Vatikan Rilis Dokumen “Mater Populi Fidelis” Kritisi Gelar “Co-Redemptrix” Bunda Maria

0
13 views
Maria Bunda Allah

DOKUMEN ini dirilis oleh Dikasteri Ajaran Iman dan telah disetujui oleh Paus Leo XIV . Dokumen ini dirilis guna memberikan penjelasan tentang sejumlah gelar yang selama ini terlanjut sering disematkan kepada Santa Perawan Maria serta menyerukan perhatian khusus terhadap penggunaan ungkapan Maria sebagai “Perantara segala rahmat.”

Pada hari Selasa, 4 November 2025, Dikasteri Ajaran Iman menerbitkan dokumen baru bertitel Mater Populi Fidelis (Bunda Umat Beriman). Ini merupakan sebuah Catatan Doktrinal tentang beberapa gelar Maria terkait kerjasama Maria dalam karya keselamatan.

Dokumen ini ditandatangani oleh Prefek Kardinal Víctor Manuel Fernández dan Sekretaris Bagian Doktrinal Monsinyur Armando Matteo dan telah disetujui oleh Paus Leo XIV tanggal 7 Oktober.

Pertimbangan panjang dan lama

Dokumen Mater Populi Fidelis atau MPF ini merupakan buah dari proses pertimbangan dan diskusi panjang dengan semangat kolaboratif yang kompleks.

Ini adalah dokumen doktrinal tentang devosi kepada Maria; berpusat pada sosok Bunda Maria yang dihubungkan dengan karya Kristus sebagai Bunda para beriman.

Catatan ini memberikan dasar biblis yang kuat bagi devosi kepada Maria; sekaligus menggabungkan kontribusi ide-ide dari para Bapa Gereja, Pujangga Gereja, tradisi Gereja Timur, dan pemikiran para Paus terakhir.

Gelar Bunda Maria yang disetujui dan ditolak Vatikan

Dalam kerangka positif ini, teks doktrinal tersebut menganalisis sejumlah gelar Maria; mendorong penggunaan beberapa sebutan namun sekaligus juga mengingatkan kepada khalayak umat atas beberapa penggunaan istilah-istilah.

Berikut ini nama-nama gelar Bunda Maria yang disetujui oleh Vatikan:

  • Bunda Para Beriman.
  • Bunda Rohani.
  • Bunda Umat Beriman.

Sedangkan penggunaan gelar “Co-Redemptrix” (Rekan Penebus) oleh Vatikan dianggap tidak pantas dan bermasalah.

Gelar “Perantara” juga dinilai tidak dapat diterima, bila kemudian malah mengesampingkan peran Yesus Kristus. Namun gelar ini bisa digunakan dengan tepat, ketika ingin menegaskan peran perantaraan yang bersifat partisipatif dan memuliakan kuasa Kristus.

Gelar “Bunda Rahmat” dan “Perantara Segala Rahmat” dianggap dapat diterimam bila digunakan dengan pengertian yang sangat tepat.  Tetapi dokumen Mater Populi Fidelis (MPF) juga memperingatkan terhadap tafsiran yang terlalu luas atas istilah-istilah tersebut.

Catatan ini menegaskan kembali ajaran Gereja Katolik bahwa segala sesuatu dalam diri Maria mengarah pada Kristus dan karya keselamatan-Nya. Karena itu, meskipun beberapa gelar Maria dapat dimaknai secara ortodoks melalui penafsiran yang benar, Mater Populi Fidelis menyarankan agar gelar-gelar tersebut sebaiknya dihindari.

Dalam paparannya tentang Catatan Doktrinal ini, Kardinal Fernández menyampaikan penghargaan atas praktik devosi umat. Namun ia juga memperingatkan kelompok-kelompok tertentu atau materi publikasi yang mendorong perkembangan dogmatis tertentu sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan umat; termasuk tayangan melalui media sosial.

Masalah utama dalam menafsirkan gelar-gelar Maria terletak pada cara memahami hubungan Maria dengan karya penebusan Kristus.

Penolakan terhadap gelar “Co-redemptrix”

Terkait gelar “Co-Redemptrix”, catatan ini mengingatkan bahwa “beberapa Paus memang pernah menggunakan gelar ini tanpa menjelaskan maknanya secara mendalam.”

Umumnya, mereka mengaitkan gelar itu dengan dua hal:

  • Pertama, dengan keibuan ilahi Maria (karena sebagai Ibu, ia memungkinkan terlaksananya karya Penebusan oleh Kristus).
  • Kedua, dengan kesatuannya dengan Kristus di salib penebusan.

Konsili Vatikan II memilih untuk tidak menggunakan gelar ini karena alasan dogmatis, pastoral, dan ekumenis.

Santo Yohanes Paulus II memang menyebut Maria sebagai “Co-Redemptrix” setidaknya tujuh kali, terutama dalam konteks nilai keselamatan dari penderitaan kita bila dipersatukan dengan penderitaan Kristus, di mana Maria bersatu secara istimewa di kaki salib (par. 18).

Dokumen tersebut juga mengutip pembahasan internal di Kongregasi Ajaran Iman (sekarang Dikasteri), yang pada Februari 1996 membahas permintaan untuk memproklamasikan dogma baru tentang Maria sebagai “Co-Redemptrix” atau “Perantara Segala Rahmat.”

