Semangat Damai Itu Indah, Dendam Itu Kalah

0
0 views
Dendam. (Ist)

忍一时风平浪静,退一步海阔天空. Rěn yīshí fēngpínglàngjìng, tuì yībù hǎikuòtiānkōng

“Bersabarlah sejenak, angin dan ombak akan tenang; mundur selangkah, laut dan langit akan terbentang luas.”

Di ruang belajar ada lukisan kaligrafi Tiongkok bertuliskan – ( – Harmoni)

Mama Phei, dengan suara tenang: Anak-anak, hkalian ingat ‘Rěn yīshí fēngpínglàngjìng, tuì yībù hǎikuòtiānkōng’.

Yacintha, penuh semangat: Telaga bergelombang karena angin, menenang kembali saat angin berhenti. Tapi Mama, bagaimana bisa damai saat hati masih terluka?

“Jangan kamu kalah terhadap kejahatan, tapi kalahkan kejahatan dengan kebaikan.'” (Roma 12:21)

Ini mengajar kita untuk tak balas dendam, dendam adalah kekalahan. Kemenangan sejati justru ketika kita balas kejahatan dengan kebaikan.

Dyah, mengangguk: Iya, ‘Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.’ Dengan menolak kejahatan secara baik, musuh bisa berubah jadi sahabat.

Mulyadi, spontan: Yaaaa, ini ‘Memayu hayuning bawana’, memperindah keindahan dunia. Bukan dengan membalas kejahatan, tapi dengan menambah kebaikan di dunia. Seperti kita menanam bunga di tengah kebun yang gersang.

Mama Phei, bangga: Kalian telah menghubungkan semua dengan indah, Yacintha dengan kemenangan melalui kebaikan, Dyah dengan transformasi permusuhan jadi persahabatan, dan Mulyadi dengan filosofi memperindah dunia. Luar biasa.

Dyah: Tapi praktiknya, mengalah sering dianggap kelemahan, ya.

Mama Phei: Bersabarlah sejenak, angin dan ombak akan tenang; mundur selangkah, laut dan langit akan terbentang luas.’ Mundur bukan berarti kalah, tapi seperti pelaut bijak – dia tak melawan badai, tapi mencari cara untuk selamat sampai badai reda.

Yacintha: “Jadi, dengan tak balas dendam, kita justru jadi pemenang. Kita menangkan pertempuran melawan ego sendiri.”

Mama Phei: Tepat. Dendam itu seperti minum racun dan berharap orang lain yang mati. Tapi kita yang menanggung keracunan di hati. Damai itu seperti kebun – butuh sabar tuk menanam, merawat, dan melihatnya tumbuh indah, dan menikmatinya kemudian.

Dyah: Jadi, ketika kita memaafkan, kita bukan kalah. Kita justru naik ke tingkat kesadaran yang lebih tinggi?

Mama Phei: Benar, Dyah. “Orang hebat bukan yang bisa menjatuhkan lawan, tapi yang bisa mengangkat orang yang telah jatuh.” (Pepatah Tiongkok)

Mulyadi: Yes, ‘Sepira gedhening sengsara yen tinompo amung dadi coba” – seberat apa pun cobaan, jika dihadapi hanya akan jadi ujian. Damai adalah kemampuan untuk ‘menelan’ cobaan dan mengubahnya jadi kekuatan.”

Mama Phei, menatap ketiga muridnya: Jadi?

Yacintha: Membalas dendam sebenarnya adalah kekalahan atas diri sendiri.

Dyah: Dan damai adalah kemenangan sejati, karena bisa mengubah musuh jadi sahabat.

Mulyadi: Dan dengan berdamai, kita ikut memperindah dunia.

Mama Phei: Hebat, ‘Air yang tenang menghanyutkan, hati yang damai mengubah dunia.’ Kembalilah dengan damai, sebarkan damai, dan jadilah pemenang sejati dengan mengalahkan dendam dalam hati sendiri.

Inilah cerminkan keindahan perbedaan yang harmonis.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here