Jangan Sibuk Menilai

0
0 views
Ilustrasi - Menilai orang lain by Ist

Minggu, 24 Agustus 2025

Yes. 66:18-21.
Mzm. 117:1,2
Ibr. 12:5-7,11-13.
Luk. 13:22-30

MANUSIA sering kali terjebak pada kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain. Ada yang berkata, “Dia rajin ke gereja, pasti selamat.” Atau sebaliknya, “Dia hidupnya penuh dosa, mana mungkin masuk surga.”

Padahal Yesus sendiri mengingatkan bahwa keselamatan bukanlah soal penilaian manusia, melainkan rahmat Allah yang menuntut kesetiaan pribadi.

Membandingkan diri hanya akan membuat kita terjebak dalam dua sikap yang sama-sama berbahaya: merasa lebih baik dari orang lain, atau putus asa karena merasa lebih buruk. Keduanya sama-sama menjauhkan kita dari kerendahan hati untuk berjuang.

Yesus tidak pernah meminta kita menilai orang lain, melainkan memeriksa diri sendiri.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu.”

Pintu yang sesak itu menggambarkan jalan keselamatan yang tidak mudah ditempuh. Ia sempit, sehingga tidak memungkinkan kita membawa segala beban duniawi, ego, keserakahan, kebencian, atau kesombongan. Untuk melewatinya, kita harus rela melepaskan banyak hal yang selama ini membelenggu hati.

Sering kali kita lebih suka jalan yang lebar, nyaman, dan penuh hiburan duniawi. Namun jalan itu justru menyesatkan.

Pintu yang sesak mungkin sulit, tetapi di ujungnya ada kehidupan kekal. Itulah sebabnya Yesus menekankan: “Berjuanglah.”

Keselamatan bukan sekadar hadiah yang datang otomatis, melainkan anugerah yang menuntut tanggapan dengan kesungguhan, doa, pertobatan, dan perbuatan kasih.

Pintu yang sesak itu melambangkan jalan iman yang menuntut kesungguhan, disiplin, dan pengorbanan. Jalan itu memang sempit dan tidak mudah dilalui. Namun, justru di situlah letak perjuangan kita, bukan menengok kanan-kiri, tetapi melangkah maju dengan tekun.

Keselamatan bukan tentang seberapa rajin kita melakukan rutinitas keagamaan secara lahiriah, melainkan tentang kesetiaan hati, pertobatan yang nyata, dan kasih yang diwujudkan dalam hidup. Allah melihat hati kita, bukan perbandingan dengan orang lain.

Maka, pertanyaan yang lebih penting bukanlah: “Apakah dia akan selamat?” melainkan: “Apakah aku sungguh berjuang setiap hari agar layak menerima keselamatan itu?”

Bagaimana dengan diriku?

Apakah selama ini aku lebih sering sibuk menilai iman dan hidup orang lain daripada memeriksa diriku sendiri?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here