Home BERITA Ibu Jadi Trouble Maker di Paroki

Ibu Jadi Trouble Maker di Paroki

0
Ibu Jadi Trouble Maker di Paroki.

Renungan Harian
Minggu, 27 Juni 2021
Hari Minggu Biasa XIII

  • Bacaan I: Keb. 1: 13-15; 2: 23-24
  • Bacaan II: 2Kor. 8: 7.9.13-15
  • Injil: Mrk. 5: 21-43

SUATU sore, ketika itu saya baru memulai tugas di sebuah paroki, saya kedatangan tamu seorang ibu yang ingin konsultasi.

Saya menerima ibu di ruang tamu. Ibu itu kelihatan sebagai pribadi yang ramah, sopan dan baik.

Setelah berbasa-basi sejenak, ibu itu mulai mengutarakan maksud kedatangannya.

Ibu itu menyampaikan keluhan bahwa dia merasa disingkirkan oleh umat Katolik  di lingkunganya. Ia sendiri tidak tahu mengapa dia seolah disingkirkan, padahal menurutnya, dirinya selalu aktif dan terlibat di lingkungan.

Ibu itu menduga dia disingkirkan karena alasan rasis.

Saya agak terkejut dengan pengakuan itu, apalagi dia disingkirkan karena alasan rasis.

Saya bertanya bentuk-bentuk macam apa yang diterimanya sehingga dirinya merasa disingkirkan.

Ibu itu bercerita memberikan contoh-contoh tindakan-tindakan warga lingkungan kepadanya yang dirasakan sebagai bentuk penolakan.

 Saya bertanya kepada ibu itu tentang  keterlibatannya dalam kegiatan-kegiatan menggereja, selain di lingkungan.

Ibu itu menyampaikan bahwa ia pernah terlibat dengan berbagai organisasi maupun kegiatan di paroki, tetapi ia merasakan tidak mendapatkan perlakuan yang sama.

Ia menyebut mungkin karena dirinya bodoh, miskin dan berbagai hal berbau rasis.

Mendengar cerita ibu itu yang panjang lebar dan penuh emosi, saya justru curiga jangan-jangan justru ibu itu yang menjadi sumber masalah. Karena dalam berbagai macam kegiatan ia selalu merasa disingkirkan.

Maka saya mengatakan bahwa saya akan berbicara dengan Ketua Lingkungan dan para ketua kegiatan-kegiatan di paroki untuk membantu ibu itu.

Dalam perjalanan waktu, saya bertemu dengan Ketua Lingkungan dan para ketua kegiatan di paroki untuk bertanya dan menyampaikan keluhan ibu itu.

Jawaban mereka hampir sama, semua mengatakan bahwa ibu itu menjadi sumber masalah; dalam banyak hal ibu itu menjadi sumber perpecahan.

Mereka mengatakan bahwa ibu yang kelihatan sopan dan baik itu. Tapi kalau sudah mulai bicara sering kali tidak bisa direm.

Apalagi kalau marah, kata-katanya amat tidak sopan.

Masih menurut mereka, ibu itu menjadi sumber gosip. Orang ini suka menjelek-jelekkan orang lain dan dengan orang lain menjelek-jelekkan orang ini.

Dan yang lebih konyol dia selalu menyampaikan bahwa sumber berita jelek itu dari orang lain.

Beberapa kali beberapa orang ribut dengan ibu itu, karena ketika dipertemukan dengan orang-orang yang dijelekkan dan mengatakan sumbernya dari orang lain ternyata semua bohong.

Menurut mereka ibu itu sengaja berbuat demikian agar banyak orang menuruti kemauannya.

Bahkan tidak jarang ibu itu menggunakan legitimasi karena dekat dengan orang-orang tertentu yang punya pengaruh.

Saya tidak terkejut mendengar kesaksian dari Ketua Lingkungan dan para ketua-ketua kegiatan di paroki, karena saya sudah menduga bahwa ibu itu sumber permasalahan.

Oleh karena itu saya memanggil ibu itu agar dia berkegiatan dengan baik. Tidak usah membicarakan orang lain tetapi bergaul baik dengan sesama warga paroki ini.

Saya berharap dengan cara itu ibu itu dapat diterima lagi oleh teman-temannya.

Ibu itu marah dan mengeluarkan kata-kata yang cukup kasar, ketika saya menyampaikan hal itu.

Ibu itu merasa bahwa saya sudah menjadi bagian dari para penindas di paroki ini. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ibu itu membuat surat kepada bapak uskup yang isinya menyebutkan bahwa saya telah menyingkirkan dirinya.

 Melihat itu semua saya prihatin dengan kejadian itu. Tetapi bagaimana menolong ibu itu juga tidak mudah, kiranya butuh orang ahli untuk membantu ibu itu.

Dalam kehidupan banyak orang seperti ibu itu. Tidak sadar bahwa dirinya adalah sumber persoalan.

Dalam banyak peristiwa orang-orang semacam ini memerankan dirinya sebagai korban agar mendapatkan pembenaran.

Itulah kehebatan roh jahat  yang memecah belah dan menyesatkan banyak orang.

 Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam kitab Kebijaksanaan: “Sebab Allah telah menciptakan manusia untuk kebakaan, dan menjadikan-Nya gambar hakikat-Nya sendiri. Tetapi karena dengki setan, maka maut masuk ke dunia, dan yang menjadi milik setan mencari maut itu.”

 Bagaimana dengan aku?

Apakah aku sebagai sumber masalah atau pencerah untuk memecahkan masalah?

 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version