Lectio Divina 12.8.2025 – Prioritas Pertama dan Utama: Yang Kecil

0
29 views
Jikalau engkau tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil, by ByzantineImage

Selasa. Minggu Biasa XIX, Hari Biasa (H)

  • Ul. 31:1-8
  • Mazmur Tanggapan: Ul. 32:3-4a.7-9.12
  • Mat. 18:1-5.10.12-14

Lectio

1 Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya, “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” 2 Yesus memanggil seorang anak kecil, menempatkannya di tengah-tengah mereka 3 dan berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.

4 Oleh sebab itu, siapa saja yang merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga. 5 Siapa saja yang menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.

10 Ingatlah, jangan menganggap rendah salah seorang dari yang kecil ini. Sebab, Aku berkata kepadamu: Malaikat mereka di surga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di surga.

12 Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya tersesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan pergi mencari yang tersesat itu?

13 Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak tersesat. 14  Demikian juga Bapamu yang di surga tidak menghendaki salah seorang dari yang kecil ini hilang.”

Meditatio-Exegese

Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau

Musa sadar bahwa ia sudah di ambang akhir hidup, saat ia berusia 120 tahun. Angka itu tidak dibaca sebagai hitungan angka, tetapi menunjukkan ia sudah sangat renta dan tidak lagi bisa memimpin bangsa itu masuk ke tanah yang dijanjikan.

Allah tidak mengizinkan Musa masuk ke tanah yang tinggal sepelemparan batu dari tempatnya berdiri. Sabda-Nya, “Sungai Yordan ini tidak akan kauseberangi.” (Ul. 31:2).

Dari seberang timur Sungai Yordan, bangsa Israel seolah-olah ciut nyali saat akan memasuki tanah di seberang sungai itu. Mereka melihat kota-kota berbenteng yang kuat dan penghuni yang gagah perkasa dengan perlengkapan perang lebih lengkap dan maju.

Musa membesarkan hati umat, memulihkan semangat mereka sebelum memasuki tanah terjanji. Ia membagikan pengalamannya bahwa Allah ada di depan mereka, seperti ketika Ia membebaskan umat Israel dari Mesir. “Tuhan, Allahmu, Dialah yang akan menyeberang di depanmu dan memunahkan bangsa-bangsa itu dari hadapanmu, sehingga kamu dapat memiliki negeri mereka.” (Ul. 31:3; bdk. Kel. 13:21).

Bangsa itu tidak perlu takut karena akan dipimpin Yosua, pembantu utamanya dan pemimpin pasukan yang handal, pilihan Allah. Katanya di hadapan bangsa itu, “Adapun Yosua, dialah yang akan menyeberang di depanmu, seperti yang difirmankan Tuhan.” (Ul. 31:3).

Allah akan memperlakukan penduduk negeri itu seperti Ia mengalahkan orang Amori yang dipimpin Sihon dan orang Basan yang dikuasai Og (Bil. 21:21-35). Orang-orang yang tersisa diserahkan kepada kemurahan hati bangsa pilihan-Nya dan diperlakukan sesuai dengan perintah-Nya.  

Selanjutnya, Musa memanggil dan menguatkan hati Yosua, “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkau akan masuk bersama-sama dengan bangsa ini ke negeri yang dijanjikan Tuhan dengan sumpah kepada nenek moyang mereka untuk diberikan kepada mereka. Engkau akan memimpin mereka sampai mereka memilikinya.” (Ul. 31:7).

Akhirnya, berdasarkan pengalaman imannya, Musa menyatakan (Ul. 31:8), “Sebab Tuhan, Dialah yang berjalan di depanmu dan Dia akan menyertai engkau. Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau. Janganlah takut dan janganlah patah hati.”, Et Dominus, qui ductor tuus est, ipse erit tecum, non dimittet nec derelinquet te; noli timere nec paveas.

Jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini

Cara menghayati dan menerapkan wejangan Yesus dalam hidup pribadi dan jemaat selalu disisipkan di antara kelima khotbah panjang dalam Injil Matius. Dalam sisipan khotbah keempat tentang komunitas, disisipkan  pertanyaan para murid, “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” (Mat. 18:1).

Ketika mereka bertanya pada Yesus, Ia menanggapi dengan cara yang di luar nalar mereka. Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka.

Ia menyingkapkan bahwa mereka sebenarnya hampir-hampir tidak mampu memahami seluruh pengajaran-Nya. Gerakan-Nya menunjukkan bahwa  para murid dan jemaat menjadikan si kecil itu pusat perhatian.

Anak kecil, parvulus, adalah pribadi yang menggantungkan hidupnya pada kemurahan hati orang yang lebih dewasa. Ia mengharapkan yang lebih dewasa menjaga, melindungi, merawat dan menjamin keselamatan hidupnya tanpa pernah menaruh prasangka buruk. 

