Jejak Sabda, Kamis 11 Desember 2025: Kerendahan Hati yang Radikal

0
62 views
Rendah hati di hadapan Tuhan

Yes 41:13-20
Mzm 145.
Mat 11:11-15

SEORANG sahabat bercerita tentang kerinduannya dipuji dan disayang ayahnya.

Sahabatku itu sejak kecil, anaknya sangat ceria, rajin, dan selalu berusaha menjadi yang terbaik di sekolah.

Namun, ada satu hal yang selalu membuat hatinya terasa kosong: ia jarang sekali mendengar pujian dari ayahnya.

Ayahnya bekerja sebagai tukang bangunan, pulang larut dengan tubuh penuh keringat dan wajah lelah.

Setiap kali sahabatku menunjukkan nilai bagus, medali lomba, atau sekadar gambar yang ia buat, yang ia harapkan hanyalah satu kalimat sederhana: “Ayah bangga sama kamu.”

Namun ayah selalu hanya mengangguk singkat sambil berkata, “Bagus… belajar terus ya.”

Tidak ada pelukan, tidak ada kata bangga, bahkan sekadar senyum pun jarang.

Sikap ayahku membuatku, menjadi sulit bersyukur, sulit mempunyai pandangan positif terhadap Tuhan maupjn orang lain.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis”

Yesus sendiri memberikan pujian luar biasa kepada Yohanes Pembaptis. Bayangkan: bukan manusia biasa yang memuji, tetapi Yesus, Sang Anak Allah.

Pujian ini tidak sembarangan. Namun, justru dalam pujian itulah kita melihat keagungan Yohanes Pembaptis: ia tidak mencari pujian itu.

Ia tidak bekerja demi kehormatan. Ia hidup sepenuhnya untuk memuliakan Tuhan.

Pujian dan popularitas tidak membuatnya mempertahankan diri. Ia rela ‘menghilang’, karena bagi dia, tujuan hidup adalah meninggikan Tuhan.

Pujian Yesus bukan hadiah bagi Yohanes, melainkan pengakuan bahwa ia telah setia menjalankan panggilannya.

Bagi Yohanes, pujian bukan untuk dinikmati, tetapi untuk diteguhkan bahwa ia berada di jalan yang benar.

Pujian sering menjadi ujian yang tidak terasa. Banyak orang jatuh bukan ketika dicaci, tetapi ketika dipuji.

Pujian bisa membuat kita bangga diri, haus pengakuan, dan lupa tujuan. Tetapi pujian juga bisa menguatkan jika hati kita benar.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku mampu menerima pujian dengan rendah hati dan mengarahkan kemuliaan kepada Tuhan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here