Kardinal Joseph Ratzinger (kemudian Paus Benediktus XVI) menentang definisi itu, dengan alasan bahwa “makna pasti dari gelar-gelar tersebut belum jelas, dan ajaran yang dikandungnya belum matang. […] Tidak jelas pula bagaimana ajaran ini hadir dalam Kitab Suci dan tradisi apostolik.”

Kemudian, pada tahun 2002, Kardinal Ratzinger menegaskan secara publik pandangan yang sama: “Ungkapan ‘Co-Redemptrix’ terlalu jauh dari bahasa Kitab Suci dan para Bapa Gereja, sehingga menimbulkan kesalahpahaman… Segala sesuatu berasal dari Kristus, sebagaimana ditegaskan dalam Surat kepada Jemaat di Efesus dan Kolose; Maria pun adalah segala yang ia ada karena Dia. Istilah ‘Co-Redemptrix’ justru mengaburkan asal usul ini.”

Catatan ini menjelaskan bahwa Kardinal Ratzinger tidak menolak maksud baik di balik gelar tersebut, maupun nilai-nilai yang dikandungnya, tetapi menilai bahwa “cara penyampaiannya keliru” (par. 19).

Paus Fransiskus pun menegaskan penolakannya terhadap penggunaan gelar “Co-Redemptrix” dalam setidaknya tiga kesempatan berbeda.

Catatan Doktrinal ini menyimpulkan: “Tidaklah tepat menggunakan gelar ‘Co-Redemptrix’ untuk mendefinisikan kerjasama Maria.

Gelar ini berisiko mengaburkan perantaraan penyelamatan yang unik dari Kristus dan dapat menimbulkan kebingungan serta ketidakseimbangan dalam harmoni kebenaran iman Kristen. […] Bila suatu ungkapan memerlukan banyak penjelasan berulang agar tidak disalahpahami, maka ungkapan itu tidak membantu iman Umat Allah dan justru menjadi tidak berguna” (par. 22).

Perantara (Mediatrix)

Catatan ini menegaskan bahwa “pernyataan Alkitab mengenai perantaraan Kristus yang eksklusif bersifat mutlak. Kristus adalah satu-satunya Perantara.” (par. 24).

Namun, MPF juga mengakui bahwa “istilah ‘perantaraan’ sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dalam arti kerjasama, bantuan, atau doa syafaat.

Maka, tidak terhindarkan bila istilah ini juga diterapkan kepada Maria dalam arti yang bersifat bawahan. Dalam pengertian ini, istilah tersebut tidak bermaksud menambah kuasa atau efektivitas apa pun pada perantaraan unik Yesus Kristus, Allah sejati dan manusia sejati.” (par. 25).

Lebih lanjut, “jelas bahwa Maria memiliki peran perantara nyata dalam memungkinkan Puetra Allah menjelma ke dalam kemanusiaan kita” (par. 26).

Bunda Para Beriman dan Perantara Segala Rahmat

Peran keibuan Maria “sama sekali tidak mengaburkan atau mengurangi” perantaraan unik Kristus, “melainkan justru menampakkan kuasanya […] Dengan demikian, keibuan Maria tidak dimaksudkan untuk melemahkan penyembahan yang hanya layak bagi Kristus, tetapi justru untuk menyalakannya.”

Karena itu, catatan ini menegaskan, “harus dihindari gelar-gelar atau ungkapan yang menggambarkan Maria seolah-olah sebagai ‘penangkal petir’ terhadap keadilan Allah, seolah-olah ia merupakan alternatif yang diperlukan karena kurangnya belas kasih Allah” (par. 37b).

Dengan demikian, gelar “Bunda Para Beriman” “memungkinkan kita berbicara tentang peran Maria dalam kehidupan rahmat kita.” Namun, MPF juga menganjurkan kehati-hatian terhadap penggunaan istilah-istilah yang dapat menimbulkan pengertian yang kurang dapat diterima (par. 45).

“Sebagaimana Kardinal Ratzinger telah menegaskan,” misalnya, “gelar ‘Maria, Perantara Segala Rahmat’ tidak memiliki dasar yang jelas dalam Wahyu Ilahi.”

Karena itu, catatan ini melanjutkan, “sejalan dengan keyakinan itu, kita dapat memahami kesulitan teologis dan spiritual yang ditimbulkan oleh gelar tersebut” (par. 45).

Faktanya, “tidak ada manusia — bahkan para rasul atau Perawan Maria sendiri — yang dapat bertindak sebagai penyalur rahmat secara universal. Hanya Allah yang dapat menganugerahkan rahmat, dan Ia melakukannya melalui kemanusiaan Kristus” (par. 53).

“Beberapa gelar, seperti ‘Perantara Segala Rahmat,’ memiliki batasan yang tidak mendukung pemahaman yang benar tentang kedudukan unik Maria,” tulis MPF. “Sesungguhnya, dia yang pertama ditebus tidak mungkin menjadi perantara rahmat yang ia sendiri terima” (par. 67).

Namun demikian, Catatan Doktrinal ini mengakui bahwa “istilah ‘rahmat-rahmat’ (dalam bentuk jamak), bila dipahami dalam konteks bantuan keibuan Maria di berbagai momen hidup kita, dapat memiliki makna yang dapat diterima. Bentuk jamak ini mengekspresikan semua bentuk pertolongan — bahkan yang bersifat jasmani — yang dapat Tuhan berikan kepada kita ketika Ia mendengarkan doa syafaat Bunda-Nya” (par. 68).

PS: Sumber Vatican News

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here