Home BERITA Keluarga Bahagia, Mensyukuri Sakramen Perkawinan

Keluarga Bahagia, Mensyukuri Sakramen Perkawinan

0
Ilustrasi - Kehidupan keluarga. (Ist)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Kamis, 17 Februari 2022.

Tema: Allah, sumber hidupku.

Bacaan

  • Yak. 2: 1-9.
  • Mrk. 8: 27-33.

“ROMO minta waktu, besok. Kami mau meletakkan abu jenazah almarhum papi di kolumbarium.

Semoga Romo bisa. Kan Papi mengenal Romo. Papi pernah bilang ingin didoakan Romo,” tulis salah satu umat yang saya kenal kira-kira 20 tahun yang lalu.

“Baiklah. Sudah diintensikan juga dalam ekaristi.”

Mereka datang. Tapi tidak ada wajah yang begitu sedih. Semuanya malah berpakaian serba warna cerah.

Bagi saya cukup heran. Di dalam hati bertanya, kenapa mereka memakai baju berwarna cerah?

Bukankah kedukaan masih terasa? Kan, baru tiga hari yang lalu Papi meninggal. Dikremasi juga baru kemarin.

Tanpa basa-basi, kami saling menyapa. Saya mengucapkan turut berduka.

Mereka malah menjawab, “Romo sendiri juga baik-baik? Kami senang bertemu Romo lagi. Sudah lama tidak ketemu. Sekarang kita ketemu mendoakan papi ya, Romo.”

Sementara sang ibu kelihatan lelah, sedikit kuyu.

“Ma, apa kabar? Turut berduka ya Mam. Kita doa bersama kiranya papi bahagia bersama Tuhan Yesus.”

Agak kaget saya. Tiba-tiba mama memegang kedua tangan saya dengan kedua tangannya. Mama memeluk saya.

Suara lirih, saya dengar, “Romo terimakasih. Romo pernah dekat dengan kami, 20 tahun yang lalu. Sekarang kita kumpul. Kita berdoa ya Romo. Papi pasti senang karena romo yang mendoakan.”

“Mami masih ingat banyak hal yang baik yang kita bicarakan, kita nikmati ketika Romo mengunjungi rumah.”

“Iya mam.”

Rasa haru tergetar. Kami pun ber-Ekaristi.

Setelah perayaan dan peletakan guci abu di kolumbarium, kami pun pergi ke ruangan untuk sekedar minum sejenak.

“Memang sudah saya siapkan minum dan makan siang.

“Kok dijamu segala? Ngrepotin saja,” kataku.

“Kita rencana mengajak Romo makan di luar.”

“Enggak kok mam. Kita kan satu keluarga. Sekedar minum dan makan sederhana.

Mereka yang lain juga kaget. Tidak menyangka.

“Kok pakai baju yang cerah sih?”

“Nggak tahu tuh Mo. Mama bilang, ‘Tidak boleh ada kesedihan.’ Maka warna baju, warna yang cerah Mo.

“Oh… Mam malah pakai baju agak pink sih?” tanyaku dengan lembut.

“Begini Romo. Almarhum Papi kan sakitnya selama satu tahun. Mulai kerasa itu pada Pekan Suci. Jadi kami tidak ke gereja. Setahun papi stroke ringan. Masih bisa bicara, makan. Jalannya sedikit agak susah memang. Kami tak henti-hentinya berdoa memohon yang terbaik dari Tuhan.

Setahun kami tekun berdoa penyerahan. Tidak ada rasa penyesalan. Walau ada kesedihan di hati papi. Jadi kami setiap malam berdoa.

Kami mempersembahkan hidup kepada Tuhan. Kan kami sudah berumur, Romo. Anak-anak sudah pada mentas dan berrumahtangga.

Mereka sudah baik secara ekonomi. Cucu juga sudah beranjak dewasa. Jadi kami berpikir kami menyiapkan diri,” jelasnya.

Saya agak terkejut mendengar syering iman si Mami. Yang menarik semua anak-anak dan semua cucu terdiam. Tidak ada yang minum dan makan.

Semua mendengarkan mami.

“Jadinya kami hanya mau bersyukur atas keluarga, atas Sakramen Perkawinan yang telah mengikat kami menjadi satu sampai tua.

Kami berdoa dan kami percaya, Tuhan tetap menyatukan kami.

Kami pun kadang bergurau, dan berdoa, kalau boleh saat dipanggil dalam jarak yang dekat. Siapa yang dulu harus percaya, itu yang terbaik dari Tuhan. Saya pun sudah menyangka Papi dulu. Maka kami selalu berdoa, bersyukur dan berserah.

Tiga hari sebelum Papi meninggal, Papi bilang, ‘Papi dulu ya. Papi ingin siapkan tempat untuk mami.’

Saat itu saya hanya bilang, ‘Ya, Pap. Terimakasih. Kita selalu bersama,” kisahnya panjang diceritakan dengan hati riang.

“Saat itu Mami sedih ta?”

“Iya nggak sih Mo. Kami sudah bertekad ingin selalu bersama. Maka doanya supaya tidak dalam waktu yang lama kami dipisahkan.”

“Apa yang membuat mami punya iman seteguh itu?”

“Kan kami Katolik sejak bayi. Apalagi sekarang, semua: anak-menantu-cucu sudah Katolik. Lega dan damai, Mo.”

Aku terdiam dan bangga atas iman mereka.

Yakobus berkata, “Allah memilih orang-orang dan menjadikan kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikan-Nya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.” ay 5

Petrus menjawab, “Engkau adalah Mesias.” ay 29b. Tuhan, aku bersyukur dan percaya, Engkaulah asal dan sumber hidupku. Amin.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version