Sabtu. Minggu Biasa XXXI, Hari Biasa (H)
- Rm. 16:3-9.16.22-27
- Mzm. 145:2-3.4-5.10-11
- Luk. 16:9-15
AC Eko Wahyono
Lectio
9 Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.” 10 “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar.
Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. 11 Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?
12 Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? 13 Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
14 Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia. 15 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.”
Meditatio-Exegese
Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur
Ikatlah persahabatan dengan mamon, tetapi jangan terlekat. Kata Yunani μαμωνα, atau Latin mamona dalam Luk. 16:9 dan Luk. 16:13 bermakna kekayaan atau uang. Kata Yunani-Latin itu berasal dari kata Aram manon, dengan arti sama.
Kata ini digunakan Yesus dalam pengajaran tentang harta duniawi dan penyalah gunaan harta, seperti disingkapkan dalam Mat. 6:19-21. 24; Luk. 16:6. 11.13. Uang atau mamon sering disebut ‘tidak jujur’ karena diperoleh dengan cara tidak halal, bahkan ketika sampai di tangan orang yang jujur.
Tujuan akhir hidup pengikut Yesus adalah Allah, “kamu diterima dalam kemah abadi” (Luk. 16:9). Salah satu cara yang dapat digunakan adalah bersahabat dengan mamon, jabatan dan uang. Kedua hal itu tidak pernah bisa dilepaskan dari hidup manusia sepanjang sejarah.
Jabatan, uang dan barang selalu bersifat netral. Seharusnya semua digunakan untuk meraih harta yang tidak bisa dirusak ngengat atau karat atau dicuri.
Tetapi di hati manusia, ketiganya bisa mengantarnya pada kemah abadi atau pada kegelapan yang tak berkesudahan. Bendahara cerdik yang menggunakan jabatannya untuk berlaku murah hati pada yang berhutang pada tuannya, agar “ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka” (Luk. 16:4).
Tiap murid Yesus ditantang untuk bersikap bijaksana dan cerdik dalam mengendalikan jabatan dan uang. Ia harus mampu mengelola jabatan dan uangnya agar tidak penah menjadi tuhan dan tujuan hidupnya. Apabila ia tidak tamak, ia pasti mampu menerima dan merangkul semua orang. Maka, jabatan, uang dan barang dapat digunakan secara bijaksana untuk menjadi sarana agar diterima di kemah abadi (Luk. 16:9).
Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan
Yesus menyimpulkan perumpamaan-Nya dengan ajaran tentang apa atau siapa yang mengatur hidup seseorang. Siapa yang menjadi tuan atas hidup seseorang. Siapa tuan atau penguasa atas hidupmu?
Tiap pribadi bisa diatur dan dikendalikan oleh banyak hal berbeda – kerakusan akan uang atau harta milik, kuasa jabatan, harta milik dan prestise, gelegak keinginan tak teratur dan apa yang menyebabkan kecanduan atau ketergantungan.
Tuan yang sejati adalah dia yang mengatur atau mengendalikan hidup tiap pribadi. Sang tuan adalah siapa atau apa saja yang membentuk cita-cita, mengarahkan apa yang ideal, dan mengendalikan keinginan di hari dan nilai yang di hayati.
Namun, tiap murid Tuhan dipanggil untuk takut, mengasihi dan menaati Tuan “yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat. 10:28).
Maka, pilihan bijak harus diambil. Pilih Allah, bukan mamon, jika ingin hidup dan tinggal di kemah abadi.
Allah mengetahui hatimu
Setiap murid Yesus harus setia pada-Nya, dapat dipercaya, jujur dan tidak tamak. Sebab kepada tiap-tiap murid-Nya Yesus mempercayakan harta yang paling berharga, yaitu Kerajaan Allah. Harta ini bukan milik manusia, tetapi dianugerahkan kepada manusia.
Kelak harta yang paling berharga dapat dimiliki setelah tiap murid-Nya membuktikan bahwa ia layak dipercaya dan setia pada-Nya. Sabda-Nya (Luk. 16:10), “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar.”,Qui fidelis est in minimo, et in maiori fidelis est.
