Polos dan Lugu

0
55 views
Ilustrasi - Menggendong anak kecil. (Ist)

Selasa, 12 Agustus 2025

Ul. 31:1-8.
MT Ul. 32:3-4a,7,8,9,12.
Mat. 18:1-5,10,12-14

SEORANG anak kecil memiliki sesuatu yang sering hilang ketika kita dewasa: kepolosan dan keluguan.

Anak kecil berbicara apa adanya, mengekspresikan perasaan tanpa perhitungan. Ia tertawa lepas ketika gembira, menangis tanpa malu ketika sedih, dan percaya sepenuhnya kepada orangtuanya.

Kepolosan seperti itu membuat kita lebih mudah mendengar suara Tuhan, karena hati yang sederhana adalah tanah subur bagi firman-Nya.

Keluguan di hadapan Tuhan berarti kita mengakui keterbatasan kita, dan dengan rendah hati bergantung kepada-Nya, seperti anak yang menggandeng tangan ayahnya tanpa ragu.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.”

Kalimat ini tegas, bahkan terdengar seperti sebuah pintu yang hanya bisa dilewati dengan satu syarat: menjadi seperti anak kecil.

Anak kecil memiliki hati yang polos, rendah hati, dan penuh kepercayaan. Ia tidak menyimpan dendam lama, mudah mengampuni, dan bergantung sepenuhnya kepada orang tuanya.

Ia tidak memikirkan bagaimana mempertahankan gengsi atau citra diri, yang ia tahu hanyalah bahwa dirinya dikasihi dan aman dalam pelukan orangtuanya.

Yesus menginginkan hati seperti itu. Pertobatan di sini bukan sekadar meninggalkan dosa, tetapi juga kembali kepada hati yang sederhana, melepaskan kesombongan, dan berhenti mengandalkan diri sendiri. Sebab di hadapan Tuhan, ukuran besar bukanlah pencapaian, tapi kerendahan hati.

Bayangkan seorang anak yang jatuh saat bermain. Ia tidak mencoba bangkit sendiri dengan marah atau malu, tetapi segera berlari ke pangkuan ayahnya untuk meminta pertolongan.

Demikianlah yang Tuhan rindukan: kita yang tidak malu mengakui kelemahan dan datang kepada-Nya untuk ditolong.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah saya masih memiliki kepolosan dan kepercayaan penuh kepada Tuhan, atau saya lebih sering mengandalkan kekuatan sendiri?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here