BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Jumat, 4 Februari 2022.
Tema: Kasih yang Membedakan.
Bacaan
- Yes. 58; 1-9a.
- Mat. 9: 14-15
DEMI cinta kadang harus membedakan. Cinta kadang harus bertindak “tidak adil”. Artinya tidak bisa menyama-ratakan.
Tentu dengan cinta orang bisa membedakan dan memberikan yang terbaik.
Tidak bisa main pukul rata.
Cinta dan kebaikan tertuju pada pribadi yang unik. Tak tergantikan. Ada kelebihan dan kekurangan.
Pilihan kepada mereka yang lebih lemah tidak berarti tidak mencintai; tidak berkeadilan.
Sebuah tindakan yang lebih istimewa.
“Romo, mohon doa untuk anak saya. Beberapa hari ini dia kurang tenang. Agak cemas berlebihan. Sesampai di rumah, saya kok melihat Yenny duduk lemas di sofa, ruang keluarga sambil menonton tv. Dari raut terlihat wajah, apalagi sorot mata, terkesan tidak konsen. Selalu melihat ke mana-mana.
Saya lalu menghampirinya dan berkata, “Nonton apa noh. Kelihatan menarik filmnya.”
“Nggak tahu tuh. Ngak ngerti juga.”
“Oh, sepertinya detektif.”
“Nggak tahu juga. Asal pencet saja.”
Orangtuanya hanya tersenyum. Ibunya lalu duduk di samping puterinya; merangkul dari samping. Sementara ayahnya duduk di samping lain.
“Mau minum apa Mo?”
“Bolehlah, secangkir kopi pahit tanpa gula.”
“Kebetulan dapat kiriman kroket dan bakpao dari anak yang di Jakarta.”
Maka si bapak lalu berkisah.
“Kami punya dua anak; kembar. Yang pertama di Jakarta dan berprofesi sebagai desain interior di sebuah perusahaan asing. Kedudukannya bagus. Dipercaya oleh pimpinan. Tapi yaitu sangat sibuk. Cara kerjanya seperti orang luar negeri. Dan kalau sudah kerja tidak bisa diganggu. Kami khawatir dengan kesehatannya. Sering harus kerja lembur. Kejar target.
Yenny ini adiknya. Kami minta dia menemani dan meneruskan usaha kami. Abis tidak ada yang lain. Kami bersyukur dia mau,” ungkapnya.
Si nyonya rumah lalu datang dengan kopi dan makanan yang hangat.
“Silahkan Romo, nanti keburu dingin.”
Aku pun menyantap tanpa sungkan tanpa merasa dosa. Memang sudah kenal.
Yenny tanpa sungkan mengatakan, “Nanti Romo bawa pulang bakpaonya ya. Enak. Saya juga suka. Cie cie pesennya gitu,” ungkap Yenny.
Okey.
Tidak lama kemudian setelah bercakap dan makan sejenak, Yenny bilang, “Mo, saya mau istirahat ya. Capek. Mau tidur.”
Untuk seorang yang dewasa seperti itu sangatlah menyentuh tutur katanya.
Yang menarik, ia berdiri; merangkul ibunya dan kemudian memeluk papanya.
Papa mamanya mencium pipinya.
“Wow… indah sekali.”
“Begitulah Romo kedua puteri kembar kami. Sejak kecil dibiasakan. Kami akrab. Bahkan seperti kakak-adik.
Ketika kecil, kami memperlakukan mereka sama. Kendati Yenny lebih kami istimewakan, karena kondisi emosional lemah. Lahirnya badannya kecil, kurus.
Sejak kecil sampai SMP, kepada mereka kami perlakukan sama. Menjadi sedikit agak berbeda ketika SMA. Yenny memang lemah di dalam segala hal. Beda banget dengan kakaknya. Kakaknya maklum, karena itu dia sangat sayang dengan adiknya. Sayang banget Mo sama Yenny,” kata ibunya.
“Kami tahu karakter dan pribadi anak kami. Kami memperlakukan mereka secara berbeda. Kalau adilnya sama. Tapi perhatian yang berbeda.
Si kecil lebih membutuhkan support daripada kakaknya. Tingkat kedewasaan ya juga berbeda dan reaksi bagaimana mengatasi kesulitan juga tidak sama.
Kami selalu mengatakan kepada kedua puteri kami tidak ada anak emas. Semua anak mama; semua anak papa mama. Tetapi pribadi kalian berbeda tidak boleh iri; juga tidak boleh bertengkar tidak boleh merebutkan hal-hal yang sepele. Papa mama sayang pada kalian berdua. Sama.
“Mami, kasihan dedek. Mami perhatikan dedek aja. Saya bisa mengatur sendiri. Dedek yang butuh support lebih Mi”. Itu Mo yang selalu dikatakan Yola.
Sejak kecil mereka selalu bersama. Bahkan sampe sekarang. Sudah besar pun kalau kakaknya pulang selalu tidur bersama. Satu ranjang lagi. Tidak mau dipisahkan. Kadang malah kami berempat satu kamar.
Terhadap ragi Farisi Yesus berkata, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka?” ay 15a.
Yesaya pun menulis salah satu unsur berpuasa, “Janganlah menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri.” ay 7c.
Tuhan, nyalakan api kasih-Mu dalam diriku bagi sesamaku. Amin.