Home LENTERA KEHIDUPAN In Memoriam Romo Vincentius Sugondo SJ: Selamat Jalan Sahabatku

In Memoriam Romo Vincentius Sugondo SJ: Selamat Jalan Sahabatku

0

TAHUN 1974, aku bertemu denganmu sebagai orang kebanggaan Romo Van Deinse SJ. Kamu adalah aktivis karya sosial bersama adikmu di Ngaliyan; lalu kita bersama sama menjadi novis yang termasuk tidak alim saat itu.

Kita kerap ditegur oleh kakak Secundi kita, namun akhirnya mereka malah menjadi dekat dengan kita.

Romo Magister kadang menjadi pusing kalau berhadapan dengan ulah kita.

Ingatkah kau waktu kita ambulasi…..Mujisutrisno kepingin pipis… Dia ngumpet di balik pohon.

Tiba-tiba kenakalanmu kumat dan kau tembak dia…”Dor… dor,” pakai tanganmu; lalu Muji terkejut dan pipisnya berbalik arah…..ke kamu?

Ingatkah kamu waktu di kubikel, kita bertanding kentut…..Lalu Romo Magister masuk, dan memegang hidungnya lalu kamu jawab…..”Romo tadi kita baru nangkap bangkai tikus….?

Lalu kita membuat tim sepak bola, saya dan Alm. Romo Wisnu SJ  penyerang bersama Br.
Sugiyono; lalu kamu menjadi back yang tangguh dan kadang main babat….kaki
orang pun diterjang; termasuk si Prapto Mugen dan Gunadi yang kecil itu

Ingatkah engkau waktu Marman dan kamu melempari buah jambu kesayangan
Romo Magister? Ingatkah kamu, waktu aku kamu bujuk untuk manjat mangga yang ranum depan kamar Bruder Budi karena romo Magister pergi ke Ungaran….Dan saya di atas pohon….tiba tiba Romo Magister mendadak pulang
dan berdiri di bawah pohon mangga itu: Kamu dan Wisnu hanya cekikikan.

Ingatkah kamu, waktu Iwan punya proyek cetak foto dan radio? Kekonyolan kita membuat romo Magister kerap geleng kepala?

Ah kenangan di Girisonta menjadi begitu indah kita kenang….
Kita terlalu banyak keluar biara, padahal sebenarnya kurang diizinkan?
Dan kita pernah mau mati karena mobil kita terguling guling di Ambarawa, lalu selama sebulan kamu berjalan miring?

Tetapi Tuhan menuntun kita  untuk terus sampai ke kaul pertama…..

Lalu kita ke Jakarta.
Kita menjadi aktivis juga, karena sekolah filsafat tidak pinter
Kamu judeg, saking sulitnya bisa mendapatkan nilai 6 dari Romo Verhaak.
Sedangkan Muji dan Dipo selalu dengan mudah dapat nilai 9?
Lalu kamu panggil dia ‘profesor’?

Kita kumpulin beras dari paroki paroki karena kekurangan pangan dan  kekeringan lalu kamu bawa kombi kita menyusuri jalan sampai ke Pantura membagi beras….

Dan walau kita beda tempat, tetapi kalau aku pulang dari Jalan Malang membawa intip nasi pemberian umat, kamu selalu memintanya….

Dan filsafat pun berlalu. Dan kita pisah, kecuali aku dengan Wisnu ke Maluku.

Waktu menjelang tahbisan diakon, aku kecelakaan dan dilarikan dari Kolsani dalam ambulans.

Katanya aku digendong sama Marman, Hans, dan Wisnu.
Aku terkapar di Panti Rapih dan tetap diberkati sebagai diakon.
Di Kolsani kita kembali tangani gelandangan; ngumpul di Pingit dan engkau memang bersemangat untuk karya itu.

Lalu kita berpisah….
Tidak lebih dari 3 tahun aku hayati tahbisan.
Aku pamit dengan kalian; dan kalian tidak marah bahkan membantuku mengurus langkah-langkah laikalisasiku.
Ah kalian sungguh sahabat yang baik banget sampai saat ini.

Aku pergi tanpa dendam, aku pergi namun tetap kau terima.
Aku meninggalkanmu, tetapi kamu tetap menyapaku.
Kamu di Irian dan setiap kali kita ketemu di Kanisius, dan kamu berkisah tentang kondisi  kesehatanmu.
Lalu aku ingat, kamu kuajak jalan-jalan di Jl. Sabang.
Kamu aku belikan celana jin, kamu milih sendiri yang cocok dengan karyamu di Irian
Lalu kita makan bareng di Natrabu……

Ah kenangan itu muncul

Kamu meneruskan karyaku di Pulau Galang;
Dan apa yang saya alami, kamu juga alami.
Dan kamu mengalami bagaimana pahitnya ketika kamp itu harus ditutup.

Waktu kamu sakit.
Wisnu selalu laporan tentang kondisimu.
Dan waktu kamu  harus berangkat ke China, kamu  masih sempat  bicara denganku.
Dan setelah transplantasi selesai, aku temui kamu.
Dan kamu cerita sama istri dan anakku, bahwa ginjalmu itu datang dari narapidana yang ateis.
“Ben dadi katolik, yen pindah neng awakku,” itu katamu.

Ah kekonyolan dan keberanian adalah sifatmu.
Namun aku bangga, karena kamu setia sampai akhir.
Aku bangga, karena kamu tidak menjauhiku.
Aku bangga, karena kamu membesarkan hati anakku agar belajar terus.
Aku bangga, karena kamu tidak pernah menyerah…..

Sugeng tindak sahabatku.
Kamu pasti senang karena bertemu sohibmu Wisnu.
Yang selalu setia mengawalmu, kalau kamu berobat.
Kamu pasti senang, karena juga bisa bertemu dengan Wibowo.
Yang selalu kamu goda dan ejek
Kamu pasti akan bertemu Prapto si Mugen
Yang pernah kamu tendang waktu berebut bola….
Dan pasti bertemu dengan Romo Van Deinse pujaanmu

Semoga Romo menjadi perantara doa bagi kami semua.
Maafkan aku karena tidak melayatmu.

Salam dan doaku,
Gomek

Catatan:

Wisnu tak lain adalah almarhum Romo Wisnumurti Murtrisunu SJ. Semasa hidupnya, almarhum pernah bertugas sebagai     Direktur SMA Gonzaga, Pastur Kepala Paroki Katedral Jakarta, dan Pastur Kepala Paroki Gereja Santo Antonius Kotabaru, Yogyakarta. Almarhum meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas.

Mudjisutrino adalah Romo Prof. Dr. Mudjisutrisno SJ, seorang kolumnis dan budayawan.

Dipo adalah Romo Prof. Dr. Anton Sudiarjo SJ, dosen filsafat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Marman adalah mantan Yesuit.

 

Photo credit: Provinsialat SJ Provinsi Indonesia

Wibowo (Bowo) adalah almarhum Dr. Ignatius Wibowo SJ, pakar sinologi dan meninggal karena sakit kanker paru.

Van Deinse adalah almarhum Romo dr. Van Deinse SJ, pencipta musik gamelan Supra dan perintis karya sosial di Ngaliyan, Semarang.

Hans adalah Romo Hans Handrianto Widjaja Pr, pastur diosesan Keuskupan Denpasar.

 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version