NAMA seorang Vaticanisti ini adalah Serre Verweij. Yang menarik, ia mampu “mengkritisi” para Kardinal Elektores (yang punya hak memilih dan dipilih dalam Konklaf).
Ia merilis nama-nama Kardinal siapa saja yang menurut pendapatnya dianggap layak dan pantas menjadi Paus berikut. Termasuk juga kriteria titik-titik kelemahan masing-masing Kardinal yang dia telisik satu per satu di bawah ini.
Kami sengaja merilis informasi menarik ini. Dengan maksud agar kita juga bisa melihat betapa pun seorang Kardinal itu selalu dipersepsi sebagai sosok “sempurna”, namun sejarah membuktikan mereka juga bukan “manusia setengah malaikat”. Alias juga banyak menyimpan kelemahan dan kekurangan.
Justru itulah, dalam hari-hari Konklaf pekan mendatang ini, kita sebagai umat Katolik yang baik ikut mendoakan agar Konklaf nantinya berjalan baik dan lancar. Dengan hasilnya “Habemus Papam” juga mampu menjawab ekspektasi banyak orang: meneruskan warisan sejarah mendiang Paus Fransiskus (1936-2025).
Dalam tulisannya di laman Rorate, Serre “menguliti” para Kardinal Elektores sehingga publik bisa menilai apakah mereka itu layak dan pantas menjadi seorang Paus apa tidak.
Ia menyediakan daftar nama ini yang dia anggap akan sangat berguna untuk mengenali sosok para Kardinal Elektores yang barangkali masuk kategori “bukan pilihan terbaik” karena berbagai alasan: moral, mutu kapasitas sebagai pemimpin, dan loyalitasnya kepada doktrin ajaran agama.
Sosok konservatif
Serre sendiri termasuk tokoh “konservatif” sehingga juga berani menyebut 12 tahun masa kepausan mendiang Paus Fransiskus (1936-2005) sebagai langkah “mundur”. Terutama karena selama dia menjadi Pontifex 13 Maret 2013-21 April 2025, Paus Fransiskus telah menciptakan “bencana” doktrinal, ambiguitas moral, kekacauan tata kelola administratif.
Sebagai contohnya, kata Serre, seruan mendiang Paus Fransiskus agar Gereja tetap membuka diri dengan memberikan berkatnya kepada kaum LGBT+QR telah menyulut kemarahan para tokoh konservatif dalam Gereja. Juga ketika Paus Fransiskus sekali waktu bicara tentang dimungkinkannya peluang kaum perempuan menerima tahbisan diakonat –tapi bukan imamat- sehingga juga menimbulkan gelombang ketidaksukaan terhadap beliau. Demikian seterusnya.
Daftar di bawah ini dibuat Serre sekali lagi dengan maksud agar kita mengerti bagaimana komposisi para Kardinal Elektores yang sebentar lagi masuk Kapel Sistina Vatikan dan kemudian “bersembunyi” mengunci diri untuk proses pemilihan Paus baru. Dibeberkan dengan tujuan agar Gereja akhirnya mendapat sosok Paus baru yang baik, tepat, layak, dan pantas, serta meneruskan apa-apa yang baik sebagai warisan emas Paus Fransiskus.
Bagaimana pun juga, siapa pun yang nantinya akan menjadi Paus, maka wajah masa depan Gereja Katolik Semesta akan tergantung padanya.
———————
1. Kardinal De Kesel dari Belgia dinilai punya “cacat”, karena dua alasan:
- Ia adalah murid dari Kardinal Godfried Danneels -anggota kelompok Sankt Gallen- yang terkenal karena mencoba membungkam -bahkan menyalahkan anak laki-laki, korban pelecehan seksual seorang uskup teman.
- Ia mendukung dokumen kontroversial dari para uskup Belgia akhir 2022 yang mengizinkan pemberkatan liturgis bagi pasangan sejenis – prinsip umum yang bertentangan dengan Vatikan.
Selain itu, De Kesel termasuk sosok progresif radikal, mendukung imam yang menikah, penahbisan perempuan, dan komuni bagi orang yang bercerai dan menikah lagi jika hati nurani mereka mengizinkan.
2. Kardinal Hollerich, Jesuit dari Luksemburg, dianggap sebagai salah satu kardinal paling radikal. Ia lebih peduli pada politik ketimbang iman Katolik. Ia menyerukan imam menikah, mengusulkan kemungkinan tahbisan imam perempuan, secara terbuka menyatakan ajaran Gereja tindakan homoseksual itu salah (meskipun kemudian ia menarik ucapannya).
Ia menyarankan Kardinal Woelki dari Jerman mengundurkan diri, meskipun Woelki aktif melawan pelecehan dan hanya difitnah oleh media progresif. Hollerich jalin pertemanan akrab dengan Kardinal Marx yang justru benar-benar salah dalam upayanya menangani kasus pelecehan.
