah alasan mengapa Yesus meluapkan kemarahan-Nya secara fisik dengan mengusir para pedagang dan penukar uang.
Nabi Maleakhi telah menubuatkan tindakan Yesus, Ia “memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada Tuhan.” (Mal. 3:1-4).
Ia menyucikan Bait Allah, tempat Bapa-Nya bersemayam. Pemazmur menyingkapkan alasan-Nya (Mzm 69:10), “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku.”, Quoniam zelus domus tuae comedit me.
Dengan mengusir para pedagang hewan kurban, Yesus menghentikan ibadat kurban. Menjungkir balikkan meja penukaran uang berarti Yesus menghentikan aliran persembahan uang.
Uang yang dipersembahkan kepada Allah adalah uang khusus yang dikeluarkan oleh pengelola Bait Allah. Sedangkan uang yang beredar dan digunakan dalam transaksi sehari-hari bergambar Kaisar dan dianggap haram.
Bila umat hendak berderma di Bait Allah atau mempersembahkan melalui imam, persembahan uang haram itu harus diganti. Penggantian dilakukan di tempat penukaran uang.
Tindakan Yesus menyucikan Bait Allah menandakan jaman baru telah dimulai.
Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami
Para penguasa mempertanyakan apakah Yesus memiliki kuasa ilahi untuk melakukan tindakan itu. Mereka menuntut tanda dari langit. Kalau Yesus tidak mampu menunjukkan, berarti Ia adalah pengacau atau pemberontak melawan penguasa.
Ia menjawab (Yoh. 2:19), “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.”, Solvite templum hoc, et in tribus diebus excitabo illud.
Jawaban ini bermakna bahwa Yesus bukan penyebab keruntuhan Bait Allah, seperti yang dituduhkan kepada-Nya di pengadilan (Mrk. 14:58; 15:29), tetapi para penuduh itu. Nabi Yeremia mengingatkan bahwa ketidak setiaan pada perjanjian dengan Allah menjadi sebab keruntuhan Kenisah yang dibangun Salomo juga (Yer. 7:1-34).
Dan kelak pada tahun 70, Bait Allah benar-benar runtuh setelah dipugar pada masa Herodes Agung hingga tahun 64. Penghancuran yang hanya menyisakan Tembok Ratapan membuat hampir seluruh sistem keagamaan Yahudi runtuh.
Yesus ternyata memaknai perintah-Nya sebagai lambang Ia akan dihukum mati di kayu salib dan dibangkitkan pada hari ketiga. Orang Yahudi tidak mampu memahami bahwa Bait Allah yang dimaksudkan-Nya adalah tubuh-Nya sendiri. Ia mati dan dihancurkan untuk membuka jalan kehadiran Allah di antara manusia.
Melalui kematian dan kebangkitan Yesus tidak hanya mendamaikan kita dengan Allah. Ia juga menganugerahkan Roh Kudus dan memjadikan tiap bait Roh Kudus (1Kor. 6:19-20).
Basilika Santo Yohanes, Lateran
Penanda tanganan Maklumat Milan oleh Kaisar Konstantinus pada tahun 303 menandai kebebasan bagi tiap orang untuk memeluk agama, termasuk para murid Kristus di seluruh kemaharajaan Romawi. Selanjutnya, didorong oleh Santa Helena, ibu sang kaisar, gereja dibangun di mana-mana.
Pada masa sulit dan pengejaran, umat beribadat di tempat-tempat rahasia: katakombe atau ruang khusus di rumah-rumah tertentu. Gereja yang pertama dibangun adalah gereja yang dipersembahkan kepada Sang Penebus Mahakudus di Lateran, yang tergabung dengan istana kaisar.
Gereja yang dibangun di atas bukit Goelius diberkati dalam upacara yang agung oleh Paus Silvester I (314-335) pada tahun 324. Gereja ini menjadi gereja katedral untuk Uskup Roma, yang sekaligus menjabat sebagai Paus.
Di dinding depan di antara dua pintu utama terukir inskripsi: Sacrosancta Lateranensis Ecclesia Omnivm Vrbis Et Orbis Ecclesiarvm Mater Et Capvt, Gereja Tersuci Lateran adalah Induk dan Kepala Seuruh Gereja di Kota ini dan Dunia.
Katekese
Yesus membersihkan Bait Allah, Rumah Bapa-Nya. Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407:
“Mengapa Kristus menggunakan kekerasan seperti itu? Ia hendak menyembuhkan pada Hari Sabat dan melakukan banyak hal yang bagi mereka nampaknya melanggar Hukum Taurat. Akan tetapi, agar Ia tidak nampak bertindak sebagai lawan Allah dan lawan dari Bapa-Nya, Ia memanfaatkan kesempatan untuk mengkoreksi kecurigaan yang muncul dari mereka …
Ia tidak hanya ‘mengusir mereka’ tetapi juga ‘membalikkan meja’ dan ‘menghamburkan uang mereka’, sehingga mereka dapat melihat bagaimana seseorang yang memasukkan dirinya dalam bahaya besar demi menertibkan Bait Allah ternyata tidak melecehkan Tuhan-Nya. Jika Ia bertindak atas dasar kemunafikan, Ia pasti tidak hanya memberi mereka nasihat, tetapi menempatkan diri dalam bahaya adalah perbuatan yang sangat berani.
Bukanlah perkara ringan untuk menempatkan diri diri sendiri pada kemarahan dari begitu banyak orang di pasar atau menjadi pemicu kemarahan para penukar uang melalui kecaman dan kekacauan yang disebabkan-Nya. Dengan kata lain, tindakan ini bukanlah tindakan seorang yang berpura-pura, tetapi tidandakan yang diambil seseorang yang memilih untuk menanggung segalanya agar Rumah Allah teratur.
Demi alasan yang sama, untuk menunjukkan kesetiaan-Nya pada Bapa, Ia tidak bersabda, “Rumah yang kudus”, tetapi “Rumah Bapa-Ku”. Lihat, bagaimana Ia memanggil-Nya sebagai ‘Bapa’, dan mereka tidak marah pada-Nya.
Mereka mengira Ia berbicara dengan cara seperti dilakukan orang pada umumnya. Tetapi ketika Ia melanjutkan dan bersabda secara terus terang tentang matabat-Nya, inilah yang menjadikan orang banyak itu marah.” (Homilies On The Gospel Of John 23.2).
Oratio-Missio
Tuhan, bukalah lebar-lebar pintu rumah Bapa-Mu bagi kami, sehingga kami dapat masuk dengan penuh kepercayaan dan memuji-Mu dalam roh dan kebenaran. Bantulah kami untuk selalu dekat dengan tahta belas kasih-Mu dengan penuh syukur dan sukacita. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk ambil bagian dalam membangun komunitas imanku, Gereja-Nya?
Solvite templum hoc, et in tribus diebus excitabo illud – Iohannem 2:19











































