Home BERITA Membangun Rumah

Membangun Rumah

0
Ilustrasi: Rumah ibadat Stasi Sotek tahun 1997. (dok. Liem Tjay)

Puncta 03.11.21
Rabu Biasa XXXI
Lukas 14: 25-33

KALAU kita ingin membangun rumah, kita sudah berhitung-hitung dulu seberapa cukup modal untuk dapat menyelesaikannya.

Jangan sampai kita hanya bergantung pada modal mertua atau pinjam di bank. Ya kalau kita bisa melunasinya, kalau tidak?

Hanya akan jadi beban seumur hidup.

Semua diperhitungkan secara matang; mencari tukang yang baik, mengumpulkan bahan-bahan yang berkualitas, bahkan mencari waktu atau hari yang tepat untuk memulainya.

Biasanya juga ada ritual “slametan” atau berdoa mohon keselamatan dan kelancaran selama membangun rumah.

Orang yang mampu mengawali dengan niat baik, pasti akhirnya juga akan berhasil baik. Tetapi kalau awalnya tidak baik, pada akhirnya bisa gagal.

Bisa diambil contoh misalnya, proyek pembangunan di Hambalang yang akhirnya gagal, pasti pada awalnya ada yang kurang beres.

Dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan dan penyelewengan. Akibatnya bangunan tidak selesai dan mangkrak ditumbuhi rumput ilalang.

Mengikuti Yesus juga ada “hitung-hitungannya.” Orang harus bisa mengukur dirinya. Kalau dia tidak siap untuk berkorban dan memanggul salib, dia tidak akan mampu mengikuti Yesus menjadi murid-Nya.

Orang harus berani mengutamakan Yesus dan meninggalkan yang lain demi Kerajaan Allah.

Membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya dan bahkan nyawanya sendiri itulah tuntutan mutlak menjadi murid Yesus.

Ikatan relasi emosional harus dinomorduakan. Yang lebih diutamakan adalah Yesus.

Jadi tidak semudah membalik tangan atau sebatas membaca Credo saja.

Ketika dia mengikuti Yesus, bisa jadi dia akan ditinggalkan kawan-kawannya, disingkirkan, kehilangan pekerjaan, dipersulit, tidak diberi proyek atau jabatan.

Ikut Yesus tidak akan mendapat kemudahan tetapi akan menghadapi salib kesulitan.

Untuk itulah maka harus dipikirkan masak-masak, seperti orang yang mau mendirikan rumah tadi.

Maka kalau orang mau dibaptis harus mengikuti masa katekumenat yang lama, harus dipersiapkan secara seksama.

Jika kita masih punya kelekatan-kelekatan dengan orangtua, saudara, istri-suami dan anak-anak mungkin kita belum sepenuhnya mengandalkan Yesus.

Syarat atau tuntutan menjadi murid Yesus memang berat. Kita harus berani meninggalkan segala sesuatu dan hanya percaya pada Tuhan saja.

Sudah siapkah kita mengorbankan segalanya demi menjadi murid-Nya?

Jangan dilihat seberapa beratnya berkurban, tetapi lihatlah rahmat anugerah yang akan kita terima dari pengorbanan itu. Tidak ada bandingannya.

Mari kita perjuangkan.

Pergi ke Bali naik kapal.
Bersandar sebentar di pelabuhan.
Mengikuti Yesus harus total.
Berani berkorban demi keselamatan.

Cawas, aku murid-Nya….

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version