Menjadi Pewarta Gembira, Pengalaman SOMA 70 Mahasiswa STP St. Bonaventura Medan

0
66 views
70 mahasiswa Sekolah Tinggi Pastoral (STP) Santo Bonaventura Medan mengikuti program SOMA (School of Missionary Animators-Animatris), 1-3 Mei 2025. (STP St. Bonaventura Medan)

PADA awal Mei 2025, tepatnya tanggal 1-3, kegiatan SOMA (School of Missionary Animator-Animatrice) dilaksanakan di Aula Sekolah Tinggi Pastoral (STP) St. Bonaventura Keuskupan Agung Medan. Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa dan mahasiswi semester empat.

SOMA merupakan pelatihan yang bertujuan membentuk para pewarta muda agar siap mewartakan Injil secara sederhana, kreatif, dan penuh semangat pelayanan.

70 peserta

Para peserta mengikuti kegiatan ini dengan antusias, karena menjadi bagian dari proses pembekalan mereka sebelum terjun langsung ke lapangan pastoral, khususnya dalam pelayanan anak dan remaja di stasi.

Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 70 mahasiswa dan mahasiswi dari semester IV, yang sedang berada pada tahap pembentukan penting dalam perjalanan mereka menjadi katekis dan guru agama Katolik.

Dalam proses formasi yang dijalani selama empat tahun, semester empat sering kali menjadi titik tolak di mana teori-teori yang dipelajari mulai bersinggungan langsung dengan pengalaman pastoral yang nyata.

SOMA hadir sebagai jembatan antara dunia akademik dan dunia pelayanan konkret. Di sanalah mereka diajak untuk menghidupi panggilannya secara utuh: dengan hati, pikiran, dan tindakan.

Diawali dengan Ekaristi

Sejak hari pertama, suasana kebersamaan dan spiritualitas sudah begitu terasa. Kegiatan ini dibuka secara liturgis dengan Misa Pembukaan, yang dipimpin oleh seorang imam pendamping dari STP sekaligus pakar Kitab Suci: Pastor Paulus Halek Bere S.S.L.

Perayaan Ekaristi ini bukan sekadar simbol formalitas pembuka, melainkan sebuah penyerahan diri secara penuh kepada rahmat Tuhan, yang akan menyertai setiap dinamika kegiatan.

Doa-doa yang dipanjatkan dalam Perayaan Ekaristi ini menjadi titik berangkat rohani seluruh peserta agar setiap proses, percakapan, dan pengalaman selama SOMA benar-benar menjadi sarana pertumbuhan dan peneguhan dalam panggilan mereka sebagai pewarta Injil.

Setelah misa, para peserta berkumpul dalam aula utama untuk mengikuti pengantar kegiatan. Panitia menjelaskan bahwa SOMA bukan sekadar pelatihan teknis, melainkan formasi jiwa pewarta mereka yang membawa kabar sukacita Injil dengan cara yang kreatif, sederhana, dan menyentuh hati.

Kegiatan ini didesain dengan pendekatan learning by doing, di mana peserta tidak hanya menerima materi secara pasif, tetapi dilibatkan dalam simulasi, permainan, diskusi, kerja kelompok, dan aksi kreatif yang menantang.

Progam pelatihan SOMA bagi 70 mahasiswa Sekolah Tinggi Pastoral Santo Bonaventura Medan, 1-3 Mei 2025. (STP St. Bonaventura)

Para narasumber

Tiga orang narasumber dihadirkan secara khusus dalam kegiatan ini. Mereka bukan hanya berpengalaman dalam pelayanan pastoral, tetapi juga memiliki kepekaan mendalam dalam mendampingi generasi muda dan anak-anak.

Romo Yos, seorang imam yang telah lama terlibat dalam karya kerasulan anak dan remaja, menjadi pembicara utama dalam sesi spiritualitas pewartaan. Dengan gaya yang ramah namun mengena, Romo Yos menekankan pentingnya kerendahan hati dan sukacita sebagai roh dalam pelayanan.

