
Pengantar Redaksi
Dalam beberapa tahun terakhir ini, Keuskupan Agung Jakarta melalui lembaga Komisi Kateketik KAJ merilis program pengajaran untuk para katekis ASN dan Non-ASN di sejumlah paroki di wilayah reksa pastoral Keuskupan Agung Jakarta.
Apa itu Cath Class?
Nama program pengajaran ini adalah Cath Class alias “Catholic Class” dengan para pengajar diambil dari mereka yang pernah belajar dan menyelesaikan studi bidang teologi – apakah itu level S-1 atau S-2.
Para pengajar Program “Cath Class” ini boleh dibilang para sukarelawan yang bersedia meluangkan waktunya untuk pergi “ke mana saja” diutus oleh Komisi Kateketik KAJ. Mereka ini diutus mengampu tugas pelayanan mengajar para katekis di paroki-paroki yang selama ini sudah “menyediakan” waktu dan tempat untuk keberlangsungan Program “Cath Class” ini.

Evaluasi-refleksi dan rekoleksi bersama
Hari Sabtu-Minggu tanggal 30-31 Agustus pekan lalu, sejumlah pengajar Program “Cath Class’ KomKat KAJ mengikuti sesi refleksi dan rekoleksi bersama di Wisma Samadi Klender, Jakarta Timur.
Bersama Ketua Komisi Kateketik KAJ Romo Carolus Putranto Pr alias Romo Uut -kini Pastor Rekan di Gereja St. Laurentius Paroki Alam Sutera, Serpong, Tangerang- para pengajar Program “Cath Class” mengolah pengalaman pelayanan bersama ini. Dikerjakan dalam terang iman disertai sikap rendah hati untuk melakukan koreksi dan berbagai perbaikan demi semakin baik dan bermutunya kinerja pelayanan mereka mengampu tugas pengutusan menjadi tenaga pengampu Program “Cath Class”.
Disiapkan dengan serius demi hasil yang lebih baik lagi
Sesi evaluasi dan refleksi ini dengan sangat baik dipersiapkan oleh Frans Widiyanto dan Agustinus Purwanto – dua tokoh Program “Cath Class” yang telah malang melintas dalam aksi gerakan pelayanan pengajaran iman selama empat tahun terakhir ini.
Berikut ini sejumlah catatan dan penggalan hasil refleksi-evaluasi dan rekoleksi yang berlangsung dengan aman dan lancar di tengah sedikit “kecemasan” mengikuti hari-hari penuh ketegangan di seluruh kawasan Jabodetabek karena terjadi ekses demo massal damai yang kemudian dengan cepat berubah menjadi aksi kekerasan.
————————

Menjadi Alat Tuhan untuk Menebar Cinta
Terangkai kata tak mampu lukiskan rasa,
Tiap helai napas adalah syukur pada-Nya.
Kami tim kecil, dengan hati yang sederhana,
telah dipercayai-Nya, dalam ladang pelayanan mulia.
Ini bukan tugas, bukan sekadar agenda.
Ini adalah karunia dari Roh Kudus yang menyala.
Tiap tatapan mata yang haus akan Sabda
Adalah api sukacita, yang membakar di dada.
Kami bangga, karena Kau memilih kami
Menjadi alat-Mu untuk menebar cinta sejati.
Kami bahagia, penuh sukacita, tak terperi,
Melihat iman bertumbuh di setiap hati.
Terimakasih, ya Roh Kudus yang agung,
Atas kasih-Mu yang tak pernah lekang.
Dalam melayani, kami pun tak pernah kering,
Karena Engkau adalah mataair, sumber sukacita tak bertepi.
Refleksi berupa catatan-catatan di berikut ini merupakan buah hasil perjumpaan hati dengan setiap pribadi -para pengajar Program “Cath Class” yang hadir dalam sesi Rekoleksi Bersama di Samadi Klender 30-31 Agustus 2025. Masing-masing dengan caranya sendiri telah menulis beberapa coretan kesan dan refleksi pribadi terhadap pengalaman mereka selama ini ini menjadi tenaga pengampu Program “Cath Class” di sejumlah paroki di KAJ.

