Maria della Strada, Bunda Para Peziarah dan Inspirasi Pendidikan

2
87 views
Ilustrasi - Gereja Maria della Stada di Roma. (Wiki)

TAHUN 1983 menjadi awal perjumpaan saya dengan sebuah nama yang kelak memberi makna mendalam: Strada. Saat itu, saya sebagai murid pindahan dari SD Angkasa VII Halim ke SD Strada Kampung Sawah.

Perpindahan ini bukan sekadar perubahan sekolah, tetapi pintu masuk menuju pemahaman baru tentang sejarah dan spiritualitas yang mengakar dalam pendidikan di Perkumpulan Strada.

Baru kemudian saya mengetahui bahwa Strada, yang berarti “jalan” dalam bahasa Italia, merujuk pada Maria della Strada – Bunda Pelindung para peziarah, patron Jesuits, dan sumber inspirasi bagi visi pendidikan lembaga Perkumpulan Strada.

Nama ini tidak sekadar indah di telinga, tetapi sarat makna rohani yang mengundang setiap insan agar berjalan setia di jalan Tuhan.

Sejarah Maria della Strada

Sejarah Maria della Strada bermula dari sebuah gambar Perawan Maria yang dahulu berada di Gereja Santa Maria della Strada, Roma. Gereja ini dibangun di lokasi sebuah kapel kecil yang didirikan oleh keluarga Astalli pada abad ke-5 di persimpangan jalan prosesi kepausan.

Nama della Strada merujuk pada posisinya yang berada “di jalan,” menjadi pengingat bahwa Maria selalu hadir di tengah perjalanan hidup umat.

Dalam perkembangan sejarah, Paus Paulus III menyerahkan gereja ini kepada Santo Ignatius Loyola pada tahun 1540. Kemudian, pada 1568, Kardinal Alessandro Farnese membangun Gereja Gesù sebagai pusat Serikat Yesus, dan memindahkan fresco Maria della Strada ke kapel khusus tempat banyak Jesuit mengucapkan kaulnya.

Bagi Santo Ignatius, Our Lady of the Way adalah penolong dan pelindung. Ia meyakini bahwa doa dan perantaraan Maria telah menjaganya sejak masa mudanya sebagai serdadu hingga peralihannya menjadi pendiri Ordo Serikat Yesus.

Bersama Santo Fransiskus Xaverius, ia menempatkan Maria della Strada sebagai patron Jesuits – simbol dari perjalanan rohani yang penuh penyerahan diri kepada Allah dan pelayanan tanpa pamrih kepada sesama.

Dalam pengertian ini, Maria bukan hanya tokoh sejarah rohani, tetapi juga memberikan inspirasi bagi para peziarah iman. Allah bersabda, “Aku akan mengajar engkau dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku akan memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu” (Mzm. 32:8).

Sabda Allah itu, nampak jelas terwujud dalam penziarahan diri Bunda Maria sebagai pribadi yang suci.

Makna Maria della Strada terasa dekat dengan nilai-nilai yang diajarkan di sekolah-sekolah Strada. Lima kata kunci yang mencerminkan hidupnya dapat menjadi pedoman pembentukan karakter:

Pertama, totalitas dalam pelayanan, sebagaimana Maria yang menjawab panggilan Allah tanpa ragu, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk. 1:38).

Kedua, kejujuran yang tulus, lahir dari hati bersih.

Ketiga, disiplin diri yang kuat dalam menaklukkan ego, meneladani Maria yang rendah hati.

Keempat, kepedulian terhadap sesama, mengikuti teladan Maria yang bergegas mengunjungi Elisabet (Luk. 1:39-40).

Kelima, ketaatan yang dilandasi kebijaksanaan hati, seperti Maria yang “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya” (Luk. 2:19).

Filosofi

Filosofi pendidikan Strada mengajak murid-murid menjadi peziarah dalam arti sejati, yakni berjalan dalam iman, berharap, dan mengasihi.

