Sabtu, 1 November 2025
Why. 7:2-4,9-14.
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6; 1Yoh. 3:1-3;
Mat. 5:1-12a
KETIKA dunia sering memuja kekuatan, keberanian, dan suara yang lantang, Yesus justru memuji kelemahlembutan.
Bagi banyak orang, kelemahlembutan tampak seperti kelemahan. Namun, dalam terang iman, kelemahlembutan adalah kekuatan sejati, kekuatan untuk menguasai diri, menahan amarah, dan menyerahkan segalanya pada kehendak Allah.
Orang yang lemah lembut bukan berarti pasif atau menyerah pada keadaan. Mereka tahu kapan harus berbicara dan kapan harus diam.
Mereka tidak menuntut haknya dengan kemarahan, melainkan memperjuangkannya dengan kasih.
Hati mereka terbuka untuk mendengarkan suara Tuhan dan merasakan penderitaan sesama.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Yesus berkata: Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.”
Pernyataan ini menantang logika manusia dan mengundang kita untuk melihat kekuatan dari sisi yang berbeda.
Kelemahlembutan yang dimaksud Yesus bukanlah kelemahan karakter, melainkan kekuatan yang dikendalikan oleh kasih.
Orang yang lemah lembut bukan orang yang tidak bisa marah, tetapi orang yang mampu menahan diri ketika disakiti.
Ia tidak dikuasai oleh amarah, kesombongan, atau keinginan membalas dendam. Hatinya tenang karena percaya bahwa Allah-lah pembelanya.
Yesus sendiri adalah teladan tertinggi kelemahlembutan. Ia tidak membalas ketika dihina, Ia tidak melawan ketika disalibkan.
Justru dalam kelemahlembutan-Nya itulah, Ia menaklukkan dunia, bukan dengan pedang, tetapi dengan kasih yang memulihkan.
Itulah sebabnya Ia berkata bahwa orang lemah lembut akan “memiliki bumi”, karena hanya mereka yang berhati damai yang dapat sungguh menikmati dan mewarisi dunia yang diciptakan Allah.
Kelemahlembutan juga tampak dalam diri orang-orang kudus seperti Bunda Teresa dari Kalkuta, Fransiskus dari Assisi, atau Yohanes Paulus II.
Mereka tidak berkuasa secara duniawi, tetapi hati mereka berkuasa dalam kasih. Mereka tidak menaklukkan dunia dengan kekerasan, melainkan dengan kelembutan dan pengampunan.
Hidup lemah lembut berarti menyerahkan kekuasaan diri pada Allah, percaya bahwa kehendak-Nya selalu lebih bijaksana daripada kehendak kita.
Dalam kelemahlembutan, ada damai; dalam damai, ada kebahagiaan; dan dalam kebahagiaan itu, kita menemukan Kerajaan Allah yang sejati.
Bagimana dengan diriku?
Apakah aku dan tetap lembut hati ketika disakiti atau dikritik?










































