Home BERITA In Memoriam Romo Aloysius Gonzaga Hantara Pr: Membela Orang-Orang Marginal (2)

In Memoriam Romo Aloysius Gonzaga Hantara Pr: Membela Orang-Orang Marginal (2)

0
Almarhum Romo Hantara Pr. (Dok. Pri)

KETIKA menjadi tim redaksi Majalah BERNIO, majalah para imam Diosesan Keuskupan Agung Semarang (KAS), saya pernah meminta satu tulisan dari Rama Al. Hantara Pr untuk dimuat dalam BERNIO No. 03, Edisi Khusus, Th. XXIII, pada tahun 2013.

Tulisannya yang berjudul Hari-Hariku Menjadi Imam tersebut dimuat di halaman 15-18.

Pada tahun 2013 Romo Al. Hantara merayakan pesta 40 tahun (panca windu) imamat bersama dengan Romo Matheus Yosep Riawinarta Pr. Mereka ditahbiskan menjadi imam di Kentungan pada tanggal 5 Februari 1973.

Pada waktu itu, perayaan misa syukur dilaksanakan di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran pada tanggal 24 Juli 2013. Bersamaan juga perayaan pesta 50 tahun (pesta emas) imamat Romo Gregorius Utomo Pr dan perayaan pesta 25 tahun (pesta perak) imamat Romo Yohanes Berchmans Suwarna Sunu Siswoyo Pr.

Dalam kesaksian dan sharing pengalaman 40 tahun menjadi imam, Romo Hantara mengungkapkan sesuatu yang mengagumkan bagi saya.

Kenapa? Di penghujung kesaksiannya itu, beliau menunjukkan kerendahanhatinya sebagai imam yang sudah menep, mendalam, dan sumeleh.

Diungkapkannya, “Mohon doa supaya imamatku lestari dan melayani umat dengan gembira sampai menutup mata untuk tiduuuurrr di atas sana….rumah Bapa.”

Membela orang-orang marginal

Bersama dengan Romo YB Mangunwijaya Pr, Romo Hantara mempunyai kepedulian yang besar kepada orang-orang marginal dan terpinggirkan kala itu. Kiprah dan pelayanannya memang tidak banyak disorot oleh awak media. Mungkin bisa dibilang ia berkarya dalam senyap, dan jauh dari hiruk pikuk pemberitaan media massa.

Keceriaan Romo Han bersama para Rama yang berkarya di Gereja Katedral Semarang (Dok. Romo Ant. Budi Wihandono Pr)

“Saya mempunyai tiga pengalaman manis pada tahun 1978, 1983 dan 1989,” tegasnya.

Pada tahun 1978, Romo Han membina orang-orang marginal, yaitu anak-anak jalanan. Dia ikut mengamen dan dikejar-kejar aparat serta mempersembahkan misa bagi mereka di bawah jembatan dan di emper toko.

Lima tahun kemudian, pada tahun 1983 ia juga pernah digrebeg, ditangkap aparat dan ditahan sehari di Jawa Barat saat membina dan membela kaum marginal.

Selama tahun 1989-1993, Romo Hantara membela penduduk Kedungombo untuk menerima pembagian tanah bagi mereka yang tak mau ditransmigrasikan ke Bengkulu dan membantu kebutuhan hidup dan sekolah.

Dia mensyeringkan bahwa pernah ditangkap dan diinterogasi saat masuk kawasan terlarang di Kedungombo, karena membela orang-orang di sana pada tahun 1989.

Lebih lanjut diungkapkannya:

“Selama menjadi imam dan bekerja di Paroki mana pun, terutama untuk membina dan membela orang-orang marginal yang di-PHK, dan digusur demi pembangunan, moto yang saya hidupi adalah Ad Maiorem Dei Gloriam, dan berlandaskan semangat: Bekerja dengan hati gembira dan murah hati.”

Selain itu, tambahnya, juga tidak takut bahaya karena percaya kepada Tuhan: In Te Confido, Dia akan melindungi dan membimbing: “Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.” (Yes 41:10).

Orang Katolik yang tangguh

Selama berkarya sebagai imam, Romo Han mencoba membangkitkan semangat umatnya untuk menjadi orang Katolik yang tangguh. Bagi dia, menjadi aktif di paroki itu kewajiban semua orang yang telah dibaptis.

“Imamatku harus selalu diperbarui dalam komitmen dan bekerja dengan secara profesional. (Saya) membangkitkan semangat umatku untuk menjadi orang Katolik yang tangguh, tidak mudah takut menerima tugas di paroki, harus kreatif. Menjadi aktif di paroki itu kewajiban semua orang yang telah dibaptis. Kalau ada umat Katolik pindah agama (biasanya orang yang tak aktif), perlu dipertanyakan ‘masa katekumen”-nya dan bagaimana sampai dibaptis?,” paparnya kala itu.

