Percik Firman: Jangan Diperbudak Harta!

0
39 views

Minggu Biasa XXVI, 28 September 2025

Bacaan : Am 6:1a,4-7; 1Tim. 6:11-16; Luk. 16:19-31

Saudari/a ku ytk,.

BAPAK Kardinal Darmojuwono pernah berpesan, “Jangan mengejar harta, Carilah surga!” Hal ini senada dengan pitutur luhur dari simbah-simbah kita, “Aja mung golek sega, ananging goleka kanca, tangga lan swarga”. Dalam hidup di dunia ini janganlah kita hanya mencari nasi, tetapi kita perlu mencari relasi dan harta surgawi.

Kekayaan sebenarnya bukan penghalang, tetapi bisa menjadi sarana untuk hidup baik dan suci. Bahkan bisa sarana keselamatan dan berbagi pada sesama. 

Dalam bacaan Injil hari ini Tuhan Yesus mengkritik sikap orang kaya yang egois dan menyalahgunakan kekayaannya. Ia tidak peduli pada Lazarus yang miskin. Ia lebih banyak bersukaria dalam kemewahannya dan tidak berjiwa sosial pada sesamanya. Kepekaan hatinya tumpul. Suara hatinya mandul untuk peduli pada sesama yang menderita.

Sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa hidup di dunia ini hanya sementara. Harta kekayaan di dunia ini juga tidak kekal. Saat orang mati, harta itu tidak dibawa. Tuhan tidak melarang orang menjadi kaya. Kita boleh kaya. Tetapi yang perlu diingat, bagaimana cara mendapatkan kekayaan itu (halal atau haram)? Dan bagaimana cara menggunakan kekayaan itu (bersikap egois atau berjiwa sosial)? 

Jangan menjadikan harta itu sebagai berhala. Jangan kita diperbudak oleh harta itu. Jangan sampai kita men-tuhan-kan harta itu. Harta yang kita miliki adalah sarana untuk mengabdi Tuhan dan melayani sesama.

Kita perlu waspada dan hati-hati terhadap kekayaan. Kekayaan bisa menjadi Yang Mahakuas. Kita hidup di dunia itu memang butuh harta (kekayaan), tahta (jabatan), dan strata (gelar). Tetapi jangan lupa untuk juga mengusahakan cinta, yaitu cinta pada Allah dan sesama.

Banyak orang kaya yang saya kenal berjiwa sosial, peduli pada kehidupan Gereja, peduli pada seminari, peduli pada orang miskin, peduli pada orang sakit, peduli pada anak yatim piatu di panti asuhan, peduli pada orang-orang jompo di panti wredha, dsb. 

Bahkan ada seorang bapak muda yang kaya berkata, “Romo, harta ini titipan Tuhan. Kami berusaha berbagi kepada saudara-saudari yang membutuhkan.” Di sinilah harta tidak hanya berdimensi ekonomis, tetapi juga berdimensi rohani dan sosial.

Perumpamaan dalam Injil hari ini juga mengajak para murid-Nya dan kita semua untuk tidak meninggalkan orang kaya dan orang miskin. Kita diajak untuk mengurangi jurang kesenjangan jarak antara orang kaya dan orang miskin. 

Pertanyaan refleksinya, apa makna harta kekayaan bagi kita selama ini? Bagaimana sikap kita terhadap orang yang berkekurangan di sekitar Anda? Marilah kita menjadikan hidup kita bermakna bagi orang lain dengan berbagi kasih.

Berkah Dalem dan Salam Teplok dari Bujang Semar (Bumi Jangli Semarang). # Y. Gunawan, Pr

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here