DI ruang gereja, setelah misa, Romo Blasius menemui tiga kakak beradik: Shinta, suka baca dan berpikir kritis, Veronica, penuh imajinasi, dan Patrick, suka berfikir logis dan praktis.
Romo Blasius: Nah, kalian tadi bilang ingin diskusi soal iman. Apa yang kalian ingin tahu?
Shinta: Romo, saya baru baca kisah Santo Fransiskus dari Assisi. Saya kok penasaran, dari mana gelar Santo dan Santa itu? Apa sudah ada sejak zaman Yesus?
Veronica: Iya, Romo. Kenapa ada Santo yang jadi pelindung tertentu? Santa Lusia untuk penderita mata, Santo Christopher,untuk pelindung pelancong. Kok bisa gitu?
Patrick: Aku pun bingung, Romo. Katanya kita cuma menyembah Tuhan, tapi kok banyak orang Katolik berdoa lewat Santo, Santa? Apa itu benar?”
Pastor Blasius: Wah, pertanyaan luar biasa. Kita mulai dari awal. Dalam Gereja Perdana, istilah orang kudus (saints) sebenarnya ditujukan untuk semua orang yang dibaptis dan hidup dalam Kristus. Dalam Kisah Para Rasul 9:13, Ananias menyebut umat Kristen sebagai “orang-orang kudus-Mu di Yerusalem.” Jadi awalnya, semua umat beriman disebut kudus karena bersatu dengan Kristus yang kudus.”
Shinta: Jadi, bukan cuma orang yang meninggal dan diakui suci?
Pastor Blasius: Benar. Tapi kemudian, ketika banyak umat mati sebagai martir karena iman mereka, Gereja mulai menghormati mereka secara khusus. Hari kematian mereka disebut dies natalis ‘hari lahir ke surga.’ Gereja percaya mereka telah bersatu dengan Allah dan dapat jadi pendoa syafaat bagi kita di bumi.
Seiring waktu, penghormatan ini diperluas kepada mereka yang hidup suci, bukan hanya martir. Lalu, untuk menjaga keaslian dan kebenaran iman, Gereja menetapkan proses resmi kanonisasi.
Veronica: Terus, gimana orang bisa diangkat jadi Santo atau Santa?
Pastor Blasius: Melalui tiga tahap utama.
- Hamba Allah (Servus Dei) — Gereja mulai menyelidiki hidupnya.
- Beato atau Beata (Yang Berbahagia), setelah terbukti menjalani kebajikan secara heroik dan ada satu mukjizat karena doanya.
- Santo atau Santa, setelah satu mukjizat lagi terjadi sesudah beatifikasi.
Paus kemudian secara resmi menyatakan bahwa orang itu berada di Surga dan layak dihormati secara universal. Ini bukan hanya penghormatan, tapi juga pengakuan iman Gereja bahwa rahmat Allah benar-benar bekerja dalam hidup manusia (Congregation for the Causes of Saints, 2017).
Patrick: Tapi Romo, kita diajarkan hanya menyembah Allah. Bukankah berdoa kepada Santo itu seperti menyembah mereka?
Pastor Blasius: Pertanyaan bagus. Gereja membedakan antara:
- Latria: penyembahan sejati, hanya bagi Allah Tritunggal.
- Dulia: penghormatan bagi para Santo dan Santa.
- Hyperdulia: penghormatan khusus bagi Bunda Maria sebagai Ibu Allah.
Jadi, ketika kita berdoa kepada Santo, kita tak menyembah mereka, tapi minta doa mereka, seperti kita minta teman mendoakan kita. Mereka adalah bagian dari Communio Sanctorum, Persekutuan Para Kudus, yang berarti Gereja di bumi, di Surga, dan di Api Penyucian saling terhubung dalam kasih Kristus (Katekimus Gereja Katolik KGK, no. 956).
Patrick: Jadi mereka bukan pengganti Yesus?
Pastor Blasius: Bukan. Tertulis di 1 Timotius 2:5, “Yesus adalah Pengantara Tunggal”. Tetapi sebagai anggota Tubuh Kristus, kita boleh saling menolong dalam doa. Para Santo Santa justru membantu kita mendekat kepada Kristus.
Shinta: Kalau begitu, Romo, apa makna Santo-Santa bagi kita sekarang?
Pastor Blasius: Mereka adalah bukti hidup bahwa kekudusan itu mungkin. Mereka bukan malaikat, melainkan manusia yang pernah bergumul dengan dosa, seperti kita. Santo Agustinus pernah hidup liar, tapi berbalik karena rahmat Allah. Santo Petrus menyangkal Yesus, tapi kemudian jadi batu karang Gereja.
Artinya kekudusan bukan untuk orang sempurna, tapi untuk orang yang mau bertobat dan mencintai. Mereka menunjukkan bahwa menjadi kudus bisa diwujudkan di setiap profesi dan zaman, entah sebagai guru, pekerja, pelajar, atau ibu rumahtangga.
Veronica: Jadi mereka seperti ‘mentor iman’ kita?
Pastor Blasius: Persis! Ibrani 12:1 menyebut mereka sebagai ‘awan saksi’ yang mengelilingi kita. Mereka bukan hanya contoh, tapi rekan seperjalanan yang mendoakan kita agar setia dalam panggilan kita sendiri.
Jadi, tiap kali kalian melihat patung atau membaca kisah Santo, ingat: mereka adalah teman dan inspirasi. Gereja mengundang kita semua untuk hidup kudus, seperti tertulis dalam Lumen Gentium no. 40: “Semua orang beriman, dari segala keadaan hidup, dipanggil oleh Tuhan menuju kesempurnaan kasih.”
Mungkin, satu hari nanti, salah satu dari kalian akan jadi Santo atau Santa baru, bukan karena mukjizat besar, tapi karena hidup yang setia dan penuh kasih.
Veronica, antusias: Wah, Romo, semoga begitu.
Shinta & Patrick: Amin.
Pastor Blasius: Baik, mari kita berdoa: “Santo dan Santa di Surga, doakan kami agar setia dan berani menjadi kudus seperti kalian. Amin.”











































