INI catatan lanjutan para anggota Tim Cath Class Komisi Kateketik Keuskupan Agung jakarta (KAJ). Dibeberkan dalam sesi rekoleksi di Wisma Samadi Klender akhir Agustus 2025 lalu dalam bingka refleksi filosofis-teologis. Justru karena mayoritas anggota tim Cath Class ini adalah para mantan frater yang sedari muda sudah sangat mengakrabi dua ilmu tersebut.
Kebanggaan katekis
Menurut Frans Widiyanto, kebanggaan dan kebahagiaan setiap anggota Tim Cath Class yang dirasakan para katekis Komkat KAJ ini rupanya bukan sekadar emosi kebanggaan personal atau ego.
“Ini sebuah kebanggaan personal yang dialami masing-masing anggota Tim Cath Class yang berakar pada ‘anugerah’ ilahi. Refleksi ini menggali makna filosofis dan teologis di balik perasaan tersebut, yang menunjukkan bahwa profesi katekis adalah sebuah jalan spiritual yang mendalam,” tutur Frans merangkum semua konten testimoni para tim pengajar Cath Class yang mengikuti sesi rekoleksi.
“Kami bangga menjadi katekis; bukan karena kebesaran diri kami, melainkan karena rahmat panggilan Allah,” lanjut Frans Widiyanto.
“Dalam terang filsafat dan teologi, kami menyadari bahwa hidup manusia tidak berhenti pada ‘sekarang’, melainkan mengarah kepada kehidupan abadi. Maka tugas kami sebagai katekis adalah ikut serta dalam karya Allah: menghantar banyak jiwa untuk menemukan Kristus – Sang Jalan, Kebenaran, dan Hidup,” tutur Frans.

Panggilan ilahi dan identitas katekis
Perasaan “dipanggil” Tuhan menjadi saksi iman adalah inti kebanggaan seorang katekis. Secara teologis, ini adalah panggilan khusus (vocatio) yang menempatkan mereka dalam barisan para nabi, rasul, dan penginjil. Mereka tidak sekadar bekerja, tetapi sedang menjawab panggilan yang diberikan secara personal oleh Sang Pencipta.
Kebanggaan ini adalah respons atas kesadaran bahwa mereka dipilih dan dipercaya oleh Allah untuk sebuah tugas mulia, yaitu menjadi mediator Allah yang menghantarkan banyak jiwa menuju hidup abadi. Ini adalah kebanggaan yang didasarkan pada kasih karunia (grace), bukan pada kemampuan atau pencapaian pribadi semata.
Dipilih Allah adalah kehormatan sekaligus tanggungjawab: dipercaya untuk terlibat dalam karya keselamatan-Nya, dipercaya untuk menjadi jalan yang menuntun orang lain kembali kepada-Nya.
Itulah kebanggaan kami sebagai katekis: menjadi tanda kasih Allah yang hidup, menghadirkan pengharapan bagi Gereja dan dunia.

Buah dari pembelajaran dan pertumbuhan
Perasaan “tidak sia-sia belajar filsafat dan teologi” menunjukkan bahwa iman dan akal dapat berjalan beriringan. Secara filosofis, pendidikan adalah proses pemurnian akal budi untuk mencari kebenaran.
Dalam konteks katekesis, belajar teologi dan filsafat adalah upaya untuk memahami misteri Allah secara lebih mendalam, sehingga dapat menjelaskan iman secara rasional dan relevan.
Katekis bangga karena pengetahuan ini tidak hanya memperkaya diri mereka sendiri, tetapi juga menjadi alat untuk mengenal Yesus dan membantu orang lain mengenal-Nya. Proses belajar dan mengajar ini memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan rohani baik bagi katekis maupun umat yang dilayaninya.
Hidup untuk orang lain: persekutuan dan pertobatan
Kebanggaan katekis juga berakar pada hubungan dengan sesama. Pengakuan “membawa banyak jiwa kepada pertobatan” dan “melihat wajah-Nya dalam diri umat” adalah cerminan dari teologi persekutuan (koinonia).
Katekis sadar bahwa mereka adalah instrumen Allah untuk membawa kebahagiaan dan pertobatan. Kebanggaan ini bukanlah tentang kesuksesan individual, melainkan tentang menjadi bermanfaat bagi orang lain, menjadikan mereka bahagia.
Dengan rendah hati dan berefleksi, katekis menyadari bahwa mereka hanyalah alat yang digunakan Allah untuk melayani. Mereka bangga karena mereka terlibat dalam karya Allah, menjadi bagian dari sebuah kisah yang lebih besar dari diri mereka sendiri.


Eksistensi Kristus dalam diri katekis
Pada akhirnya, kebanggaan sejati seorang katekis adalah pengalaman mendalam bahwa “Dia hidup di dalam jiwaku.”
Ini adalah puncak dari spiritualitas Kristiani, di mana identitas diri sepenuhnya terjalin dengan Kristus.
Hidup seorang katekis tidak lagi hanya “hidup sekarang,” tetapi adalah hidup yang sadar akan kekekalan, sebuah keberadaan yang terarah pada Tuhan.
- Kebanggaan ini adalah hasil dari iman yang hidup, di mana mereka tidak lagi sekadar percaya kepada Yesus, tetapi hidup di dalam Dia dan membiarkan Dia hidup di dalam diri mereka.
- Kebanggaan ini adalah buah dari relasi pribadi yang mendalam dengan Kristus, yang termanifestasi dalam setiap tindakan dan perkataan mereka.
- Kami bangga, karena dalam setiap pelayanan kami menemukan kebahagiaan yang sejati: melihat Allah hidup dalam jiwa kami, hadir dalam umat yang kami layani, dan memberi kami kesempatan untuk memantulkan wajah-Nya melalui kerendahan hati, refleksi diri, dan semangat pertobatan. (Berlanjut)

Baca juga: Menjadi katekis dan pengajar Cath Class di Keuskupan Agung Jakarta