TULISAN tentang Th. Sarjana Harja Utama yang tidak pernah sempat dibacanya. Tulisan ini saya tulis berdasarkan perbincangan dengan almarhum Pak Sarjana; kurang lebih setengah tahun lalu. Semoga Bapak Sarjana sudah berbahagia bersama para kudus di surga. RIP
Th. Sarjana Harja Utama (KPP72) menjalani kehidupan yang penuh makna dengan perjalanan yang sarat pengalaman spiritual, pendidikan, dan pengabdian kepada sesama. Dimulai dari Seminari Menengah Mertoyudan hingga pengabdiannya sebagai penyembuh spiritual, hidupnya menjadi bukti nyata bagaimana iman dan ketulusan dapat mengubah banyak kehidupan.
Seminari Mertoyudan: Awal pembentukan karakter
Seminari Menengah Mertoyudan menjadi tonggak awal pembentukan karakter mental dan spiritual Sarjana remaja. Meskipun fasilitas saat itu sederhana, seminari menyediakan ruang bagi pengembangan seni, khususnya musik. Sarjana mendalami biola dan organ, menggunakan harmonium yang dibawa oleh seorang Romo dari Belanda. Musik menjadi bagian integral dari hidupnya, terutama melalui keterlibatannya dalam paduan suara dan orkestra.
Namun, perjalanan ini tidak selalu mudah. Keterbatasan fasilitas sering kali menimbulkan frustrasi, terlebih ketika harus menulis partitur secara manual karena waktu itu mesin fotokopi belum ditemukan. Meskipun demikian, Sarjana merasa pengalaman di orkestra mengajarinya untuk mengorganisasi kelompok, mengelola ego individu, dan membangun kerjasama yang solid.
Di sisi akademik, Sarjana memilih jurusan IPS dengan cita-cita menjadi pastor, meskipun ia justru sering diminta menjadi bidel untuk mata pelajaran fisika. Pilihannya ke IPS didasari keinginan untuk menghindari kompleksitas jurusan IPA, meskipun ia merasa cukup mampu.
Girisonta dan STF Driyarkara: Menemukan arah hidup
Setelah empat tahun menjalani pendidikan di Seminari Menengah Mertoyudan, pada tahun 1976, Sarjana melanjutkan perjalanan rohaninya di Girisonta. Itu adalah masa yang ia gambarkan sebagai pendadaran spiritualitas yang mendalam. Ia belajar membedakan dengan jelas antara yang baik dan buruk, sebuah kemampuan yang menurutnya menjadi bekal hidup yang sangat penting bagi siapa pun.
Selain pendalaman spiritual, kunjungannya ke stasi-stasi menjadi pengalaman yang membekas. Di salah satu kunjungan, ia bertemu dengan seorang yang sakit lantaran kena santet. Peristiwa itu menjadi titik awal yang membuat Sarjana berdoa, “Tuhan, berikan kekuatan untuk membantu orang yang sakit seperti ini.”
Doa ini, tanpa disadari, menjadi awal panggilannya di bidang penyembuhan spiritual.
Sarjana kemudian melanjutkan studinya di STF Driyarkara, Jakarta, pada tahun 1978 hingga 1980 untuk meraih gelar Sarjana Muda. Setelah itu, ia ditugaskan untuk belajar sejarah di Universitas Indonesia. Namun, selama masa studinya di UI, Sarjana mulai terlibat lebih dalam dengan pengobatan, yang kemudian membuat skripsinya tertunda.
Karier di Kanisius dan dunia pendidikan
Setelah menyelesaikan masa studinya, Sarjana mengajar di SMP dan SMA (Kolese) Kanisius Menteng Raya selama satu tahun. Ia tidak hanya mengajar pelajaran ekonomi dan koperasi, tetapi juga mendirikan kegiatan ekstrakurikuler seperti Kanisius Mountaineering Club (KMC).
Klub pendakian gunung ini menjadi wadah bagi para siswa untuk belajar keberanian dan menghadapi tantangan alam. Bersama mereka, Sarjana memimpin berbagai ekspedisi, termasuk 11 kali mendaki Gunung Salak, sekali Gunung Semeru, dan delapan hingga sembilan kali Gunung Gede Pangrango.