Selama 46 tahun menjadi imam, sudah ada 11 paroki yang pernah dia layani, yaitu: 

  • Tahun 1973 : berkarya di Paroki SPM Bunda Kristus, Wedi, Klaten.
  • Tahun 1975 : berkarya di Paroki Kristus Raja, Ungaran.
  • Tahun 1986 : berkarya di Paroki St. Maria Fatima, Banyumanik.
  • Tahun 1987 : berkarya di Paroki Katedral, Semarang.
  • Tahun 1990 : berkarya di Stasi Hati Kudus, Tanah Mas (kini sudah menjadi Paroki).
  • Tahun 1993 : berkarya di Paroki Mater Dei, Lampersari, Semarang.
  • Tahun 1998 : berkarya di Paroki Theresia Lisieux, Salam.
  • Tahun 2001 : berkarya di Paroki Albertus Magnus, Jetis, Yogyakarta.
  • Tahun 2003 : berkarya di Paroki Ignatius, Magelang.
  • Tahun 2006 : berkarya di Paroki St. Maria Fatima, Magelang.
  • Tahun 2013 : berkarya di Paroki St. Fransiskus Xaverius, Semarang.
  • Tahun 2017 : kembali berkarya di Paroki Katedral, Semarang sampai wafat.
Uskup KAS Mgr. Robertus Rubiyatmoko (kiri) dan Vikep Semarang Romo Budi Wihandoko Pr menjenguk Romo Hantara Pr beberapa hari sebelum meninggal. (Ist)

Penghayatan Imamat

Romo Han dikenal sangat mencintai imamatnya. Ia menghayati panggilan imamat dengan gembira. Mencinta Ekaristi menjadi fokus hidupnya.

Diuraikannya, “Ketika bekerja di paroki-paroki kubina umat memiliki iman yang bisa menjalani hidup dengan gembira, meski umat menghadapi tantangan zaman dan menghadapi kesukaran-kesulitan, dsb. Imamatku juga kujalani dengan gembira dan mencintai Ekaristi dengan gembira karena itulah fokus hidupku.”

Lebih lanjut ditegaskannya, “Cita-citaku adalah ingin selalu menghidupkan paroki dengan kelompok-kelompok doa/devosi, antara lain: St. Maria, Kerahiman, Kharismatik, KTM, Legio Maria, dll.”

Beberapa waktu mengalami sakit. (Dok. Bu Ratna)

Banyak umat telah merasakan sentuhan kasih dan pelayanannya.

Beberapa bulan terakhir ini dia dirawat di Rumah Sakit St Elizabeth Semarang. Banyak umat yang mengunjunginya dan mendoakannya. Dan kini Romo yang murah senyum itu telah tiada.

Tetapi semangat hidupnya, keceriaannya, dan kesetiaannya menjadi warisan dan teladan yang selalu hidup dalam paguyuban persaudaraan Unio para imam diosesan Keuskupan Agung Semarang.

Romo Han, dengan berbaring dalam peti mengenakan jubah dan kasula, engkau sungguh menjadi imam yang lestari. Harapanmu kini terwujud: “…supaya imamatku lestari dan melayani umat dengan gembira sampai menutup mata untuk tiduuuurrr di atas sana….rumah Bapa!!”

Selamat jalan, Romo Han. Jadilah pendoa bagi kami dari Rumah Bapa di Surga.

Biodata Alm. Romo Aloysius Gonzaga Hantara Pr

  • Lahir: Pekalongan, 28 Desember 1945.
  • Tahbisan: Kentungan, 5 Februari 1973.
  • Wafat: Semarang, 22 November 2019.

Pendidikan:

  1. Tahun 1958 : Lulus SR Kanisius
  2. Tahun 1965 : Lulus SMA Seminari Mertoyudan
  3. Tahun 1972 : Lulus Seminari Tinggi St. Paulus, Kentungan, Yogyakarta.
  4. Tahun 1978 : Kursus Ilmu sosial di Filipina, Korea Selatan, dan Thailand.

Pekerjaan Sampingan:

  1. Tahun 1975: Ketua Badan Kerja Sama Antar Gereja-gereja dan pesantren di Kabupaten Semarang
  2. Tahun 1979: Ketua III UNIO KAS – di Konsult KAS – mewakili UNIO KAS di pertemuan-pertemuan KWI.
  3. Tahun 1979: Moderator Indonesia YCW Movement.
  4. Tahun 1986: Mewakili negara-negara Asia Pasifik di International YCW, berkantor di Belgia.
  5. Tahun 1987: Koordinator Asia-Pasifik YCW Movement, berkantor di Hongkong.
  6. Tahun 1989: Bersama Rama YB Mangunwijaya Pr membela penduduk Kedungombo sampai tahun 1993 untuk menerima pembagian tanah bagi mereka yang tak mau ditransmigrasikan ke Bengkulu dan membantu kebutuhan hidup dan sekolah.
  7. Tahun 1980–1986: Moderator Muda-mudi Rayon BAGUS (Semarang Selatan)
  8. Tahun 1988–1993: Moderator Muda-mudi Kevikepan Semarang. (Berlanjut)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version