Home BERITA Retret  2017 dalam Dua Gelombang, Program Bina Lanjut untuk Para Suster SFIC...

Retret  2017 dalam Dua Gelombang, Program Bina Lanjut untuk Para Suster SFIC Pontianak

0
Romo Mikael Peruhe OFM bersama para Suster SFIC peserta retret gelombang 1 dan 2. (Sr. Maria Seba SFIC)

PROGRAM ongoing formation– retret para Suster Fransiskus dari Perkandungan Tak Bernoda Bunda Suci Allah (SFIC), tahun ini kembali dilaksanakan di Wisma Immaculata Pontianak dalam dua gelombang besar.

Gelombang  pertama sudah berlangsung tanggal 27 November-3 Desember 2017, sedangkan gelombang ke-2 dimulai  tanggal 4-10 Desember 2017.

Kali ini menjadi sangat spesial, karena fasilitator pemberi retret adalah Minister Provinsial OFM Indonesia: Pastor Mikael Peruhe OFM. Ia baru  terpilih menjadi  Minister Provinsial OFM yang baru dan  menggantikan Mgr. Adrianus Sunarko OFM yang ditunjuk Vatikan menjadi Uskup Keuskupan Pangkalpinang.

“Sebenarnya saya datang ke Pontianak dan hadir bersama para Suster SFIC dalam retret dua  gelombang ini dalam kapasitas harus menggantikan Bapa Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko OFM. Beliau sudah  jauh-jauh hari sebelumnya telah diminta kesediaannya oleh para suster SFIC di Pontianak untuk memberi retret ini. Itu terjadi  sebelum beliau ditunjuk oleh Tahta Suci menjadi Uskup Pangkalpinang,” ungkapnya.

Minister Provinsial OFM Romo Mikael Peruhe menjadi fasilitator tunggal memberi retret dua gelombang untuk segenap para Suster SFIC di Pontianak. Ia menggantikan tugas Mgr. Adrianus Sunarko OFM yang sedianya menjadi fasilitator retret, namun keburu diangkat menjadi Uskup Keuskupan Pangkalpinang. (Sr. Maria Seba SFIC)

Jejak SFIC di Singkawang

Selang satu hari kosong setelah memberikan retret gelombang pertama, P. Mikael bersama Sr. Yulita dan Sr. Immaculata berkesempatan datang mengunjungi biara-biara suster SFIC yang ada di Singkawang. Di kota inilah, terdapat jejak awal karya para suster misionaris SFIC.

Karya awal misi SFIC ke Bumi Borneo –tepatnya di Singkawang, Kalimantan Barat—itu terjadi atas  undangan Pater Praefek Vikariat Apostolik saat itu  yakni  Mgr. Pacificus Bos OFMCap atas nama Saudara-saudara Dina Kapusin(OFMCap) dan kalangan orang muda katolik Kalimantan Barat.

Atas undangan tersebut, maka pada tanggal 28 November 1906, mendaratlah lima orang suster SFIC perintis karya misi di Borneo. Di Singkawang beliau juga mengunjungi Biara Kontemplatif Para Rubiah Klaris Kapusines (OSCCap) atau di Singkawang dikenal dengan Suster Slot.

Di sela hari antara retret gelombang pertama dan kedua, Romo Minister Provinsial OFM sempat mengunjungi biara para Suster SFIC di Nyarumkop-Singkawang. (Sr. Maria Seba SFIC)

Kesempatan baik tak terlewatkan pula bagi Pastor Mikael untuk mengunjungi Pusat Kerohanian Katolik “Shanti Buana-Bandol” karya pelayanan para saudara Kongregasi CSE (Carmelitae Sancti Eliae).

Ketika mengunjungi Biara St. Fransisikus Assisi-Alverno Singkawang di mana ada karya pelayanan para suster SFIC bagi para penderita kusta/lepra, imam religius Ordo OFM (Ordo Fratrum Minorum) itu mengungkapkan kekagumannya akan karya para suster tersebut yang menurutnya sungguh berciri corak Fransiskan.

“Saya kagum dengan para suster SFIC, karena para suster lebih dekat dengan Bapa St. Fransiskus daripada para saudara OFM. Para suster SFIC hidup di tengah para penderita kusta bahkan memeluk mereka,” ungkapnya sambil sedikit berkelakar.

Sekedar catatan melawan lupa: Rumah Sakit khusus untuk para penderita Kusta ini pada 27 September 2017 yang lalu genap berusia 100 tahun (27 September 1917-2017).