3. Kardinal Grech dari Malta. Ia menjabat Sekretaris Jenderal Sinode tentang Sinodalitas. Dikenal karena alasan:
- Dituduh sebagai “pengganggu” oleh kelompok koleganya sendiri.
- Terlibat skandal keuangan panti jompo
Ia berteman sangat dekat dengan Kardinal Hollerich dan para uskup Jerman dalam menyerukan “Gereja Pelangi” yang beragam.
4. Kardinal Marx dari Jerman kini terkenal.
Setelah diangkat Paus Benediktus XVI, ia mendorong agenda reformis. Termasuk izinkan terimakan komuni kepada pasutri yang telah bercerai dan kemudian menikah lagi serta interkomuni dengan kelompok Protestan.
Ia memainkan peran penting dalam memanfaatkan skandal pelecehan seksual untuk mendorong reformasi liberal dalam Gereja. Ironisnya, Gereja Protestan yang juga liberal di Jerman ternyata memiliki masalah pelecehan yang lebih buruk.
Kardinal Marx sendiri dinyatakan salah lantaran gagal menangani kasus pelecehan. Ia pernah ajukan pengunduran diri sebagai Uskup namun ditolak Paus Fransiskus.
5. Kardinal Radcliffe termasuk 10 besar, bahkan 5 besar kategori kardinal “liberal radikal”.
Ia pernah membuat analogi persamaan hubungan seksual sesama pria dengan pemberian diri Kristus dalam Ekaristi – pernyataan ini kemudian diam-diam dihapus dari Wikipedia.
Ia diangkat menjadi Kardinal dan memiliki peran penting dalam Sinode. Ia mendukung imam menikah dan homoseksual dalam klerus.
6. Kardinal McElroy masuk kategori adalah Kardinal paling radikal di AS; murid mantan Uskup Keuskupan Agung Washington Kardinal McCarrick yang dilengserkan Paus Fransiskus.
Ia membantah tahu-menahu skandal pelecehan seksual Kardinal McCarrick, meski tak membantah juga dekat dengannya. Ia sendiri salah menangani kasus pelecehan di keuskupannya.
Ia menerapkan Amoris Laetitia dan Traditionis Custodes secara ekstrim: membolehkan penerimaan komuni bagi yang bercerai namun kemudian menikah lagi. Ia melarang Misa Tridentin.
Ia juga mempromosikan istilah “keluarga LGBT”. Juga menyerukan semua umat Katolik bisa menerima komuni bahkan jika hidup dalam dosa berat. Ia juga mendukung gagasan ditahbiskannya diakon perempuan.
7. Kardinal Tobin dari AS sering dikaitkan dengan (mantan) Kardinal McCarrick.
Ia dikenal akrab dengan Kardinal McElroy dan Kardinal Cupich. Ia juga mendukung inklusi LGBT dan membela Pastor James Martin SJ. Ia sempat mengunggah pesan dengan kalimat-kalimat aneh bernada erotis yang kemudian dia hapus. Katanya membela diri, tulisan itu dia tujukan kepada “saudarinya” – meski banyak yang meragukannya.
8. Kardinal Kevin Farrell dari Amerika juga sering dikait-kaitkan dengan Kardinal McCarrick.
YouTuber Irlandia Robert Nugent meragukan klaim Farrell bahwa dia tidak tahu perbuatan cela Kardinal McCarrick. Padahal mereka satu rumah.
Nugent juga meragukan catatan CV Farrell yang tidak menyebutkan masa formasinya di Legio Kristus di bawah Marcial Maciel, pelaku pelecehan terkenal.
Kardinal Farrell mendukung Pastor James Martin SJ. Ia mengkritik Uskup Agung Chaput, karena menegaskan pasangan bercerai yang kemudian menikah lagi harus selibat untuk menerima komuni.
9. Kardinal Cupich dari Chicago Amerika adalah sosok liberal lainnya. Ia juga sering dikaitkan dengan Kardinal McCarrick. Ia mendukung gagasan Pastor James Martin SJ.
Ia pernah dikritik dalam penanganan pelecehan. Ia melarang Misa Tridentin. Menganggap sepele kasus penjualan organ janin. Juga berpendapat, pasangan sejenis yang mengadopsi anak dianggap melakukan “hal baik”
10. Kardinal Gregory, mantan Uskup Agung Washington DC, dianggap lebih moderat, tapi tetap mendukung Pastor James Martin SJ. Ia mengambil sikap ramah terhadap homoseksualitas, bahkan meminta maaf kepada komunitas LGBT. (Berlanjut)
PS: Sumber Rorate