Home BERITA Doa Bapak agar Dipanggil Tuhan Tepat pada Waktunya

Doa Bapak agar Dipanggil Tuhan Tepat pada Waktunya

0
Ilustrasi: Ist

KISAH Simeon yang menyambut bayi Yesus, sambil memuji Allah “Sekarang Tuhan, perkenankanlah hambamu berpulang” saya pilih sebagai bacaan Injil pada saat bapak kami dipanggil Tuhan 22 Februari 2008; hampir 10 tahun yang lalu.

Kisah menarik dari kehidupan bapak yang terkenal disiplin- kalau tidak boleh dikatakan kaku. Bapak yang terkenal tegas- kalau tidak boleh dikatakan galak.

Pada tahun 1998,  setelah saya ditahbiskan, bapak bercerita kepada kami, yang isinya menurut saya adalah permohonan kepada Tuhan. “Nek diparengake Gusti aku isih pengin nunggu Anes (Yoh. Marharsono MSF) ditahbiske.” (Kalau Tuhan berkenan, saya ingin menunggu Anes ditahbiskan dulu).

Apa yang menjadi permohonan bapak ini dikabulkan. Tahun 2001,  bapak dan simbok bisa menghadiri tahbisan Si Anes. Ada kegembiraan terpancar dari wajah bapak yang sudah renta itu. Saat foto bersama dengan keluarga besar,  bapak kami mengatakan, “Tugasku wis rampung, aku wis pasrah nenawa Gusti arep nimbali aku.” (Tugasku sudah selerasi, saya sudah pasrah kalau Tuhan mengambil nyawaku.)

Dalam waktu yang tidak lama, kakak yang Suster diutus untuk menyelesaikan studi di Manila. Bapak ‘mencabut’ kepasrahannya kepada Tuhan.

Beliau memohon kepada Tuhan, “Muga-muga aku ditimbali mengko yen Si Ning (Sr. Anastasia SPC) rampung olehe sinau saka Filipina.” (Semoga saya baru akan dipanggil Tuhan, kalau Si Ning sudah selesai studi di Filipina.)

Permohonan bapak terkabul. Saat persiapan kakak saya pulang ke Indonesia, ternyata bapak dapat kabar lagi kalau Si Anes diutus untuk belajar di Manila. Pada saat itulah bapak protes kepada Tuhan. “Jan jane Gusti ki ngersakke apa tho marang aku iki?” Si Ning rampung le sekolah saiki disusul adhimu.” (Sebenarnya Tuhan mau apa dengan saya? Si Ning sudah rampung sekolah, eh sekarang malah adikmu juga menyusul tugas studi.)

Ungkapan ini disampaikan sekitar thn 2004. Saat itu umur bapak sudah 90 tahun.

Diusia 90 tahun  bapak mulai tampak kepikunannya. Kalau mau ikut misa harian, bapak pamit kepada simbok, “Aku arep ning sawah.” (Saya akan ke sawah)

Kalau pergi ke sawah, pamitnya mau ke gereja.

Pada bulan oktober 2007,  Si Anes selesai studi di Manila pulang tengok orangtua, pada saat itu bapak menangis. Mungkin tangis kebahagiaan melihat si ragil pulang, atau nangis kebingungan karena sudah terbalik balik pemikirannya.

“Galo, Sing Mbarep mulih” (Lihat, Yang Sulung pulang).

Tetapi yang dimaksudkan itu  bukan kakak kami yang sulung (Rm. Maratmo),  tetapi si kecil, Anes.

“Galo, sing cilik mulih ( Lihat, Yang Bungsu Pulang).”  Itu berarti yang pulang adalah kakak kami.

Pada bulan Januari 2008 bapak dalam keadaan mulai pikun nuntun simbok diajak ke makam. Sesampai di makam bapak menunjukkan kepada simbok dimana nantinya harus dimakamkan. Bertepatan dengan pesta Tahta Santo Petrus, 22 Feb 2008, bapak dipanggil Tuhan dan dimakamkan di tempat yang telah ditunjuknya sendiri.

Ungkapan Simeon, seorang  yang benar dan saleh “Sekarang Tuhan perkenankanlah hambamu berpulang karena mataku telah melihat keselamatan” diharapkan juga menjadi sikap dasar iman kita.

Tuhan memberkati anda bersama seluruh keluarga anda.@dio

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version