Yesus juga mengingatkan bahwa jabatan, uang dan barang yang sering dipandang manusa sangat berharga, ternyata hanya perkara kecil. Semua dapat diambil dalam sekejap, seperti harta milik Ayub, orang terkaya di belahan dunia timur (bdk. Ayb. 1:1.13-19).
Sebaliknya, dengan mengembangkan cuping hidung, orang Farisi menyepelekan sabda Tuhan. Mereka mengira bahwa kekayaan, kesehatan merupakan tanda mutlak yang kelihatan dari berkat Allah.
Sabda-Nya dalam Kitab Ulangan dan Amsal dipersempit pemaknaannya untuk membenarkan kelekatan terhadap hal-hal duniawi. Sabda yang dipelintir: “Tetapi haruslah engkau ingat kepada Tuhan, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini.” (Ul. 8:18). “Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” (Ams. 10:22).
Mereka menolak sabda-Nya, karena mereka tidak siap dan bersedia untuk melaksanakan disposisi/sikap batin yang berbelas kasih dan murah hati seperti Allah. Bahkan, mereka tidak sanggup membayang ada orang lain yang mampu bertindak atas landasan belas kasih dan kemurahan hati.
Ejekan mereka justru menunjukkan cara merasa, cara berpikir dan cara bertindak yang dipenuhi ketamakan. Di balik kesalehan, Yesus menunjukkan kebenaran bahwa mereka bukan hamba Allah, tetapi hamba uang (Luk. 16:14).
Kesalehan palsu yang dikagumi manusia, ternyata, dibenci Allah. Dengan wajah seolah tak bernoda, mereka menelan rumah janda-janda (Luk. 20:24). Kitab Amsal menggambarkan, “Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi Tuhan; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman.” (Ams. 16:5).
Apa yang disembunyikan di dalam hati, diketahui-Nya, karena Allah mengenal hati manusia.
Sabda-Nya, (Luk. 16: 15), “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.”, Vos estis, qui iustificatis vos coram hominibus; Deus autem novit corda vestra, quia, quod hominibus altum est, abominatio est ante Deum.
Katekese
Tidak kepada berhala baru: uang. Paus Fransiskus, 1936 – sekarang
“Krisis finansial dewasa ini bisa membuat kita mengabaikan fakta bahwa hal itu berakar pada krisis manusia yang mendalam: penyangkalan atas keluhuran pribadi manusia. Kita telah menciptakan berhala-berhala baru.
Pemujaan kepada anak lembu emas kuno (bdk. Kel. 32: 1-35) telah kembali dalam kedok baru dan kejam dalam pemujaan uang dan kediktatoran ekonomi impersonal yang tidak memiliki tujuan manusiawi sejati.
Krisis di seluruh dunia yang memberi kekuasaan kepada keuangan dan ekonomi menunjukkan
ketidakseimbangannya dan, terutama, kurangnya perhatian nyata pada manusia; manusia direduksi pada salah satu dari kebutuhannya saja: konsumsi.” (Seruan Apostolik Suka Cita Injil, Evangelii Gaudium, 55).
Oratio-Missio
Tuhan, nyalakanlah dalam hatiku api kasih-Mu agar aku tanpa henti mengabdi kepada-Mu dan menjadikan-Mu satu-satunya Penguasa hidupku. Bebaskan aku dari keserakahan dan kelekatan pada benda duniawi dan mampukan aku menggunakan apa yang aku miliki untuk memuliakan-Mu dan menjamin kesejahteraan sesamaku. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan agar aku diterima di kemah abadi?
Vos estis, qui iustificatis vos coram hominibus; Deus autem novit corda vestra, quia, quod hominibus altum est, abominatio est ante Deum – Lucam 16:15











































