DALAM dunia penjualan, kita diajari bahwa “Ya” adalah segalanya.
- Kata “Ya” dikejar, dikepung, bahkan dipaksa keluar dari mulut pelanggan.
- Sementara “Tidak” diperlakukan seperti musuh besar yang harus dihindari.
Padahal, kata “Ya” bisa saja kosong makna – sekadar basa-basi, jawaban sopan atau bahkan cara halus untuk menunda penolakan.
Sedangkan kata “Tidak”, meski terdengar tajam, sering kali adalah bentuk kejujuran yang paling murni.
Di balik “Tidak”, ada ruang untuk memahami, mendengar lebih dalam, dan membangun kesepakatan yang nyata.
Jadi, apakah kata “Ya” selalu berarti kemenangan?
Belum tentu.
Kadang kemenangan sesungguhnya justru lahir dari keberanian menerima “Tidak”,
dan menjadikannya pintu menuju dialog yang lebih jujur.
Tjoretan tipis, makna manis.
Simpan jika berkesan. Sebar kalau terasa berguna
Jusuf Goen