- Mat 16: 13-19
Di Kaisarea Filipi, Petrus menyatakan dengan tegas siapa Yesus sebenarnya: “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup.” (Mat 16:16).
Pernyataan ini menjadi titik balik penting dalam perjalanan para murid bersama Yesus. Sebelumnya, Yesus dikenal terutama melalui pengajaran-Nya yang penuh wibawa, mukjizat penyembuhan, pengusiran roh jahat, serta peristiwa-peristiwa luar biasa seperti perbanyakan roti.
Semua itu membuat banyak orang bertanya-tanya: siapa sesungguhnya orang ini?
Siapa Dia itu?
Yesus sendiri mengajak para murid merenungkan pertanyaan itu. Ia bertanya, “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” (ay. 13).
Berbagai jawaban muncul: Yohanes Pembaptis, Elia, Yeremia, atau salah satu nabi. Jawaban-jawaban ini tidak salah, tetapi belum menyentuh inti.
Maka Yesus bertanya lebih dalam: “Tetapi menurut kalian, siapakah Aku ini?”
Petrus, mewakili para murid, menjawab: “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup.”
Jawaban ini bukan sekadar opini pribadi, tetapi kesimpulan iman dari pengalaman bersama Yesus. Matius menambahkan bahwa pengetahuan ini bukan hasil usaha manusia, tetapi wahyu dari Bapa di surga (ay. 17).
Mesias yang menggugat harapan politik
Dalam konteks Yahudi saat itu, Mesias diharapkan sebagai keturunan Daud yang akan memulihkan kejayaan Israel – seorang pemimpin politik yang membawa damai dan keadilan.
Tapi Yesus justru tampil berbeda. Ia datang membawa penyembuhan, pengampunan, dan pembaruan batin, bukan kekuatan militer.
Karena itu, Matius menambahkan gelar “Anak Allah yang hidup” – sebuah penegasan bahwa Mesias ini bukan pemimpin duniawi, tetapi utusan Allah yang menyatakan kehadiran-Nya di dunia.
Injil Lukas menegaskan bahwa Mesias ini “dari Allah”, bukan dari dunia ini. Kuasa-Nya berasal dari Allah sendiri, yang bekerja dalam dan melalui diri-Nya.
“Anak Manusia” dalam pengertian Yesus
Istilah “Anak Manusia” yang dipakai Yesus mengacu pada penglihatan Nabi Daniel (Dan 7:13): sosok seperti manusia datang ke hadirat Yang Mahatinggi dan menerima kuasa serta kemuliaan.
Dengan menyebut diri-Nya “Anak Manusia”, Yesus mengundang orang untuk mengenali diri-Nya lebih dalam – bukan sekadar menilai tindakan-Nya, tetapi siapa Dia sesungguhnya.
Yesus tidak bertanya, “Apa kata orang tentang ajaran-Ku?” tetapi, “Apa kata kalian tentang Aku?”
Inilah pertanyaan eksistensial yang menuntut jawaban iman, bukan informasi.
Petrus sebagai batu karang
Setelah pengakuan Petrus, Yesus menyebutnya “batu karang” (Yunani: petra) dan berjanji akan membangun Gereja di atasnya (ay. 18).
Gambaran ini sangat kuat: batu karang adalah tempat berpijak dan berlindung dari guncangan. Petrus akan menjadi tumpuan kokoh bagi komunitas iman yang sedang dibangun oleh Yesus.
Yesus juga berkata, “Alam maut tidak akan menguasainya.”
Dalam imajinasi kuno, alam maut (Hades atau Sheol) seperti lubang yang menganga dan menyeret semua orang ke dalam kegelapan.
Maka gambaran Gereja yang berdiri di atas batu karang menyampaikan keyakinan: umat beriman tidak akan dikalahkan maut.
Kunci Kerajaan Surga
Selanjutnya, Yesus memberikan kepada Petrus “kunci Kerajaan Surga” (ay. 19). Banyak orang menafsirkan ini sebagai kuasa untuk mengizinkan atau menolak orang masuk surga. Namun dalam konteks Injil Matius, maknanya lebih mendalam.
Kunci itu bukan sekadar simbol otoritas, melainkan peran untuk melindungi dan memelihara umat dari kekuatan maut. “Mengikat dan melepaskan” bukan berarti mengontrol, tetapi menjaga dan membebaskan.
Petrus –dan para penerusnya– bertugas menuntun umat agar tidak terseret ke dalam kehilangan iman, agar tetap berada dalam jalan keselamatan.
Peran Petrus dan sukses rasuli
Apakah penggambaran ini bisa dijadikan dasar bagi wibawa takhta apostolik Paus, penerus Petrus?
Dalam keyakinan Gereja Katolik, jawabannya tegas: ya. Namun bukan dalam arti Paus sebagai penjaga gerbang surga yang menentukan siapa masuk siapa tidak, melainkan sebagai pelayan utama Gereja yang bertugas menjaga, memelihara, dan menguatkan umat beriman dari segala kuasa yang menjauhkan dari keselamatan.
Penutup
Pertanyaan Yesus, “Siapakah Aku ini bagimu?” tetap relevan hingga kini. Setiap generasi murid Yesus ditantang menjawab pertanyaan ini, bukan sekadar dengan rumusan, tetapi lewat pengenalan pribadi dan kesaksian hidup.
Dan sebagaimana Petrus, jawaban itu seharusnya lahir dari pengalaman bersama Kristus yang hidup dan menyelamatkan – dialah Mesias, Anak Allah yang hidup.
Salam hangat,
A. Gianto










































