Kasih Lebih Besar dari Aturan

0
0 views
Ilustrasi - Budaya kasih (Pixabay)

Sabtu, 6 September 2025

Kol. 1:21-23.
Mzm. 54:3-4,6,8.
Luk. 6:1-5

Kasih Lebih Besar dari Aturan

HUKUM dan aturan dibuat untuk menjaga keteraturan hidup manusia. Namun, ketika kita berpegang pada aturan secara kaku tanpa ruang bagi belas kasih, kita justru kehilangan inti dari hukum itu sendiri.

“Silahkan ketemu dengan sie sosial, mungkin dia bisa membantu anda,” kata temenku.

“Ibu yang diarahkan tadi hanya bisa menunduk dan dengan harap menatap wajah temen saya.

Tatapan itu, tidak meluruhkan hati temen saya, karena dia pikir bahwa akan tepat jika ibu itu dibantu oleh bidang sosial di gereja .

Ibu itu pergi dengan kecewa dan tidak pernah kembali lagi. Dia sebenarnya hanya berharap bantuan dari kemurahan hati temen saya meski sedikit bukan bantuan dari bidang lain dan harus semua orang tahu untuk itu.

Ibu itu pergi dengan rasa malu dan kecewa,” ujar temanku.

Kita mungkin begitu sibuk dengan tata bahkan aturan yang membuat lembaga gereja itu bisa menyalurkan bantuan secara tepat dan transparana namun sering kita lupa menyapa sesama yang sedang kesusahan.

Kita bisa saja menolak menolong seseorang karena “tidak sesuai prosedur,” padahal hati kita tahu mereka sungguh membutuhkan.

Kita bisa memandang rendah orang lain yang gagal memenuhi aturan, tanpa pernah mencoba memahami pergumulan mereka.

Yesus menunjukkan teladan yang berbeda. Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, meski hal itu dianggap melanggar aturan.

Bagi-Nya, kebutuhan manusia lebih utama daripada sekadar ketaatan kaku. Ia mengajarkan bahwa kasih harus menjadi roh dari setiap hukum.

Tanpa kasih, aturan hanyalah huruf mati yang menjauhkan manusia dari Allah maupun dari sesamanya.

Dalam bacaan hari ini kita dengar demikian, “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?

Lalu Yesus menjawab mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?”

Yesus membuka cakrawala baru, bahwa hukum Tuhan bukan beban, melainkan jalan menuju hidup.

Yesus mengingatkan kisah Daud yang makan roti sajian ketika lapar. Roti itu secara hukum hanya boleh dimakan oleh imam, tetapi dalam situasi mendesak, Daud dan pengikutnya menerimanya sebagai penyelamatan.

Artinya, hukum Tuhan tidak dimaksudkan untuk mematikan, tetapi untuk memberi hidup.

Ksih Allah itu lebih besar daripada aturan lahiriah. Aturan ada untuk menolong manusia, bukan untuk membelenggunya.

Yesus menegaskan bahwa Ia adalah Tuhan atas hari Sabat. Dialah yang berhak menafsirkan hukum sesuai maksud semula: demi kebaikan manusia.

Kita dipanggil untuk hidup tidak hanya menurut aturan, tetapi melampauinya dengan kasih.
Aturan dapat menjadi pagar, tetapi kasih adalah jalan.

Aturan dapat menertibkan, tetapi kasih menghidupkan. Jika kita hanya berhenti pada ketaatan kaku, kita bisa melewatkan kesempatan emas untuk mengungkapkan cinta, empati, dan perhatian yang sesungguhnya dibutuhkan sesama.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah saya lebih sering berpegang pada aturan daripada mengutamakan kasih dan belas kasih?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here