Home BERITA Pilihan Wakil Dewan Paroki Rasa Pilpres

Pilihan Wakil Dewan Paroki Rasa Pilpres

0
Gereja Keuskupan Ruteng Dukung Pilkada Damai di Kabupaten Manggarai Barat. (Ist)

Puncta 27.09.21
PW. St. Vinsensius a Paulo, Imam
Lukas 9: 46-50

PADA suatu kali ada pemilihan wakil ketua dewan pastoral paroki. Ada tiga orang yang dicalonkan. Suasana pemilihan sudah seperti pilihan Gubernur DKI zaman Ahok.

Ada yang diam-diam berkampanye di lingkungan-lingkungan. Ada yang bergerilya mencari pendukung. Tentu juga ada bumbu “Black campaign” disebar untuk menjatuhkan lawan. Kalau bisa lawan dicegah supaya kalah. Jegal menjegal saling menjatuhkan sulit dibendung.

Gereja sebagai paguyuban menjadi rusak akibat nafsu kuasa segelintir orang.

Posisi wakil dewan itu seperti jabatan paling bergengsi yang harus diperebutkan. Suasana politik dibawa masuk ke ranah paroki. Bahkan panitia membuat pemilihan langsung seperti pemilu Presiden.

Umat tidak sadar digiring ke suasana persaingan. Umat jadi terkotak-kotak jauh dari semangat persaudaraan, kasih dan persatuan. Orang tidak sadar menghancurkan gerejanya sendiri.

Dalam Injil para murid bertengkar tentang siapakah yang terbesar di antara mereka. Orang-orang dunia selalu berebut menjadi yang tertinggi. Kursi jabatan diperebutkan dengan saling menjatuhkan.

Tidak hanya di dunia politik, di gereja juga ada yang begitu, berebut menjadi wakil ketua dewan. Tetapi disuruh menjadi ketua lingkungan atau prodiakon tidak mau. Mengapa? Posisi wakil ketua dewan itu lebih bergengsi.

Sikap seperti rasul Yohanes bisa terjadi. Menganggap orang lain bukan kelompok kita. Mereka harus disingkirkan dan dilarang. Orang mencari pendukung “kelompok kita.” Yang tidak masuk kelompok kita dimusuhi, difitnah, dijatuhkan, disingkirkan.

Yesus memberi contoh dengan mengambil seorang anak kecil. Untuk menjadi pemimpin harus mau menjadi seperti anak kecil, rendah hati dan melayani. Kalau mau menjadi yang terbesar harus mau melayani dari yang kecil-kecil dulu.

Tidak mungkin orang tiba-tiba langsung jadi wakil ketua dewan kalau tidak mau melayani di lingkungan. Di lingkungan terkecil saja tidak pernah nongol, bagaimana memberi contoh tentang pelayanan?

Sikap mengkotak-kotakkan seperti Yohanes tadi mesti dihilangkan. Orang katolik semestinya mempersatukan, membangun persaudaraan bukan malah menebar benih permusuhan hanya demi ambisi pribadi.

Yesus mengajarkan, “Barang siapa tidak melawan kalian, dia memihak kalian.”

Jangan menciptakan lawan, membuat musuh di sekitar kita. Jangan hanya berambisi mengejar jabatan duniawi, tetapi pelayanan, pengabdian kepada sesama demi Kerajaan Allah itulah yang lebih diutamakan.

Santo Vinsensius a Paulo menjadi contoh nyata wujud pelayanan kasih. Ia melayani kaum miskin dan papa. Hidupnya diabdikan bagi orang-orang kecil dan sederhana.

Melakukan hal-hal kecil dengan cinta yang besar akan membawa kita ke surga. Orang yang terlalu berambisi dengan kekuasaan tertinggi kadang malah jatuh karena lupa diri.

Mari kita mulai dari hal yang kecil dan sederhana.

Burung merpati terbang tinggi
Pulang ke kandang menjelang senja
Orang yang berambisi merebut posisi
Harus bisa melayani yang miskin papa

Cawas, pemimpin yang melayani

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version