Dari Realitas ke Impian, dari Impian ke Pengutusan
Realitas “dwi-tunggal” sosok seorang katekis adalah menghadapi tantangan di lapangan, namun juga mengalami sukacita mengampu tugas pelayanan mengajar iman kristiani di tengah umat paroki. Jadi, katekis mengalami sekaligus tantangan dan rasa bahagia.
Ungkapan perasaan setiap katekis para pengampu Program “Cath Class” ini adalah perasaan campur-baur antara ditantang untuk tetap tekun dan setia mengampu tugas pengajaran di tengah kelelahan fisik pasca pekerjaan harian, menerima kenyataan di tengah suasana lalu lintas di seluruh sudut Jakarta yang sering kali “acak kadut” karena macet parah, risiko kecelakaan di jalanan.
Meski demikian, setiap kali mengalami perjumpaan dengan audiens para katekis parokial dan non-parokial – apakah itu katekis ASN maupun Non-ASN- maka yang dialami oleh para pengampu pengajaran ini adalah perasaan ditantang, bahagia, senang, bangga, sekaligus bersyukur.
Lantaran, pelayanan ini dilakukan dengan sepenuh hati, bertanggungjawab, profesional karena mempersiapkn diri sepenuh hati dengan “banyak belajar” sana-sini agar bahan presentasi mudah dimengerti dan dibawakan dengan menarik sehingga audiens pendengar merasa tidak bosan mendengarkan sesi-sesi pengajaran iman kristiani ini.
Itulah fakta di lapangan yang juga mencerminkan sebuah realitas paradoksal yang secara mendalam bersifat
teologis. Hidup seorang pewarta iman -setiap katekis- selalu berada dalam tegangan antara “salib” yang ditandai dengan pengurbanan dalam banyak hal dan “kebangkitan” di mana rasa dan pengalaman sukacita tumbuh dalam setiap sesi perjumpaan dengan sesama katekis di arena paroki; melalui forum pengajaran Program “Cath Class”

Mengolah tantangan
Tantangan di lapangan saat mengampu tugas pengajaran Program “Cath Class” ini bukan merupakan sebuah beban yang mematikan. Jauh dari itu, ini merupakan sebuah panggilan personal untuk bertumbuh menjadi orang Katolik yang peduli kanan-kiri. Juga memberi atensi serius pada pengajaran iman kristiani kepada audiens sesama katekis di paroki atau tempat lain yang “haus” dan ingin mengerti lebih dalam lagi tentang:
- Sejarah Gereja.
- Ajaran-ajaran Bapa Gereja.
- Dokumen-dokumen Konsili dan para Bapa Suci.
- Sakramen-sakramen.
- Pernak-pernik “masalah” yang muncul dalam hidup menggereja dan bermasyarakat.
Menurut kacamata filosofis, mengalami tantangan justru merupakan medan di mana semua nilai kebajikan (virtue) bisa diretas dan dibentuk agar pribadi para katekis itu mengalami transformasi diri.
Secara teologis, menerima tantangan dan mengolahnya sebagai “batu pijakan” untuk berubah menjadi lebih baik lagi merupakan sebuah bentuk berpartisipasi dalam sejarah penderitaan salib Kristus. Ini sungguh merupakan sebuah proses pemurnian yang menuntut kerendahan hati, ketekunan, dan keberanian.

Mengalami sukacita dan bahagia
Kebahagiaan, kegembiraan, dan syukur. Tiga perasaan ini merupakan buah dari Roh Kudus.
Para katekis pengampu Program “Cath Class” Komisi Katekese KAJ ini mensyeringkan, meskipun dalam pergumulan, ada kehadiran ilahi yang menopang. Kebahagiaan seorang katekis bukan berasal dari keberhasilan membawakan bahan atau materi pengajaran iman kristiani.
Lebih dari itu, sumber rasa sukacita itu berasal dari kesadaran bahwa masing-masing merasakan diri telah ikut berpartisipasi dalam “karya keselamatan” Allah.
Melalui praktik-praktik pengajaran iman kristiani yang dibeberkan secara serius dan berkelanjutan itu, setiap pengampu Program “Cath Class” mengalami diri mereka ikut membawa teman-teman katekis di paroki mendalami ajaran iman kristiani secara benar dan lebih mendalam.
Pada gilirannya nanti, mereka juga melakukan “karya mulia” yang sama terhadap audiens mereka masing-masing di paroki: para katekumen, bina iman anak dan remaja, para calon baptis dewasa, dan lainnya.
Ini adalah kebahagiaan sejati yang bersumber dari anugerah kesempatan boleh melayani umat dalam bentuk partisipasi pengajaran iman; bukan dari usaha semata.