Rombongan kecil berkunjung ke Biara Kontemplatif para Rubiah Klaris Kapusines- OSCCap yang dikenal dengan sebutan Suster Slot. Kunjungan lain terjadi di Pusat Kerohanian Katolik “Shanti Buana-Bandol. (Sr. Maria Seba SFIC)

Tema Retret

Identitas Fransiskan dalam Zaman Kita” menjadi tema pokok retret tahunan yang digeluti oleh para Suster SFIC selama dua pekan dalam dua gelombang.

Menurut Pastor Mikael, tema ini sangat relevan untuk dibagikan  karena keprihatinannya akan dampak negatif perubahan zaman; khususnya teknologi digital yang semakin maju bukan hanya “menyerang” mentalitas kalangan masyarakat pada umumnya, tetapi secara khusus juga mulai masuk ke dalam hidup membiara, pelan-pelan mengikis unsur-unsur yang hakiki identitas sebagai Fransiskan.

Terjadi perubahan yang sangat fenomenal di kalangan masyarakat, anak-anak muda zaman Now bahkan kaum biarawan/biarawati.

Provinsial SFIC Sr. Irene SFIC.

“Dulu,  cara ngumpul anak zaman Old beda dengan zaman Now. Anak muda zaman Now kalau ngumpul malah sibuk dengan alat gawe. Dulu juga tidak ada umat atau biarawan/biarawati yang sibuk foto-foto atau selfie saat misa, dll, ” kata Pastor Mikael sambil mengutif katekese Ekaristi Bapa Paus Fransiskus dalam audiensi umum di Lapangan St. Petrus 8 November 2017 yang lalu “Arahkan hatimu,  bukan ponselmu”.

Bersama para suster medior dan yunior SFIC. (Sr. Maria Seba SFIC)

Krisis multi dimensional

Dampak lain dari perubahan zaman adalah penekanan pada soal “multi krisis”. Krisis finansial ekonomi, sosial, politik, etis, budaya dan ekologis.

Krisis juga terjadi di dalam Gereja: krisis panggilan, krisis ketekunan, krisis iman, krisis kelembagaan, krisis moral, dll.

Zaman kita ini diciri-tandai oleh sebuah masa krisis atau masa penuh dengan perubahan yang begitu cepat dengan implikasi positif dan negatif.

Romo Minister Provinsial OFM memberkati lilin Masa Adven sekaligus kapel biara. (Sr. Maria Seba SFIC)
Rehat sejenak bersama para suster usai satu tahapan retret selesai. (Sr. Maria Seba SFIC)
Generasi Millenial tiga suster muda SFCI “Zaman Now”.

Menurut Bapa Paus Fransiskus, zaman sekarang ini merupakan zaman di mana “Kemanusiaan sedang mengalami sebuah titik balik dalam sejarahnya, sebagaimana kita saksikan dalam kemajuan yang terjadi dalam begitu banyak bidang” (EG 50).

Karena itu kita ingin menghindari suatu diagnostik yang berlebihan dan juga suatu analisis sosiologis semata-mata.

Sesungguhnya kita dapat melihat krisis itu dari sudut pandang yang lain. Krisis menunjukkan adanya perubahan, perpindahan dari suatu hidup yang lampau menuju sebuah baru yang tentunya tidak tanpa kesulitan juga. Oleh karena itu krisis juga merupakan sebuah kesempatan yang positif, suatu kesempatan untuk berkembang dan bertumbuh. Demikian ungkap imam Fransiskan yang juga pernah sebagai koordinator advokasi JPIC OFM Indonesia.

Makan bersama di refter Wisma Immaculata Pontianak. (Sr. Maria Seba SFIC)

Dalam hari-hari permenungan penuh rahmat ini, para suster SFIC diajak flashback, menggali kembali identitasnya sebagai Fransiskanes dengan bercermin dari kharisma pendiri.

”Mari kita belajar dari para pendahulu pendiri tarekat kita, bagaimana mereka membaca tanda-tanda zaman waktu itu,” ungkapnya.

Tugas kita sekarang adalah mengimplementasikan buah-buah warisan pendahulu dalam zaman millenial ini. Apa langkah-langkah yang harus dilakukan agar karya pelayanan kita tetap up to date, sehingga mampu menjawab kebutuhan zaman yang semakin berkembang.

Demikian inti dari seluruh permenungan retret para suster SFIC. Retret ditutup dengan misa dan dalam misa tersebut para suster membaharui janji kaul-kaul kebiaraan.

Para suster SFIC senior mengikuti retret.
Para suster SFIC pengikut retret.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version