Selasa, 22 Juni 2021
- Kej.13:2.5-18;
- Mzm.15:2-3ab.3cd-4ab.5;
- Mat.7:6.12-14.
“SAYA sejak kecil bertumbuh di tengah-tengah umat mayoritas lain,” kata seorang bapak mesyeringkan pengalamannya.
“Dari kecil saya sering di-bully, karena sebagai kaum minoritas dan dari etnis minoritas pula,” tuturnya.
“Berjuang dan mencari akal untuk bertahan dan bertahan supaya bisa sekolah adalah seni bela diriku untuk menjaga keberadaanku sebagai anak,” kenangnya.
“Kata-kata hinaan yang menyakitkan, bahkan tamparan dan ludahan saya telan, tanpa diketahui oleh orangtuaku,” tuturnya
“Bahkan ketika sudah dewasa, berapa kali saya diperlakukan dengan tidak adil, misalnya waktu antri di salah satu intansi pemerintah, saya yang sudah menunggu lama, diabaikan begitu saja dan dengan seenaknya. Ketika ada ibu yang berhijab langsung dilayani. Sampai ibu itu malah memprotes. Bukannya bapak itu yang sudah lama menunggu mengapa tidak dilayani lebih dahulu,” kisahnya.
“Saya tidak menyerah dengan semua tantangan itu. Saya juga tidak berubah menjadi petarung hebat melawan untuk mereka. Namun saya selalu berusaha bersikap baik dengan mereka. Bahkan saya dengan rela hati menolong mereka dengan keterampilan dan pengetahuan yang saya miliki,” katanya
“Saat ini, saya justru mempunyai sahabat dan teman-teman dari kalangan mereka banyak sekali,” katanya dengan penuh syukur.
“Sikap dan perilaku mereka yang dulu tidak bersahabat telah menjadi tempaan dalam hidupku dan meneguhkan pilihanku menjadi pengikut Yesus yang tidak gampang menyerah,” katanya.
“Jika saja waktu itu saya menyerah kalah pada tekanan dan hinaan mereka, dan kemudian meninggalkan imanku pada Yesus, maka saya tidak akan pernah bisa berbangga dengan pilihanku seperti saat ini,”katanya
Apakah kita tetap bisa bertahan dan berjuang menjadi pribadi yang baik di tengah segala himpitan dan tekanan?