“Pewarta itu bukan orang hebat,” ujarnya dalam salah satu sesi, “tetapi orang yang mampu menghadirkan kasih Allah lewat hal-hal sederhana.”

Hadir juga Pak Anton, seorang praktisi animasi pastoral yang sudah malang melintang dalam kegiatan anak dan remaja di berbagai keuskupan. Ia membawakan sesi mengenai pendekatan kreatif dalam pewartaan, khususnya bagi anak-anak SEKAMI.

Dengan demonstrasi langsung, Pak Anton mengajarkan berbagai metode seperti lagu dan gerak, permainan edukatif, hingga ice breaking yang dapat digunakan saat Weekend Pastoral. Peserta tampak antusias, bahkan beberapa mencatat gerakan dan lirik lagu dengan penuh semangat. Bagi banyak peserta, sesi ini menjadi inspirasi nyata tentang bagaimana pewartaan Injil bisa dibawakan dengan cara yang ceria dan menyenangkan.

Narasumber dalam pelatihan SOMA di STP Santo Bonaventura Medan. (STP St. Bonaventura Medan)

Narasumber ketiga adalah Mbak Niken, seorang fasilitator muda yang energik dan hangat.

Ia berbicara tentang pentingnya percaya diri dan komunikasi efektif dalam pelayanan. Dalam pendekatannya, Mbak Niken menekankan bahwa seorang pewarta harus terlebih dahulu mengenal dan menerima dirinya, sebelum bisa menjadi teman yang menyenangkan bagi anak-anak dan remaja.

Ia mengajak peserta untuk tampil berani, mengatasi rasa malu, dan membangun relasi yang tulus. Melalui berbagai simulasi peran dan refleksi diri, para peserta belajar membuka diri dan lebih siap menjadi figur yang membimbing, bukan menggurui.

Lima kelompok kecil

Memasuki hari kedua, suasana kegiatan menjadi lebih hidup dan penuh warna. Para peserta dibagi ke dalam lima kelompok kecil, dan masing-masing kelompok diberikan tanggung jawab untuk menciptakan karya tertentu: ada yang membuat lagu dan gerak baru dari ayat Kitab Suci, ada yang menciptakan yel-yel kelompok, ada pula yang bertugas membuat vlog dokumentasi kegiatan, pantun, dan puisi bertema misi. Aktivitas ini bukan sekadar ajang kreativitas, tetapi menjadi proses pembelajaran penting tentang kerja sama, komunikasi, dan ekspresi diri.

Dalam dinamika kelompok tersebut, peserta menunjukkan semangat luar biasa. Banyak dari mereka yang awalnya merasa ragu dan kurang percaya diri, namun perlahan mulai berani tampil, menyuarakan ide, dan mendukung satu sama lain.

Setiap tawa, sorakan, dan semangat yang terdengar selama sesi ini menunjukkan bahwa pewartaan tidak selalu harus serius dan formal tetapi dapat dilakukan dengan gembira, ringan, dan penuh kasih.

Inilah pewartaan yang “misioner”, karena keluar dari kenyamanan dan menjangkau orang lain dalam bentuk yang bisa diterima oleh hati anak-anak.

Suasana diskusi di mana segenap mahasiswa Sekolah Tinggi Pastoral St. Bonaventura Medan aktif dalam program SOMA (School of Missionary of Animator-Animatrice)

Refleksi pribadi

Pada malam hari, kegiatan dilanjutkan dengan sesi refleksi pribadi. Setiap peserta diberi waktu untuk menuliskan pengalaman, perasaan, dan pelajaran yang mereka terima sejauh ini. Beberapa kemudian berbagi secara sukarela di depan kelompok. Dari berbagai kesaksian yang disampaikan, tampak bahwa banyak dari mereka merasakan pengalaman spiritual yang mendalam.

