
PERINGATAN dan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan momentum yang mendapatkan perhatian dan keterlibatan rakyat Indonesia.
Di tengah masyarakat dan gereja peringatan dan perayaan ditandai dengan kegiatan penghormatan bendera, refleksi dan perayaan dengan berbagai macam lomba.
Gereja sebagai tempat pendidikan iman juga menjadi tempat pendidikan kebangsaan. Melalui momentum peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, pendidikan kebangsaan disematkan melalui pembiasaan dan tradisi yang diwariskan.
Hal ini nampak, contohnya, para remaja yang bertugas menjadi petugas untuk penghormatan bendera sebelum perayaan Ekaristi, mengenakan pakaian hitam putih, mengenakan peci hitam yang terdapat sematan lambang Garuda Pancasila.
Anak-anak dengan sukacita mengikuti lomba tujuh belasan dengan menempelkan stiker Bendera Merah Putih di pipinya. Pewarisan nilai-nilai kebangsaan melalui cara sederhana dan pendidikan informal menjadi bagian mewujudkan pewarisan budaya kebangsaan.
Sementara, Keuskupan Agung Semarang (KAS) seperti tahun-tahun sebelumnya menerbitkan buku panduan Sarasehan Kebangsaan. Buku ini menjadi bahan untuk katekese kebangsaan di lingkungan-lingkungan.
Memaknai Bulan Kebangsaan
MAWI (KWI) sejak tahun 1972 menetapkan Hari Raya Kemerdekaan RI dirayakan sebagai Hari Raya Gerejani bagi umat katolik Indonesia.
Pada bulan Agustus 2025 bangsa Indonesia merayakan 80 tahun kemerdekaan. Dasa windu perjalanan hidup sebagai bangsa yang berdaulat tidak hanya patut disyukuri penuh sukacita, tetapi juga layak dijadikan pijakan untuk melangkah bersama ke depan demi terwujudnya Indonesia yang lebih baik.
Komitmen itulah yang terkandung dalam tema perayaan tahun ini, yakni: “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”. Umat katolik Indonesia di panggil dan diutus untuk terlibat secara penuh dan aktif dalam membangun bangsa di tengah dinamika perkembangan zaman.
Umat Katolik diajak mengingat ajakan Mgr. Albertus Soegijopranoto SJ: “Jadilah 100% Katolik, 100% Indonesia.”
Bapak IJ Kasimo menggelorakan seruan “Pro Ecclecia et Pro Patria (untuk Gereja dan Tanahair).”
Sabda Tuhan Yesus: “Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” ( Matius 22:21 ).
Sarasehan Kebangsaan KAS
Dalam rangka ikut memaknai 80 Tahun Kemerdekaan RI, Umat Katolik Keuskupan Agung Semarang (KAS) melalui Komisi Penghubung Karya Kerasulan Kemasyarakatan (PK3) diajak untuk melaksanakan sarasehan kebangsaan dengan tema: “Berjumpa dengan kasih Yesus Kristus dan bergerak di tengah masyarakat.”
Tema tersebut direfleksikan dengan fokus garapan: simpul keluarga dan umat lingkungan masing-masing.
Bahan sarasehan
Pertama: Peran Keluarga dalam Menumbuhkembangkan ke-Katolik-an dan Semangat Kebersamaan.
Keluarga merupakan Gereja Kecil (Ecclesiola), sel Gereja dan sekaligus sel masyarakat. Hidup berkeluarga pada hakikatnya membentuk dan membangun kebersamaan hidup seutuhnya dijiwai kasih setia Kristus dalam suka dan duka demi kesejahteraan bersama. Selain itu suami-isteri mesti terbuka dan siap-sedia menjadi mitra-perantara Allah untuk melahirkan dan mendidik anak-anak.
Oleh karena itu dengan memahami dan menghayati makna hakiki perkawinan serta mewujudkan tujuannya (kesejahteraan bersama dan lahirnya generasi terdidik) kita sudah berkontribusi bagi kebaikan Gereja dan masyarakat. Hendaklah cahaya keharmonisan dan kebaikan keluarga kita menyinari orang-orang sekitar, sehingga mereka memuliakan Bapa kita di surga (Bdk. Mat. 5:14-16).
Bahan ini disertai ajakan refleksi bagi orangtua dan anak dalam memelihara ke-Katolik-an dalam hidup berkeluarga.
Kedua: Peran Lingkungan dalam Menumbuh-kembangkan ke-Katolik-an dan Keterlibatan Sosial.
Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuh-kembangkan semangat hidup keimanan/menggereja sekaligus hidup bermasyarakat.
- Mgr. Albertus Soegijapranata SJ sebagai pencetus gagasan tentang lingkungan menegaskan bahwa:
- Gereja merupakan persekutuan umat beriman kepada Yesus Kristus.
- Lingkungan merupakan bentuk persatuan umat Katolik dalam suatu paroki.
- Lingkungan merupakan bagian paling nyata dari kehadiran Gereja di tengah masyarakat.
Dengan demikian lingkungan berada pada posisi yang secara langsung memberi kesaksian tentang Injil Yesus Kristus. Sebagai umat lingkungan, umat diajak menghidupi kekatolikan (iman akan Yesus Kristus – semangat Injil) bersama-sama.

Refleksi dalam Katekese Kebangsaan
Dijiwai oleh semangat tersebut umat dipanggil untuk melibatkan diri dalam pembangungan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan tema HUT 80 Tahun Kemerdekaan 2025, ada beberapa hal yang dapat direfleksikan bersama, antara lain:
Secara internal (ad intra) upaya-upaya konkrit apa saja yang sudah dan perlu kita tingkatkan dalam menghidupi semangat “ke-Katolik-an” di lingkungan kita masing-masing?
Secara eksternal (ad extra) sejauh mana lingkungan menampilkan sikap-semangat keterbukaan, srawung dan keterlibatan dalam aneka kegiatan masyarakat sekitar, bahkan berani memelopori hal-hal yang baik demi kepentingan/kebaikan bersama?

Apakah lingkungan cukup mendorong atau mendukung warganya untuk berani mengambil fungsi pelayanan publik/jabatan sosial di tengah masyarakat?
Kesulitan-kendala atau sebaliknya peluang apa saja yang dihadapi dalam upaya mengembangkan lingkungan menjadi sarana kehadiran dan keterlibatan Gereja di tengah masyarakat yang lebih baik?
Melalui sarasehan kebangsaan umat diajak semakin meneguhkan sikap kecintaan kepada bangsa dan tumpah darah Indonesia melalui simpul keluarga dan lingkungan sebagai basis Gereja Katolik di Indonesia.

Agustus sebagai Bulan Ajaran Sosial Gereja
Bulan Agustus selain dijadikan sebagai bulan Kebangsaan, oleh Gereja Katolik juga dijadikan sebagai Bulan Ajaran Sosial Gereja.
Tujuan diadakannya sarasehan Bulan Ajaran Sosial Gereja (ASG) adalah untuk membimbing umat Katolik dalam membangun masyarakat yang peduli, adil, dan damai, serta menjadi warga masyarakat yang baik, partisipatif, dan aktif dengan menghidupi nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan sehari-hari.
Sarasehan ASG juga bertujuan menyegarkan kembali pemahaman umat akan prinsip-prinsip ASG, mendorong keterlibatan umat dalam isu-isu sosial, dan menguatkan peran mereka sebagai teladan di masyarakat yang beragam.