Pengalaman memimpin siswa mendaki gunung memberinya pelajaran penting tentang keberanian dan keyakinan. Para siswa yang awalnya khawatir menghadapi alam liar, secara perlahan belajar untuk percaya bahwa mereka aman bersama para pater.
Keluar dari Jesuit dan awal kehidupan awam
Pada tahun 1988, Sarjana mengambil keputusan besar untuk keluar dari Ordo Jesuit. Ia mulai bekerja di berbagai tempat; termasuk sebagai tenaga administrasi di SMA Kanisius dan sebuah perusahaan besar: Gemala Gempadaya yang bergerak di bidang otomotif. Ia juga sempat diterima di kelompok Majalah Gramedia, tetapi pekerjaannya terhenti karena majalah tempatnya bekerja ditutup.
Kehidupan Sarjana tidak lepas dari ujian. Salah satunya adalah kecelakaan bersama pacarnya (yang kemudian menjadi isterinya) yang menyebabkan cidera serius. Namun, melalui peristiwa ini, Sarjana merasakan penyertaan Tuhan yang luar biasa, mulai dari bantuan orang-orang asing hingga mukjizat yang membuat biaya rumah sakit tidak menjadi beban berat.
Panggilan Hidup sebagai enyembuh spiritual
Pada tahun 1986, Sarjana mulai dikenal sebagai penyembuh spiritual. Dengan iman yang kuat, ia percaya bahwa penyembuhan hanya dapat terjadi atas nama Tuhan. Salah satu metode utamanya adalah doa: “Atas nama Yesus dari Nasaret, saya menyembuhkan engkau.”
Salah satu pengalaman yang paling berkesan adalah ketika ia berhasil membebaskan seorang wanita dari 300 roh jin yang merasukinya. Dengan doa yang terus-menerus, ia akhirnya mampu mengusir semua roh jahat tersebut, meskipun banyak pihak lain sebelumnya gagal.
Pelayanannya tidak hanya mencakup penyembuhan fisik, tetapi juga membebaskan banyak keluarga dari konflik dan gangguan spiritual. Harja percaya bahwa ini adalah panggilan hidupnya, meskipun ia tidak lagi memiliki peran formal sebagai imam.
Prinsip hidup: Berserah kepada Tuhan
Sarjana menjalani hidup dengan prinsip yang sederhana, namun mendalam: tidak pernah meminta bayaran atas jasanya, tetapi menerima apa pun yang diberikan dengan penuh syukur. Ia yakin bahwa Tuhan selalu mencukupi kebutuhannya. Prinsip ini terbukti benar, karena Sarjana selalu merasa cukup, bahkan ketika memasuki masa pensiun.
Sebagai motivator, Sarjana juga banyak diundang untuk berbagi pengalaman hidupnya di berbagai tempat. Ia percaya bahwa dengan berbagi, ia dapat menginspirasi banyak orang untuk hidup dalam iman dan pengharapan.
Mukjizat dan penyertaan Tuhan
Hidup Sarjana dipenuhi dengan berbagai mukjizat. Salah satunya adalah pengalaman spiritual mendalam saat berziarah ke Lourdes dan Fatima. Di Lourdes, ia merasakan mukjizat langsung ketika mengantri untuk mandi di Air Santa Bernadette. Ia juga menerima “penampakan” telapak tangan Yesus yang terluka – sebuah pengalaman yang semakin menguatkan imannya.
Di sisi lain, Sarjana juga menjadi perantara mukjizat bagi banyak orang. Ia sering menulis doa untuk mereka yang meminta bantuannya, dan tidak sedikit dari mereka yang mengalami perubahan hidup setelah itu.
Perjalanan hidup Th. Sarjana Harja Utama adalah bukti nyata bagaimana iman, ketulusan, dan kerja keras dapat mengubah banyak kehidupan. Dari Seminari Mertoyudan hingga peranannya sebagai penyembuh spiritual, ia telah memberikan dampak besar, tidak hanya kepada individu tetapi juga komunitas. Dengan iman yang kokoh dan prinsip hidup yang sederhana, Harja menunjukkan bahwa hidup yang penuh makna adalah hidup yang dibaktikan untuk kebaikan sesama dan kemuliaan Tuhan.
Markus Budiraharjo
Baca juga: In Memoriam Sarjana Harja Utama, Misteri Telapak Tangan Yesus yang Terpaku (1)