Seperti anak kecil yang bergantung pada yang dewasa, kaum kecil bergantung pada Allah. Mereka bukan hanya anak-anak, tetapi juga yang melarat, yang anggap tidak penting dan selalu disingkirkan.

Maka, Yesus menggemakan seruan pemazmur, “Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.” (Mzm 8:6).

Justru pada mereka (Mat. 18:14), ” Demikian juga Bapamu yang di surga tidak menghendaki salah seorang dari yang kecil ini hilang.”, Sic non est voluntas ante Patrem vestrum, qui in caelis est, ut pereat unus de pusillis istis.

Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini

Dalam komunitas yang dibangun Yesus, tiap anggota perlu mendahulukan pelayanan. Mereka pelayan dari para pelayan. Masing-masing merendahkan diri untuk melayani yang lain, ministrare dari kata minus, kecil.

Yesus sendiri menyamakan diri-Nya dengan yang kecil. Siapa yang menyambut yang kecil sama dengan menyambut diri-Nya sendiri. Sabda-Nya (Mat. 18:5), “Siapa saja yang menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”, qui susceperit unum parvulum talem in nomine meo me suscipit.

Allah melindungi mereka yang dianggap kecil. Ia menjadi perlindugannya (Mzm. 91:9). Dan “malapetaka tidak akan menimpamu dan tulah tidak akan mendekati kemahmu; sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.” (Mzm. 91:10-11)

Ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan dan mencari yang sesat

Gembala biasanya menghitung domba pada petang hari saat domba-dombanya akan masuk kandang. Karena memiliki sifat sosial, hidup dalam kelompok, seekor yang hilang atau tersesat pasti  segera mengalami kepanikan. Saat itulah ia diancam  pemangsa, serigala, singa, hyena atau predator lainnya.

Maka, saat dombanya hilang, suka cita di akhir saat penggembalaannya segera menjadi kecemasan. Ia pasti segera meninggalkan yang ada dikawanan, mencari, menemukan dan membawa yang hilang pulang.

Bila berhasil, ia akan mengajak seluruh komunitas bersuka cita. Demikian pula, bila seorang pendosa ditemukan dan dipulihkan hubungannya dengan Allah, seluruh isi surga akan bersukacita (Luk 15:7).

Santo Paus Yohanes Paulus II mengajar, “Sayang kita menyaksikan kerusakan moral moral yang menghancurkan umat manusia, khususnya merendahkan mereka yang sangat kecil yang dibicarakan Yesus. “Apa yang harus kita lakukan?”

Kita harus meneladan Sang Gembala Baik dan memberi diri kita seutuhnya untuk keselamatan jiwa-jiwa. Tanpa mengabaikan amal kasih dalam bentuk materi dan keadilan sosial, kita harus yakin bahwa kasih yang paling murni adalah kasih rohani, yakni: tekat kuat untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Jiwa diselamatkan melalui doa dan pengurbaban. Inilah tugas pengutusan Gereja.” (Homily to the Poor Clares of Albano, 14 Agustus 1979)

Katekese

Menjumpai terutama orang miskin, sakit, hina dan diabaikan. Paus Fransiskus, 1936-2025:

“Jika menerima dorongan perutusan ini, Gereja seluruhnya harus keluar menjumpai setiap orang tanpa kecuali. Tetapi kepada siapa Gereja pertama-tama harus pergi?

Ketika membaca Injil, kita menemukan petunjuk yang jelas: tidak terbatas pada teman-teman dan tetangga-tetangga kita yang kaya, tetapi terutama pada orang-orang miskin dan orang-orang sakit, mereka yang biasanya dihina dan diabaikan, “mereka yang tidak bisa membalasmu” (Luk. 14:14).

Tidak mungkin ada keraguan atau penjelasan yang melemahkan pesan yang sangat jelas ini. Hari ini dan selalu “kaum miskin adalah para penerima Injil yang memiliki hak istimewa,” dan pewartaan Injil yang disampaikan kepada mereka dengan cuma-cuma adalah tanda Kerajaan yang dibawa oleh kedatangan Yesus.

Kita harus menyatakan, dengan terus terang, bahwa “ada ikatan tak terpisahkan antara iman kita dan kaum miskin.” Semoga kita tidak pernah meninggalkan mereka.” (Ensiklik Sukacita Injil, Evangelii Gaudium, 48).

Oratio-Missio

Tuhan, ajarlah aku jalan kerendahan hati dan kesederhanaan agar aku menemukan sukacita dalam Engkau. Semoga terang-Mu bersinar melalui diriku agar sesama dapat melihat kebenaran dan kasih-Mu, serta menemukan damai dalam diriMu. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk mencari, menemukan dan membawa pulang yang tersesat? Atau apa yang perlu kulakukan untuk menjadi rendah hati?

qui susceperit unum parvulum talem in nomine meo me suscipit – Matthaeum 18:5

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here