- Bacaan 1: Ezr. 6:7-8,12b,14-20
- Injil: Luk. 8:19-21
Dalam Psikologi dikenal istilah “Altruisme” (dari bahasa Latin: alter, artinya “yang lain”). Lawan katanya adalah egoisme. “Altruisme” merupakan perilaku yang mementingkan kepentingan atau kesejahteraan orang lain. Bahkan kadang sampai mengorbankan kepentingan atau kenyamanan diri sendiri.
Raja Darius melanjutkan kebijakan pendahulunya yaitu Raja Koresh, untuk mendukung Bangsa Yahudi pulang ke Yerusalem membangun Bait Allah yang dihancurkan Raja Nebukadnezar (Raja Babel). Sebagai orang Persia (Iran saat ini), Raja Darius bukanlah seorang penganut agama Yahudi. Dia penganut “Zoroastrianisme”, agama monoteistik menyembah “Ahura Mazda” (dipahami) sebagai Tuhan yang Maha Esa. Jadi sebetulnya tidak ada kepentingan bagi keimanan mereka dalam hal ini.
Namun, Tuhan menggunakan Raja Koresh dan Darius untuk kepentingan Bangsa Yahudi dalam membangun kembali Bait Allah.
“Maka Allah, yang sudah membuat nama-Nya diam di sana, biarlah Ia merobohkan setiap raja dan setiap bangsa, yang mengacungkan tangan untuk melanggar keputusan ini dan membinasakan rumah Allah yang di Yerusalem itu. Aku, Darius, yang mengeluarkan perintah ini. Hendaklah itu dilakukan dengan seksama.”
Demikian perintahnya kepada setiap bupati di wilayah-wilayah yang dikuasai Persia, untuk mendukung orang-orang Yahudi yang pulang ke Yerusalem.
Dalam pengajaran-Nya, Tuhan Yesus sering menunjukkan sikap “altruisme” seperti dalam perikop hari ini. Saat ibu dan saudara-saudara-Nya mencari hendak membawa-Nya pulang, Tuhan tetap memilih melanjutkan pengajaran-Nya kepada orang banyak.
“Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.”
Kalimat ini tidak bisa dipahami secara dangkal.
Bagi Yesus, Maria lebih sekedar ibu kandung. Maria adalah pribadi yang setia, mau mendengarkan dan taat melaksanakan kehendak Bapa-Nya dalam “Rencana Keselamatan Allah”. Ibu yang rela menjadi saluran bagi kehadiran-Nya di dunia, yang penuh dengan resiko.
Hari ini Gereja Katolik merayakan peringatan bagi Padre Pio, dari Pietrelcina, Italia Selatan. Diberi karunia stigmata karena teguh dalam pengajaran iman:
“Dalam kitab-kitab kita mencari Tuhan, dalam doa kita menemukan-Nya. Doa adalah kunci yang membuka hati Tuhan.”
Iman membimbingnya senantiasa untuk menerima kehendak Allah yang misterius.
Pesan hari ini
Sebagai Katolik kita dipanggil untuk berempati kepada orang lain bahkan dengan mengorbankan kenyamanan pribadimu (altruism).
Siaplah jika Tuhan mengajakmu berkarya untuk orang lain.
“Empati itu melihat, mendengarkan dan merasakan melalui mata, telinga dan hati orang lain.”