Batu Sandungan

0
71 views
Ilustrasi - Batu besar penghalang jalan (Tribun News)

Selasa, 26 Agustus 2026

1Tes. 2:1-8
Mzm. 139:1-3,4-6
Mat. 23:23-26.

SETIAP orang beriman dipanggil untuk hidup dengan hati yang tulus. Iman sejati bukanlah sekadar pengakuan di bibir, melainkan kesaksian yang tampak nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Tuhan Yesus mengingatkan kita bahwa “dari buahnyalah pohon itu dikenal”. Artinya, iman yang kita miliki seharusnya dapat terlihat dalam cara kita bersikap dan bertindak.

Iman yang kita hidupi akan nampak dalam hal-hal kecil; ketika kita memilih untuk jujur, meski orang lain tidak melihat; ketika kita tetap mengasihi, meski tidak dibalas dengan kasih.

Ketika kita mengampuni, meski hati kita terluka; ketika kita setia, meski yang kita lakukan tampak sederhana dan tidak dihargai orang lain.

Tindakan-tindakan tersebut menjadikan iman nyata. Iman yang nyata bukanlah iman yang dipamerkan, melainkan iman yang dihidupi. Semakin kita setia dalam hal-hal kecil, semakin kita memuliakan Allah dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,” Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Surga di depan orang”

Teguran keras ini menunjukkan betapa seriusnya Yesus menolak kemunafikan.

Ahli Taurat dan orang Farisi dikenal sebagai orang beragama yang tekun. Mereka tahu Hukum Taurat, mereka rajin berdoa, bahkan dihormati masyarakat.

Tetapi di balik itu semua, mereka justru menghalangi orang lain untuk mengenal dan mengalami Allah yang penuh kasih. Mengapa? Karena hidup mereka tidak selaras dengan ajaran yang mereka sampaikan.

Mereka menekankan aturan, tetapi melupakan kasih; mereka membebani orang lain, tetapi tidak menolong; mereka sibuk menjaga citra, tetapi hati mereka jauh dari Allah.

Sikap seperti ini sama dengan menutup pintu Kerajaan Surga. Bukannya membawa orang kepada Allah, justru menjauhkan. Bukannya membuka jalan menuju kasih dan keselamatan, justru menjadi batu sandungan.

Jangan sampai hidup kita menjadi penghalang bagi orang lain untuk mengenal Tuhan. Saat kita mengaku beriman tetapi tidak hidup sesuai iman itu, orang bisa kecewa dan menjauh dari Tuhan.

Saat kita rajin berbicara tentang kasih tetapi gagal mengasihi, kita sedang menutup pintu kerajaan.

Saat kita hanya sibuk menjaga penampilan luar tetapi tidak membiarkan hati diubah, kita sedang menghalangi karya Allah, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah sikap dan cara hidup saya membantu orang semakin dekat kepada Tuhan, atau justru menjadi batu sandungan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here