Melayani bukan Dilayani

0
30 views
Cara berbeda melayani Tuhan

Kamis, 8 Mei 2025

Kis. 13:13-25.
Mzm. 89:2-3,21-22,25,27.
Yoh. 13:16-20

SEORANG pelayan yang sejati adalah ia yang melayani dengan hati yang tulus dan jujur.

Ketulusan adalah cerminan dari kasih yang murni, dan kejujuran adalah dasar dari kepercayaan. Dua hal inilah yang menjadi fondasi kuat dalam pelayanan yang berkenan di hadapan Tuhan.

Sering kali kita terlibat dalam berbagai bentuk pelayanan, entah di gereja, di masyarakat, atau di keluarga, dengan alasan yang tampak rohani.

Namun jauh di dalam hati, ada motivasi lain yang tersembunyi: ingin dipuji, ingin diakui, ingin dianggap lebih baik dari orang lain.

Ketika motivasi tersembunyi ini menguasai, sesungguhnya kita tidak sedang melayani Tuhan, melainkan sedang melayani ego kita sendiri.

Ini adalah bentuk kemunafikan yang amat halus, namun sangat merusak.

Pelayanan tanpa ketulusan adalah pelayanan yang penuh kepura-puraan. Ia mungkin mengesankan di mata manusia, tetapi hampa di mata Tuhan.

Ketika pelayanan menjadi sarana mencari kemuliaan diri, saat itu pula kita telah mengangkat tumit terhadap Dia yang telah mempercayakan pelayanan itu kepada kita.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.”

Yesus melakukan sebuah tindakan yang sangat menggetarkan hati. Ia, Sang Guru dan Tuhan, mengambil posisi seorang hamba dan membasuh kaki para murid-Nya.

Ini bukan sekadar tindakan simbolik. Ini adalah pernyataan kasih yang konkret dan pelajaran mendalam tentang kerendahan hati serta semangat melayani.

Tindakan membasuh kaki dalam budaya saat itu adalah pekerjaan seorang budak, bukan seorang pemimpin, apalagi seorang Guru.

Namun Yesus membalikkan nilai dunia. Ia mengajarkan bahwa kemuliaan sejati bukanlah dalam dilayani, melainkan dalam melayani.

“Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya,” artinya, jika Yesus sebagai Tuhan rela merendahkan diri, bagaimana mungkin kita sebagai murid-Nya merasa terlalu tinggi untuk melayani sesama?

Membasuh kaki berarti hadir bagi sesama dalam kerendahan hati. Kadang itu berarti memaafkan yang bersalah, memahami yang lemah, mengulurkan tangan bagi yang terjatuh.

Semua itu, kita lakukan bukan untuk dilihat, tapi sebagai ungkapan kasih kepada Kristus yang terlebih dahulu melayani kita.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku bersedia merendahkan hati untuk menjadi hamba bagi sesama, terutama saat tidak ada yang melihat?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here