Home BERITA Renungan Harian 16 Oktober 2020: Plantungan

Renungan Harian 16 Oktober 2020: Plantungan

0
Ilustrasi -- Penjara (Ist)


Bacaan I: Ef. 1: 11-14
Injil: Luk. 12: 1-7
 
SUATU hari, aku berkunjung ke rumah seorang ibu sepuh yang memintaku untuk memanggilnya Uti. (eyang putri). Kendati sudah amat sepuh, namun Uti masih kelihatan segar dan cantik.

Wajahnya selalu memancarkan senyum, seolah-olah mengungkapkan kebahagiaan hidupnya. Uti, tinggal di rumah peninggalan orang tuanya, ditemani pasangan suami istri asisten rumah tangganya.
 
“Selamat sore Uti,” sapaku ketika aku berjumpa.

“Wah romo wis rawuh,,” jawab Uti sambil mencium pipiku.

Pinarak lenggah mo,” Uti mempersilahkan aku duduk.

“Sudah lama aku menunggu, romo kersa rawuh,” kata Uti. (saya sudah lama menunggu, romo mau berkunjung).

“Uti, rahasianya apa kok sudah sepuh tetapi masih kelihatan sehat dan segar?,” tanyaku.

“Wah apa romo, gak ada rahasianya, yang penting banyak bersyukur. Dalam keadaan apapun kita harus bersyukur.”

“Wah gak mudah Uti,” jawabku.

“Betul romo tidak mudah, Uti juga belajar bertahun-tahun untuk itu,” jawabnya.

“Maksud Uti?,” tanyaku
 
“Romo, kersa didongengi Uti? Dongenge dawa banget.” (Romo mau mendengarkan dongeng Uti? Dongeng yang amat panjang).

“Mau, mau Uti,” jawabku.
 
“Romo, perjalanan hidup Uti sesungguhnya amat pahit

Tahun 65, Uti menikah dengan laki-laki pilihan oran tua, pada zaman itu biasa anak gadis dijodohkan. Waktu itu Uti umur 18 tahun, dan untuk ukuran zaman itu sudah cukup umur, karena banyak teman-teman Uti yang menikah umur 14 dan 15 tahun.

Sampai Uti menikah, Uti tidak kenal dengan calon suami, Uti hanya melihat fotonya saja. Laki-laki yang gagah dan baik, kelihatan dari fotonya. Uti tidak tahu pendidikannya apa, pekerjaannya apa, semua serba tidak tahu; yang saya tahu hanya nama dan wajahnya melalui foto.
 
Seminggu setelah menikah ada ontran-ontran yang katanya ada gerakan PKI. Uti tidak tahu apa-apa tetapi takut karena suasana waktu itu mencekam. Uti ingat persis waktu itu, ketika Uti sedang menyiapkan makan malam, pintu rumah digedor, sekejap kemudian, suami Uti dibondo (diikat) dan dibawa pergi.

Mereka itu siapa, suami dibawa kemana Uti tidak tahu, Uti menangis dan takut. Sejak saat itu suami Uti tidak pernah kembali.
 
Romo, tidak selang seminggu dari peristiwa itu, Uti ditangkap, dibawa dengan truk. Uti takut luar biasa, Uti menangis sudah tidak bisa keluar suara lagi, karena begitu takut.

Uti diangkut dengan truk. Bersama Uti ada banyak perempuan-perempuan yang diangkut. Uti tidak tahu dibawa kemana.

Uti dimasukkan ke tahanan, pindah-pindah dari rumah tahanan yang satu ke rumah tahanan yang lain.

Anehnya selama dalam tahanan Uti tidak pernah diperiksa atau ditanya apa pun. Akhirnya Uti dibawa ke tempat penampungan yang kemudian Uti tahu namanya Plantungan yang berada di wilayah Paroki Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jateng.
 
Romo, Uti saat-saat itu rasanya ingin mati. Kami mendapatkan perlakuan yang tidak baik. Tempat penampungan menjadi tempat yang mengerikan bagi Uti.

Hari-hari Uti diisi dengan menangis dan meratap, tetapi tidak pernah ada yang mendengar dan menolong. Di tempat itu Uti sudah tidak tahu hari lagi, sehingga Uti juga tidak tahu sudah berapa lama tinggal di tempat itu.
 
Suatu kali ada seorang romo yang datang memberikan ibadat. Saya ingat persis Sabda Tuhan yang romo sampaikan: “Janganlah kalian takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh tetapi kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi… Takutilah Dia yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka.”
 
Sabda itu bergema terus dalam hati Uti. Pelan-pelan Uti mulai belajar tidak takut dengan situasi, belajar untuk menerima keadaan dan selalu mohon belas kasih serta ampunan dari Tuhan. Lama kelamaan Uti tidak pernah nangis dan meratap lagi, kalaupun Uti menangis dan meratap karena mohon belas kasih Tuhan.
 
Uti belajar untuk melihat hari dengan penuh syukur. Sering Uti tidak tahu apa yang disyukuri, tetapi dengan belajar mensyukuri hari, Uti menemukan banyak hal yang pantas disyukuri. Uti semakin hari semakin mudah bersyukur dan itu membuat hidup Uti menjadi tenang, damai dan bahagia.

Itu Romo, dongeng Uti tentang belajar dan berjuang untuk bersyukur.” Uti mengakhiri kisahnya yang mencekam diriku.”
 
Kesadaran akan Dia yang berkuasa atas hidup dan neraka, mendorong untuk selalu mohon belas kasih. Dan akhirnya memberi pengalaman syukur dalam kepahitan dan penderitaan hidup.

Pada gilirannya syukur itu menghantar pada ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan.
 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version