Senin, 5 Mei 2025
Kis. 6:8-15.
Mzm. 119:23-24,26-27,29-30; Yoh. 6:22-29
MENGEJAR roti agar kenyang memang hal yang wajar.
Kita semua butuh makan, tempat tinggal, keamanan, dan bahkan pengakuan. Namun, dalam perjalanan hidup, sering kali yang wajar ini perlahan berubah menjadi pusat hidup kita.
Tanpa kita sadari, kebutuhan akan keberhasilan, kenyamanan, dan popularitas mulai mengambil tempat utama dalam hati, menggeser Tuhan yang seharusnya menjadi yang terutama.
Tidak mudah memang untuk mengenali kapan batas itu dilampaui, kapan usaha yang sehat berubah menjadi ambisi yang mengikat, kapan rasa cukup berubah menjadi kerakusan, kapan pelayanan berubah menjadi panggung pencitraan.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Ketika orang banyak melihat, bahwa Yesus tidak ada di situ dan murid-murid-Nya juga tidak, mereka naik ke perahu-perahu itu lalu berangkat ke Kapernaum untuk mencari Yesus.”
Ada sesuatu yang sangat menyentuh dari tindakan orang banyak ini: mereka mencari Yesus.
Mereka tidak tinggal diam saat menyadari Yesus tidak lagi ada di tempat sebelumnya. Mereka naik perahu, menempuh perjalanan, dan terus mencari-Nya. Ada kerinduan, ada usaha, dan ada tekad.
Namun jika kita membaca lebih jauh, kita tahu bahwa banyak dari mereka mencari Yesus bukan karena ingin mengenal-Nya lebih dalam, tetapi karena mereka telah kenyang oleh roti yang Yesus bagikan sebelumnya.
Mereka mengejar berkat, bukan Pribadi Sang Pemberi Berkat.
Kita pun sering kali demikian. Kita mencari Yesus karena ada kebutuhan: saat sakit, saat gagal, saat kecewa. Kita datang dan berharap Yesus hadir untuk menyembuhkan, menolong, dan memulihkan.
Itu tidak salah, Yesus memang Penolong kita. Namun, pertanyaannya: apakah kita mencari Yesus hanya untuk mendapatkan sesuatu dari-Nya, atau karena kita benar-benar rindu mengenal dan mengasihi-Nya?
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku tetap mencari Yesus, saat doa terasa hening, saat hidup berjalan tidak seperti harapan?