健康的身體是靈魂的客廳,病弱的身體是靈魂的監獄
Jiànkāng de shēntǐ shì línghún de kètīng, bìngruò de shēntǐ shì línghún de jiānyù.
Tubuh yang sehat adalah ruang tamu bagi jiwa; tubuh yang sakit adalah penjaranya.
Mama Phei duduk di tikar pandan, menatap Yacintha, Dyah, dan Mulyadi, dengan senyum bijak.
Mama Phei: Banyak orang doa untuk kesehatan dan rezeki. Tapi apa mereka paham hubungan jiwa-raga yang sehat dengan dompet yang selamat? Jangan-jangan mereka hanya mengejar satunya, melalaikan yang lain.
Yacintha menjawab mantap: “Tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu.” (1 Korintus 6:19–20). Jangan kita cari nafkah, mengabaikan kesehatan tubuh.
Mama Phei: Laksana Yin dan Yang, tampak berlawanan, namun saling melengkapi. Bila raga sakit, akal pun tumpul, dan keputusan finansial jadi ceroboh.
“健康的身體是靈魂的客廳,病弱的身體是靈魂的監獄.
Jiànkāng de shēntǐ shì línghún de kètīng, bìngruò de shēntǐ shì línghún de jiānyù. Tubuh yang sehat adalah ruang tamu bagi jiwa; tubuh yang sakit adalah penjaranya.
Bagaimana jiwamu bisa berdoa dengan damai jika terpenjara dalam tubuh yang sakit?
Dyah, mengangguk: Iya, keseimbangan prinsip utama. “Sesungguhnya bagi tubuhmu ada hak atasmu. Kami diajar untuk berikhtiar dan menyerahkan hasilnya kepada Allah. Tapi banyak yang melampaui batas, bekerja tanpa henti, lupa ibadah, lupa istirahat, demi ‘kantong selamat.'”
“Allah tak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya.” Bekerja di luar kapasitas itu melanggar fitrah dan justru menimbulkan kerusakan, bukan hanya bagi tubuh, tapi juga rezeki yang kehilangan keberkahan.
Mama Phei, serius: Tepat, Dyah. Keserakahan adalah racun jiwa. Jiwa yang tamak menekan raga hingga sakit, dan rezeki pun jadi kering. Tubuh sehat bukan sekadar untuk hidup lebih lama, tapi agar dapat hidup dengan makna dan keberkahan (World Health Organization, 2023).
Yacintha, mata berbinar: Mama, Kita tak diminta untuk kerja sampai binasa, tapi kerja dengan kasih. ‘Ora et Labora, berdoa dan bekerja.’ Keduanya harus seimbang. Bila kerja menghapus doa dan istirahat, kita sedang menyembah produktivitas, bukan Tuhan (Benedict, trans. 1981).”
Mulyadi, tersenyum, menyela bijak: Awak iku kudu obah, obah iku lemah, nanging aja kesusu nganti keplesed. Artinya, badan harus bergerak, sebab dari gerak datang rezeki, tapi jangan tergesa-gesa sampai tergelincir.'”
Kalau orang kerja keras sampai jatuh sakit, uangnya hanya habis buat berobat. Kantong bocor karena ‘jiwa raga sehat’ tak dijaga.
Mama Phei: Bagus. Yacintha bicara tentang kesucian tubuh, Dyah mengingatkan batas ilahi. Dan Mulyadi menanamkan kearifan praktis.
Jiwa Raga Sehat, “Dompet Kantong Selamat” bukan dua pilihan, tapi harus dijalani bersama.
Ingat ‘lingkaran keseimbangan hidup’:
- Jiwa yang tenang dan bersyukur mendorong hidup sehat.
- Raga yang sehat memungkinkan kerja cerdas, bukan sekadar keras.
- Kerja yang bijak menghasilkan rezeki cukup dan keberkahan.
- Syukuri rezeki yang cukup, menumbuhkan kembali ketenangan jiwa.
- Putus satu mata rantai, seluruh sistem akan goyah.
- Beranikah kita menjaga keduanya dengan seimbang?”
Yacintha, Dyah dan Mulyadi menunduk, terdiam dalam perenungannya.
Footnote:
“Dikembangkan sebagian dengan bantuan AI (DeepSeek, ChatGPT, Meta AI); dimodifikasi oleh penulis; lisensi: CC BY-NC 4.0.













