Mereka merasa tidak hanya belajar metode pelayanan, tetapi juga mengalami pembaruan panggilan. Ada yang mengatakan bahwa kegiatan ini membuatnya lebih sadar akan pentingnya menjadi pribadi yang siap diutus, bukan hanya sebagai bagian dari kurikulum kuliah, tetapi sebagai tanggapan konkret atas kasih Tuhan.

Hari ketiga menjadi puncak dari seluruh kegiatan SOMA. Pagi hari diisi dengan sesi penutup dan pengarahan tentang tindak lanjut di lapangan.

Para peserta kembali diajak untuk merenungkan bagaimana segala hal yang mereka pelajari selama dua hari terakhir dapat diterapkan dalam konteks nyata: saat Weekend Pastoral, dalam pelayanan SEKAMI, BIR, OMK, atau bahkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai mahasiswa dan calon pelayan Gereja.

Pesan yang ditekankan adalah bahwa pewarta sejati tidak berhenti di ruang pelatihan, tetapi menjadikan hidupnya sendiri sebagai warta Injil yang hidup.

Misa Pengutusan menutup rangkaian kegiatan 70 mahasiswa Sekolah Tinggi Pastoral Santo Bonaventura Medan dalam Program SOMA (School of Mission Animator-Animatricr) 1-3 Mei 2025. (Panitia)

Pengalaman formasi

SOMA telah menjadi pengalaman formasi yang utuh. Para peserta tidak hanya menerima teori, tetapi benar-benar diajak untuk mengalami, merasakan, dan menghidupi nilai-nilai pewartaan misioner.

Dalam berbagai wawancara yang dilakukan kepada peserta:

  • Mereka menyampaikan bahwa kegiatan ini membantu mereka lebih siap secara spiritual dan teknis untuk terjun ke tengah umat, khususnya dalam mendampingi anak-anak.
  • Mereka merasa lebih berani, lebih percaya diri, dan memiliki bekal yang nyata untuk menarik perhatian anak-anak agar mencintai Sabda Tuhan.
  • Beberapa menyebutkan bahwa mereka akan segera mempraktikkan apa yang mereka pelajari dalam kunjungan pastoral mendatang, dengan lagu-lagu baru, yel-yel kreatif, dan ice breaking yang tidak monoton.

Waktu dua hari satu malam terasa sangat cepat berlalu, tetapi kesannya begitu membekas. Para peserta menyadari bahwa panggilan menjadi katekis bukan sekadar profesi, tetapi perutusan yang mulia, yang menuntut hati yang tulus, semangat yang setia, dan kreativitas yang terus dibangun.

SOMA telah menyalakan api kecil dalam diri mereka, yang diharapkan akan terus menyala dan tumbuh dalam pelayanan mereka ke depan.

Berdasarkan hasil wawancara, para peserta merasakan bahwa kegiatan SOMA sangat bermanfaat dalam mempersiapkan mereka untuk terjun ke lapangan pastoral, khususnya dalam pendampingan anak-anak SEKAMI.

Melalui metode kreatif yang mereka pelajari, seperti ice breaking, yel-yel, dan lagu rohani kontekstual, mereka merasa lebih siap untuk berbaur dan menarik perhatian anak-anak agar semakin terbuka terhadap Sabda Tuhan dan cinta akan Injil.

Kegiatan ini juga memperkuat identitas mereka sebagai pewarta yang gembira, rendah hati, dan penuh kasih.

Peserta menyadari bahwa menjadi misionaris bukan hanya berbicara tentang pengajaran, tetapi tentang menggerakkan hati melalui keteladanan hidup.

SOMA menjadi ruang pembelajaran iman yang membentuk mereka tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara spiritual dan emosional. Tidak terasa, waktu dua hari satu malam yang dijalani bersama telah mempererat semangat kebersamaan dan meneguhkan panggilan mereka untuk menapaki jalan pelayanan sebagai guru agama dan katekis.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here