Kepada Guru Besar Baru Prof Sylvia Purba: Fokuslah pada Hari Nurani, Bukan Sekedar Pikiran

0
6 views
Guru Besar baru Unika Atma Jaya Jakarta Prof Sylvia Diana Purba (kiri) dan Prof. Sylvia. (Unika Atma Jaya)

DI Yustinus Ballrom, Kampus Semanggi, suasana pagi itu (22/10) terasa penuh rasa syukur. Para civitas akademika dan tamu undangan duduk khidmat ketika nama Prof. Sylvia Diana Purba disebut sebagai Guru Besar baru Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Tepuk tangan bergema sebagai bentuk apresiasi atas perjalanan panjang seorang pendidik yang telah mengabdi lebih dari tiga dekade di Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Sebuah capaian, sebuah awal

Prof. Laura Sudarnoto selaku Ketua Dewan Profesor Atma Jaya (DPAJ) menekankan bahwa pengukuhan Guru Besar itu bukan tentang gelar, jabatan, atau prestise akademik, melainkan tentang kerendahan hati, kepedulian, dan pelayanan.

“Pencapaian sebagai Profesor bukanlah titik akhir dari perjuangan sebagai dosen,” ujar Prof. Laura, “melainkan titik awal perjuangan baru untuk berperan lebih besar bagi prodi, fakultas, dan universitas—dengan kontribusi nyata dalam pengembangan keilmuan, kepedulian sosial, dan pelayanan yang dilandasi kemurahan hati.”

Prof. Laura mengingatkan, menjadi profesor tidak berhenti pada kemampuan intelektual, melainkan harus dihidupi dengan nilai kemanusiaan. Ia menegaskan bahwa ilmu dan jabatan yang tinggi seharusnya semakin menumbuhkan rasa empati.

“Tirulah ilmu padi,” katanya, “semakin berisi semakin menunduk, semakin tinggi jabatan semakin berbelas kasih.”

Orasi ilmiah Guru Besar Unika Atma Jaya Jakarta: Prof. Sylvia Diana Purba (Ping)

Menjadi inspirasi dan teladan

Pesan ini terasa begitu relevan di tengah dunia akademik yang sering dihadapkan pada tekanan publikasi dan pencapaian kuantitatif. Bagi komunitas Atma Jaya, pengukuhan Guru Besar selalu dimaknai bukan hanya sebagai puncak karier akademik, tetapi juga sebagai awal dari babak baru pelayanan dan keteladanan.

Prof. Sylvia menjadi profesor ke-31 yang lahir dari komunitas Unika Atma Jaya dan anggota ke-37 dalam Dewan Profesor Atma Jaya. Sepanjang tahun ini –sampai Oktober 2025- UAJ telah mengukuhkan enam Guru Besar dari berbagai disiplin ilmu—sebuah bukti komitmen Atma Jaya dalam menumbuhkan ekosistem akademik yang kuat dan berdaya saing global.

Rektor Unika Atma Jaya Prof. Yuda Turana turut menyampaikan apresiasi dan harapan agar keteladanan Prof. Sylvia dapat menjadi inspirasi bagi sivitas akademika.

“Semoga dengan gelar baru sebagai Guru Besar, Prof. Sylvia dapat senantiasa memberikan teladan dan semangat bagi kita semua untuk memajukan Unika Atma Jaya melalui prestasi akademik di tingkat nasional dan global,” ungkapnya.

Dari riset ke refleksi: makna keberlanjutan

Dalam orasi ilmiahnya berjudul Menjaga Employee Sustainability: Implementasi Sistem Kerja Hibrida dalam Meningkatkan Komitmen Millenial dan Gen Z, Tantangan dan Peluang, Prof. Sylvia mengangkat isu keberlanjutan dalam dunia kerja modern.

Ia menyoroti bagaimana sistem kerja hibrida bukan hanya solusi praktis pascapandemi, tetapi juga strategi jangka panjang untuk menjaga kesejahteraan dan komitmen lintas generasi.

“Kerja hibrida bukan sekadar tren,” tegasnya, “melainkan strategi berkelanjutan untuk menjaga kesejahteraan, komitmen, dan keberlanjutan karyawan lintas generasi.”

Penelitiannya menunjukkan bahwa sistem kerja hibrida berperan penting dalam membentuk employee sustainability—sebuah konsep yang menyatukan keseimbangan antara produktivitas, kesehatan mental, dan tanggungjawab lingkungan. Melalui pengurangan stres, polusi, serta konsumsi energi, model ini berkontribusi pada green human resource management, memperluas makna keberlanjutan dari individu ke organisasi, bahkan ke alam semesta.

Menjadi profesor yang berbelas kasih

Ketua DPAJ menutup sambutannya dengan harapan: bahwa menjadi profesor berarti menjadi pelayan ilmu pengetahuan bagi sesama. Gelar profesor adalah panggilan untuk berbagi pengetahuan dengan kemurahan hati, membimbing generasi muda, dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan di tengah arus globalisasi yang seringkali meniadakan dimensi moral.

Maka tiap pengukuhan guru besar diharapkan bukan sekedar upacara kemegahan. Acara ini adalah simbol untuk menghidupi nilai-nilai Atma Jaya: Kristiani, Unggul, Peduli, dan Profesional (KUPP).

Selain mengembangkan ilmu pengetahuan, memiliki kepedulian sosial pada lingkungan dan masyarakat yang membutuhkan khususnya option for the poor, serta melayani dengan tulus dan sukacita.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here