Sama seperti para peziarah yang menempuh perjalanan panjang menuju tujuan ilahi, para murid Strada dipanggil untuk melangkah di jalan yang benar, berpegang pada sabda Tuhan: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh. 14:6). Pendidikan bukan hanya proses akademik, tetapi perjalanan pembentukan manusia seutuhnya – akal, hati, dan iman terpadu.

Ikon Maria della Strada di Gereja Gesù menjadi pengingat bahwa perjalanan hidup manusia selalu berada di bawah pandangan kasih Allah, dengan Maria sebagai ibu yang mendampingi. Di kapel tempat fresco itu berada, para Jesuit mengucapkan kaul kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan – tiga pilar yang juga menjadi teladan moral bagi pendidikan Strada.

Nilai-nilai ini mengakar bukan hanya pada tradisi Katolik, tetapi juga pada kesadaran universal bahwa manusia membutuhkan arah yang benar dalam hidupnya.

Bagi para murid, Maria della Strada mengajarkan bahwa kesetiaan pada jalan Tuhan tidak berarti perjalanan yang mudah. Justru sebaliknya, jalan itu penuh tantangan, ujian, dan godaan.

Namun, seperti tertulis: “Berbahagialah orang yang hatinya menetapkan ziarah” (Mzm. 84:6), setiap langkah menjadi berharga karena dijalani dengan iman dan tujuan yang mulia.

Pendidikan Strada membantu menanamkan semangat ini, agar murid tidak sekadar cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh secara rohani dan moral.

Pengalaman saya sebagai murid SD Strada pada masa kecil menjadi saksi bahwa nama “Strada” bukan sekadar label sekolah, melainkan identitas yang membentuk cara pandang hidup.

Guru-guru tidak melulu mengajar matematika atau bahasa, tetapi menanamkan semangat pelayanan dan kejujuran. Saya belajar bahwa menjadi “peziarah” berarti siap berjalan melampaui zona nyaman demi mencapai panggilan hidup yang lebih luhur.

Perlunya penuntun rohani dan moral

Kisah Maria della Strada juga mengandung pesan penting bagi dunia pendidikan di tengah tantangan modern: perlunya penuntun rohani dan moral di tengah derasnya arus perubahan. Pendidikan yang berakar pada nilai-nilai iman akan mampu membentuk pribadi tangguh, seperti Maria yang setia di bawah kaki salib (Yoh. 19:25).

Di sinilah Strada memposisikan diri, menjadi “jalan” yang mengantar murid menuju tujuan hidup bermakna.

Sebagai Bunda para peziarah, Maria mengingatkan bahwa setiap perjalanan hidup memerlukan keberanian, kesetiaan, dan kerendahan hati. Dalam bimbingannya, kita belajar mendengar bisikan Tuhan di tengah hiruk pikuk dunia, meneladani keteguhan hati yang menyimpan segala perkara dalam hening doa.

Seperti kata Santo Ignatius, “Carilah dan temukan Allah dalam segala hal” – suatu pesan yang sejalan dengan semangat Strada sebagai jalan menuju kebaikan sejati.

Maka, Maria della Strada bagi saya bukan hanya kisah sejarah atau ikon di Roma, tetapi simbol perjalanan pribadi dan komunitas pendidikan yang mengajak kita berjalan bersama, saling menuntun, dan setia pada jalan Tuhan.

Di setiap langkah, kita diingatkan akan sabda ini: “Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah” (Yes. 40:31).

Inilah panggilan sejati bagi setiap peziarah di jalan Tuhan – dan inilah semangat yang dihidupi sekolah-sekolah Strada hingga kini.

2 COMMENTS

  1. Bunda Maria.jadilah penuntun kami para pelayanmu di Perkumpulan Strada.semoga tuntunanmu menjadikan kami pribadi yang berpedoman pada keberanian, kesetiaan terutama kerendahan hatimu.amin

  2. Terima kasih Romo.Tulisan inspiratif agar setiap anggota Strada tetap menghayati dan menghidupi spiritualitas Bunda Maria.semoga setiap anggota Strada selalu menjadikan bunda Maria penuntun dengan meneladani keberanian,kesetiaan dan kerendahan hati.Bunda Maria,doakan kami semua.amin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here