Memang belum ada survei resmi yang menyatakan motivasi seorang mahasiswa kedokteran ketika ia memilih jurusan pendidikan dokter. Namun demikian, dari banyak bincang-bincang dengan kolega maupun dengan adik-adik yang saat ini kuliah di jurusan kedokteran banyak yang menyampaikan bahwa alasan utama kuliah di kedokteran adalah karena orang tua yang mendorong mereka masuk kedokteran. Sebenarnya minat utama mereka bukanlah di bidang kedokteran.
Sekali waktu saya dipercaya oleh Kepala Laborat Kesehatan Masyarakat, tempat saya bekerja, untuk sharing pengalaman saya di lapangan. Dalam kesempatan itu, saya membuka pertanyaan,”Setelah lulus menjadi dokter, apa yang akan anda lakukan? Apa yang akan anda kerjakan?” Hampir 99% mahasiswa memberikan jawaban klasik. Bekerja di Rumah sakit, bekerja di klinik, buka praktik pribadi di rumah, sekolah lagi untuk mengambil spesialisasi. Pertanyaan tersebut bukan hanya saya lontarkan kepada mahasiswa semester satu, namun juga adik-adik Dokter Muda / Co-Ass, yang notabene 6 bulan lagi akan lulus. Hal ini begitu mengingatkan saya pada diri sendiri, 8 tahun yang lalu.
Menjadi Apapun Yang Kita Inginkan
Setiap kejadian memiliki dua sisi hikmah. Begitupun bencana tsunami yang melanda Aceh pada 2004. Sebuah kejadian tak
Seorang dokter bisa menjadi clinician, atau dokter klinis yang telah diketahui banyak orang. Dokter klinis umum atau spesialis, tentu tergantung interest masing-masing, dan tentunya kedalaman kocek untuk sekolah lagi. Ada banyak bidang yang bisa digeluti oleh seorang dokter.
Dokter yang tertarik dengan olahraga, bisa mendalami sports medicine – kalau di Indonesia spesialis kedokteran olah raga. Tentu ini masih dalam ranah klinis. Dokter yang sangat suka dengan kasus-kasus misterius macam homicide, suka sama detective conan misalnya, suka ngikutin film CSI, sangat bisa mendalami bidang hukum & investigasi, menjadi Spesialis Forensik (SpF) misalnya. Dokter yang dulunya bercita-cita jadi guru, bisa menjadi dosen ataupun trainer misalnya. Dokter yang tertarik pada bidang ilmu ekonomi, bisa mendalami masalah health financing. Skope ilmu ini juga sangat luas kemanfaatannya. Kalo kata WHO sih, seperti ini: “Health financing is concerned with how financial resources are generated, allocated and used in health systems. Examples of health financing issues include: (i) how and from where to raise sufficient funds for health; (ii) how to overcome financial barriers that exclude many poor from accessing health services; or (iii) how to provide an equitable and efficient mix of health services.”
Masih banyak sekali peluang yang bisa dilakukan oleh dokter. Menjadi Health Project Manager, Health Program Manager, Direktur RS – dengan bersekolah dulu di MMRS (Magister Manajemen Rumah Sakit) – misalnya. Yang hobi petualangan bisa bergabung dengan organisasi petualangan atau outbound sebagai medical team organisasi tersebut misalnya. Yang suka dengan situasi kedaruratan bisa selalu menjadi bagian dari medical emergency team, yang senang dengan kegiatan social bisa menjadi social worker, yang tertarik dengan lingkungan bisa menjadi dokter aktivis environmental health misalnya. Dokter yang suka penelitian bisa (banget) menjadi periset, baik clinical researcher maupun social researcher. Mengapa tidak?
Benar khan, menjadi dokter (dan kiranya profesi yang lain), anda dapat menjadi segala sesuatu yang engkau inginkan. Jadi, jangan hanya menjadi dokter yang biasa. Jadilah dokter yang spesial, dokter yang luar biasa. Dan yang paling penting, dokter yang berperan untuk kebaikan orang lain dan kebaikan bersama.
Photo credit: parentsindonesia.com, inginsekalisehat.wordpress.com, tipjitu.blogspot.com