
GEREJA Katolik Indonesia hari-hari ini tengah menggelar perhelatan iman besar bernama Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) V; berlangsung di kawasan wisata Ancol, Jakarta Utara, tanggal 3–7 November 2025.
Kegiatan lima tahunan ini menjadi momentum Gereja di Indonesia untuk menegaskan arah pastoral bersama dalam terang tema besar: “Berjalan Bersama sebagai Peziarah Pengharapan: Menjadi Gereja yang Misioner untuk Perdamaian.”
Sinodalitas, Pengharapan, Misi, dan Perdamaian
Tema tersebut mengandung empat pokok penting:
- Berjalan bersama– menegaskan semangat sinodalitas dan kerjasama dalam tubuh Gereja.
- Pengharapan – menatap masa depan dengan keyakinan iman.
- Gereja Misioner – Gereja yang terlibat dalam karya pewartaan yang terus diperbarui sesuai tanda zaman dan kebutuhan yang relevan pada masanya.
- Perdamaian– komitmen Gereja untuk membangun harmoni dan rekonsiliasi di Bumi Nusantara.
Dari Pra-SAGKI hingga Forum Nasional
Sebelum perhelatan ini digelar, telah dilakukan proses bernama Pra-SAGKI yang sudah berlangsung di tingkat keuskupan dan Provinsi Gerejawi. Panitia Steering Committee telah mengirim lima pertanyaan reflektif ke setiap keuskupan untuk kemudian didiskusikan secara sinodal di masing-masing keuskupan.
Jawaban dan masukan kemudian dirangkum menjadi naskah refleksi 3–4 halaman di tingkat Provinsi Gerejawi dan hasilnya kemudian dikirim ke KWI sebagai bahan dasar pembahasan nasional.
Selama pelaksanaan SAGKI V 2025 di kawasan wisata Ancol, para utusan Provinsi Gerejawi mempresentasikan hasil refleksi mereka di hadapan seluruh peserta. Forum ini juga diwarnai sesi inspiratif dari berbagai narasumber serta kesaksian dari kaum muda, lansia, penyandang disabilitas, aktivis lingkungan, dan tokoh lintas iman.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) di setiap regio dan perumusan rekomendasi pastoral nasional.
374 peserta dari 39 Keuskupan
SAGKI V 2025 ini diikuti oleh 374 peserta, terdiri dari:
- 37 uskup aktif.
- 4 uskup emeritus.
- 310 utusan dari 39 keuskupan di seluruh Indonesia.
- 23 wakil kelompok kategorial termasuk awam, religius, dan perwakilan kaum muda.
Dari total peserta, 120 di antaranya adalah perempuan, mencerminkan semangat partisipasi luas dalam Gereja yang sinodal.
Sukacita di tengah terik panasnya kawasan Ancol
Meski cuaca panas menyelimuti kawasan Ancol, semangat para peserta tidak surut. Sejak awal, suasana sukacita dan persaudaraan begitu terasa. Perayaan Ekaristi pembukaan dipimpin oleh Ketua KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC bersama 41 uskup – baik yang aktif maupun yang sudah berstatus emeritus.
Saat ini, Gereja Katolik Indonesia memiliki 39 keuskupan; dengan Keuskupan Labuan Bajosebagai yang termuda, hasil pemekaran dari Keuskupan Ruteng di Flores, NTT.
Prosesi misa pembukaan berlangsung meriah dengan iringan lagu-lagu liturgis dan partisipasi aktif seluruh umat.

Silakan bicara apa saja, yang penting didengarkan
Dalam homili pembukaan, Ketua KWI Mgr. Anton Subianto Bunjamin OSC menegaskan bahwa SAGKI V tahun 2025 ini merupakan forum ruang terbuka bagi semua peserta untuk menyuarakan gagasan, pengalaman, dan harapan mereka bagi Gereja dan bangsa. “Semua orang boleh bicara, silakan bicara saja. Gereja sinodal adalah Gereja yang mau mendengarkan,” tegas Uskup Keuskupan Bandung ini.
Mgr. Anton menegaskan, Gereja yang “berjalan bersama” berarti Gereja yang saling mendengarkan. “Kaum muda perlu mendengarkan yang tua, dan yang tua pun harus membuka telinga bagi suara kaum muda. Dalam kasih, tidak ada satu pun yang dikecualikan atau diabaikan.”
Ia juga membuka ruang untuk membahas isu-isu aktual, termasuk situasi sosial dan politik di Tanah Papua, dalam semangat kasih, dialog, dan keadilan.
Pesan ini sebenanya merupakan tanggapan langsung Mgr. Anton OSC atas pertanyaan seorang wartawan, Dominikus Lewuk dari Kabar Daerah saat berlangsung jumpa pers pekan lalu di Gedung KWI. Ia lantang bicara dan kemudian bertanya apakah topik Papua boleh dibahas di forum SAGKI.
Jawaban Mgr. Anton tegas dan terbuka: “Boleh. Semua orang boleh dan bebas bicara.”
Dari tema ke tindakan nyata
Berbeda dengan SAGKI IV tahun 2015 yang berfokus pada tema Keluarga, SAGKI V tahun 2025 menegaskan arah pastoral Gereja Indonesia untuk membangun Gereja sinodal yang misioner demi perdamaian.
Mgr. Anton OSC lalu mengutip pesan Paus Leo XIV saat Misa Penutupan Yubileum Sinode tanggal 26 Oktober 2025: “Relasi dalam Gereja hendaknya tidak didasari logika kekuasaan dan hierarki, melainkan logika kasih dan semangat berjalan bersama secara sinodal.”
Uskup Keuskupan Bandung itu juga menambahkan, “Kita tidak mungkin membangun Gereja Sinodal yang berciri misioner, jika mata hati kita masih tertutup terhadap Roh Kudus. Atau jika kita masih terikat pada rasa kebanggaan diri yang berlebihan, terlalu fokuskan diri pada kepentingan keuskupan atau bahkan daerah sendiri.”
Pentingkan peran ilham dari Roh Kudus
Ia mengajak seluruh peserta SAGKI untuk berbicara dalam semangat dialog, persaudaraan, keterbukaan, dan kejujuran, seraya menyerahkan semuanya dalam tuntunan Roh Kudus.
“Sikap terbuka dan atmosfer positif inilah yang akan menolong Gereja Katolik Indonesia untuk berjalan bersama mencari Tuhan dan berbuat baik bagi sesama serta lingkungan. “Kearifan rohani selalu menuntut kebebasan batin, kerendahan hati, doa, dan iman,” pungkas Ketua KWI. (Berlanjut)
Baca juga:
- Konferensi Para Uskup, KWI, dan SAGKI (3)
- Indonesia’s SAGKI 2025 Opens with a Call to Synodality
- SAGKI 2025: The Indonesian Church in the wake of the Istiqlal Declaration









































