Home BERITA Pasien adalah Tamu Ilahi

Pasien adalah Tamu Ilahi

0
Ilustrasi: Rumah Sakit Pemerintah di Ketapang, Kalbar, tempat suster OSA bekerja di tahun 1949. (OSA/Mathias Hariyadi)

Puncta 27.02.23
Senin Prapaskah I
Matius 25: 31-46

DI kalangan Rumah Sakit Katolik mempunyai pandangan bahwa pasien adalah “Tamu Ilahi.” Pasien adalah pribadi yang dikasihi Allah.

Bahkan pasien adalah pengejawantahan atau wujud Allah yang paling nyata. Allah hadir secara kongkret dalam diri orang-orang yang sakit.

Karena mereka adalah “Tamu Ilahi” maka cara pandang dan cara menerimanya tentu berbeda dengan tamu-tamu lainnya.

Mereka yang datang bukan dipersulit tetapi dilayani dengan baik, dihargai dan diistimewakan.

Pasien bukan diperlakukan sebagai obyek tetapi sebagai sahabat yang perlu ditolong. Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta punya motto “Sahabat untuk Hidup Sehat.”

Bagi orang-orang yang sakit, mereka adalah sahabat yang menemani, penuh perhatian, mau melayani kapan saja dibutuhkan.

Para perawat, tenaga medis, dan semua tenaga lainnya selalu hadir jika pasien memerlukan bantuan. Mereka adalah sahabat yang setia setiap saat.

Dalam pengajaran-Nya tentang penghakiman ilahi, Yesus berkata, “Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan dan semua malaikat datang bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas tahta kemuliaan-Nya.”

Ia akan mengadili semua bangsa sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing.

Pengadilan ilahi itu akan menentukan siapa yang berhak menerima kemuliaan kekal. Mereka adalah orang-orang yang menanggapi kehadiran Allah dalam diri orang kecil, lemah, sakit, miskin, lapar, telanjang, pengembara dan para tahanan.

Tuhan berkata, “Ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di penjara, kamu mengunjngi Aku.”

Inilah dasarnya jika seluruh jajaran rumah sakit menerima pasien sebaga “Tamu Ilahi.” Tuhan hadir secara nyata dalam diri orang yang sakit.

Orang sakit, orang miskin, orang asing, tuna wisma, para tahanan, orang cacat adalah gambar Allah yang nyata di depan kita.

Tuhan Sang Pengadil itu berkata, “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”

Dengan demikian membantu mereka yang sakit, lapar, haus, telanjang, pengembara, dan miskin bukan melulu tugas kewajiban, melainkan panggilan pelayanan ilahi.

Tugas itu dilakukan bukan karena saya dibayar atau mendapat gaji, tetapi demi melayani Tuhan sebagai “Tamu Ilahi” dalam diri orang kecil, miskin dan sakit.

Upah yang diterima bukan sekedar gaji tetapi berkat Tuhan boleh masuk dalam kemuliaan-Nya.

“Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.”

Bagaimanakan sikap dan pandangan kita terhadap mereka yang sakit, miskin, tuna wisma, gelandangan, dan mereka yang terpinggirkan?

Apakah kita bisa melihat kehadiran Allah dalam diri saudara-saudara itu?

Apalah artinya hidup bahagia,
Jika tidak ada cinta di antara kita.
Tuhan hadir dalam diri sesama,
Khususnya mereka yang menderita.

Cawas, mensyukuri hari yang istimewa….

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version