Visi Kenabian: Mimpi yang menggerakkan
Mimpi-mimpi para katekis terhadap Komisi Katekese KAJ -berharap mampu menjadi seorang pewarta sejati, merasa sehati dengan lainnya, bersemangat militan dalam mengolah dan membeberkan ajaran-ajaran iman kristian, memberdayakan teknologi komunikasi digital dan berkelanjutan- semua ini menggambarkan sebuah visi kenabian.
Visi ini melampaui keadaan saat ini dan menunjuk pada apa yang seharusnya.
Pewarta dan Saksi: Inti dari mimpi ini adalah panggilan untuk menjadi corong Kabar Baik. Ini bukan sekadar penyampaian informasi, melainkan tindakan menjadi saksi hidup dari Injil.
Seorang katekis yang bersaksi adalah pribadi yang hidupnya sendiri menjadi “kabar baik” bagi sesama.
Militan dan Bercahaya: Kata “militan” di sini harus dimaknai dalam konteks perjuangan rohani, bukan kekerasan. Ini adalah semangat yang gigih, penuh komitmen, dan pantang menyerah dalam mewartakan Kristus.
“Bercahaya” adalah konsekuensi alami dari semangat militan yang dipenuhi Roh Kudus; seorang katekis tidak hanya memancarkan cahaya Kristus, tetapi juga menjadi terang yang menerangi jalan bagi orang lain.

Berbagi dan Sehati: Ini adalah mimpi tentang persekutuan. Teologi Persekutuan (Koinonia) menegaskan bahwa iman tidak dapat dihidupi secara individual.
Mimpi para katekis adalah mewujudkan Komkat KAJ sebagai komunitas yang sehati, di mana mereka dapat saling menguatkan dan berbagi karunia rohani, sehingga mereka dapat menjadi representasi nyata dari Tubuh Kristus.
Digital dan Berkelanjutan: Ini adalah visi yang melihat ke depan, memahami bahwa misi pewartaan harus relevan dengan zamannya. Menggunakan media digital adalah sebuah keharusan, namun tujuannya adalah keberlanjutan.
Ini adalah visi yang tidak hanya berfokus pada hasil instan, tetapi juga pada pembentukan sistem dan generasi baru yang akan meneruskan karya pewartaan ini dari waktu ke waktu.
Jalan keterlibatan: etika dan spiritualitas dalam aksi
Cara-cara yang ingin diwujudkan oleh para katekis -terlibat, komitmen, doa, berani, belajar, konsisten, tekun, dan rendah hati- adalah cerminan dari etika dan spiritualitas Kristiani yang mendalam. Ini adalah jawaban konkret terhadap panggilan
mereka.
Keterlibatan dan Komitmen: Ini adalah dasar dari segala sesuatu. Tanpa keterlibatan aktif dan komitmen yang teguh, mimpi hanyalah angan-angan. Ini adalah partisipasi dalam karya keselamatan Allah, sebuah respons pribadi atas anugerah yang telah diterima.

Doa dan Kerendahan Hati: Doa adalah nafas dari setiap misi kateketik. Doa bukan hanya permohonan, melainkan sebuah dialog yang menempatkan kita dalam relasi yang intim dengan Allah, sumber dari segala kekuatan.
Kerendahan hati adalah sikap yang mengakui bahwa kita adalah instrumen, bukan pemilik dari karya ini. Ini adalah kesediaan untuk membiarkan Tuhan berkarya melalui kita.
Belajar dan Kompak: Belajar adalah tanda dari kerendahan hati intelektual. Seorang katekis sejati tidak pernah berhenti belajar, baik dari Kitab Suci, ajaran Gereja, maupun pengalaman.
Kompak adalah manifestasi dari persatuan dalam visi
dan misi, sebuah bukti dari kesatuan hati yang telah mereka impikan.
Konsisten dan Tekun: Ini adalah kebajikan (virtue) yang diperlukan untuk menghadapi tantangan. Konsistensi dan ketekunan adalah bukti dari kesetiaan, sebuah karakter yang dibentuk oleh disiplin rohani.
Refleksi ini menunjukkan bahwa Team Support Komkat KAJ tidak hanya berurusan dengan tugas-tugas pengajaran saja. Lebih dari itu tim kecil ini juga menjadi ruang perjumpaan di mana para katekis dapat hidup dalam “tegangan” suci antara perjuangan dan sukacita, mengolah visi kenabian menjadi aksi konkret, dan mengikat semua itu dalam jaringan doa dan
persekutuan.
Ini adalah sebuah pergerakan yang berakar pada semangat Injil, di mana setiap tantangan adalah kesempatan untuk bertumbuh, setiap mimpi adalah panggilan untuk bertindak, dan setiap tindakan adalah doa yang hidup
kebanggaan setiap katekis: “Anugerah Ilahi yang menjadi jalan hidup – Dari Ego ke Anugerah.” (Berlanjut)