Sikap Kemiskinan Kristiani dan Kepedulian Gereja

0
12 views
Patung yang menggambarkan sosok Santo Fransiskus Assisi merawat orang-orang kusta di Rivotorto, Assisi, Italia. (Romo Fictorium N. Ginting OFMConv)

Sobat yang terkasih,

Hari Rabu, 8 Oktober lalu, Bapa Suci Paus Leo XIV mengumumkan Imbauan Apostolik pertamanya yang berjudul Delexit Te.
Melalui surat imbauan ini, Bapa Paus Leo XIV ingin mengingatkan kita akan satu jati diri Gereja Kristus yang mungkin semakin lama semakin kita lupakan: sikap kemiskinan Kristiani dan kepedulian Gereja –yaitu kita semua– terhadap mereka yang miskin dan menderita.

bentuk kemiskinan memang berubah sesuai dengan zamannya. Demikian pula cara penanggulangannya berbeda dari masa ke masa. Namun semangat kemiskinan Kristiani tetap sama.

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.” (Mat 5:3).

“Orang yang miskin di hadapan Tuhan” adalah mereka yang poor in spirit (Vulgata). Dengan demikian, kemiskinan adalah sikap mental terhadap barang-barang duniawi, bukan berarti tidak memiliki kekayaan duniawi.

Inilah semangat yang dimiliki oleh kaum Anawim dalam Perjanjian Lama (lih. Mzm 34:6; Yes 61:1). Semangat inilah yang membuat Tuhan berkenan dan berpihak pada kaum Anawin.

Kaum Anawim dalam Perjanjian Lama adalah orang-orang miskin dan menderita yang meletakkan harapan mereka pada kerahiman ilahi dan hidup lepas bebas dari segala keterikatan akan benda-benda duniawi.

Orang miskin atau Orang kaya

Karena itu, ada orang miskin yang sebenarnya kaya, tetapi hatinya penuh dengan iri hati terhadap orang-orang kaya yang memiliki apa yang mereka inginkan. Karena keirihatian inilah, hati mereka dipenuhi oleh kebencian.

Sikap seperti ini dimiliki oleh kaum proletariat dalam istilah yang diciptakan oleh Karl Marx. Maka, dalam hati orang miskin semacam ini tidak ada tempat bagi kasih akan Tuhan.

Sebaliknya, ada pula orang kaya yang sebenarnya miskin: hati mereka tidak terikat pada benda-benda duniawi yang mereka miliki. Mereka menyadari bahwa semua itu adalah karunia Tuhan untuk dipergunakan sebagai sarana mencapai tujuan hidup Kristiani. Karena itu, mereka bermurah hati menggunakan kekayaan mereka demi kebaikan sesama yang kurang beruntung. Hati mereka lepas bebas terhadap hal-hal duniawi, sehingga penuh kasih akan Allah.

Belajar dari Santo Fransiskus Assisi

Semangat kemiskinan Kristiani inilah yang dikhotbahkan oleh St. Fransiskus dari Asisi (1181–1226) melalui kata-kata dan teladan hidupnya.

Dari zaman ke zaman, kemiskinan yang dikhotbahkan St. Fransiskus selalu mengingatkan kita akan keindahan semangat khas krsitaini ini. Tak jarang, teladan hidup St. Fransiskus menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk meninggalkan kekayaan duniawi dan mengikuti jejak hidupnya.

Semangat kemiskinan Kristiani juga membuat kita merasa bertanggungjawab dalam menggunakan sarana-sarana duniawi yang Tuhan berikan kepada kita.

Dengan demikian, sarana-sarana tersebut dapat dipakai untuk jangka waktu yang lama.

  • Semangat ini juga tahu membedakan apakah suatu pengeluaran itu wajar atau merupakan pemborosan.
  • Semangat yang sama membuat kaum awam –sesuai dengan situasi dan kedudukan mereka di masyarakat– dapat menjalani hidup yang sederhana namun bermartabat, selaras dengan kedudukan mereka di tengah dunia.

Semangat juga yang sebenarnya dapat membuat kita bahagia, karena orang-orang yg memiliki semangat demikian ini  “…yang empunya Kerajaan Surga.” (Mat 5:3).

  • Bagaimana kita bisa hidup bahagia di akhirat bila selama hidup di dunia ini hati kita dipenuhi oleh kebencian, kegetiran, dan kekecewaan?
  • Bagaimana kita bisa mengasihi Tuhan dan sesama bila hati kita penuh dengan hal-hal negatif seperti it

Kita semua ingin hidup bahagia. Namun, kita hanya dapat bahagia bila hati kita tidak terikat pada hal-hal duniawi, dalam bentuk apa pun.

Menurut St. Josemaría Escrivá: “Untuk hidup bahagia, yang kamu butuhkan bukanlah hidup yang mudah, tetapi hati yang tahu mengasihi.” (Alur, no. 795).

Hanya orang-orang yang memiliki semangat kemiskinan Kristiani yang memiliki kepedulian sejati untuk membantu mereka yang menderita, dalam bentuk apa pun.

Pada kesempatan lain, mari kita lihat berbagai bentuk kepedulian terhadap mereka yang miskin dan menderita, sebagaimana diingatkan oleh Bapa Paus Leo XIV dalam Imbauan Apostolik Delexit Te.

Surabaya, 25 Oktober 2025
Romo FX Zulkarnain (Zen) Taufik

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here