Home BERITA Umat Gereja Santo Paulus Paroki Kleca Belajar Bersama Mengenal Kitab Suci

Umat Gereja Santo Paulus Paroki Kleca Belajar Bersama Mengenal Kitab Suci

0
Umat Paroki Kleca di Solo belajar bersama mengenal Kitab Suci bersama Romo Bobby Steven Timmerman MSF. (FX Juli Pramana)

TIM Pelayanan Kitab Suci Gereja Santo Paulus Paroki Kleca merupakan bagian dari Bidang Pelayanan Pewartaan dan Evangelisasi. Hari Kamis, 16 Februari 2023 lalu, kami mengadakan kegiatan “Mengenal Kitab Suci”.

Program ini merupakan kegiatan pertama dari empat kali pertemuan yang direncanakan dalam tajuk “Bunga Rampai Belajar Kitab Suci”.

Pertemuan pertama dilaksanakan di Ruang Berthier; dihadiri 123 peserta yang berasal dari Tim Pelayanan Katekis, Prodiakon, Liturgi, Yanmas, Ketua Lingkungan, Ketua Wilayah dan umat Paroki Santo Paulus Kleca Surakarta. 

Pertemuan pertama “Mengenal Kitab Suci” dengan materi Belajar tentang awal Kitab Suci, penulis Kitab Suci, tujuan penulisan Kitab Suci, membaca dan menafsirkan Kitab Suci menurut Gereja Katolik.

Romo Dr. Bobby Steven Oktavianus Timmerman MSF, doktor ahli KS, memandu acara ini.

Semakin mencintai Kitab Suci

Mengantar jalannya pertemuan, Ketua Bidang Pewartaan dan Evangelisasi Bapak Yohanes Yudi Hartono menyampaikan bahwa kegiatan “Mengenal Kitab Suci” di Paroki Kleca dilakukan dengan belajar bersama Kitab Suci; mulai dari sejarah Kitab Suci dan isinya.

Belajar dan mengenal Kitab Suci agar semakin mengenal konten Kabar Baik ini. Program ini dibesut oleh Paroki Kleca Surakarta, Kamis 16 Februari 2023. (FX Juli Pramana)

“Ada tiga hal yang menjadi pilar iman yang bersumber dari Wahyu Allah yang dikenal sebagi tiga pilar iman, yaitu Kitab Suci; tradisi suci warisan Yesus dan para rasul; magisterium atau ajaran-ajaran iman resmi yang dirilis Gereja.”

“Sekarang kita belajar Kitab Suci, maka kita mempelajari salah satu dari tiga pilar iman yang diajarkan Gereja. Melalui pengenalan akan sejarah dan isi Kitab Suci, umat diharapkan mengetahui dan mencintai Kitab Suci. Belajar Kitab Suci secara bersama-sama di paroki merupakan langkah penyegaran kembali akan penghayatan iman melalui Kitab Suci,” kata Pak Yudi Hartono.

Senada dengan yang disampaikan Kabid Pewartaan dan Evangelisasi, Romo Lioe Fut Khin MSF dalam kata sambutan menyampaikan terimakasih karena umat mau menanggapi ajakan paroki untuk belajar Kitab Suci.

“Belajar Kitab Suci akan menjadikan semakin mengenal, semakin mencintai dan semakin tumbuh kemauan untuk membaca Kitab Suci,” kata Romo Fut.

Jangan terlalu pusing dengan berbagai perbedaan dalam penuturan kisah Yesus

Romo Bobby mengawali belajar bersama Kitab Suci dengan memberi panduan untuk pertemuan yang akan dilalui dengan memberikan paparan awal terbentuknya Kitab Suci, dan penulis Kitab Suci.

Belajar mencintai Kitab Suci dengan cara mengenal isi, sejarah, dan ragam penulisannya. (FX Juli Pramana)

Kitab Suci sebagai sejarah iman, kata Romo Bobby, maka yang ditekankan adalah imannya. Kekudusan Alkitab terjadi, karena ditulis oleh orang yang diilhami oleh Roh Kudus dan sebagai perpanjangan karya tangan Allah.

Pada saat memaparkan materi tentang para penulis Kitab Suci -khususnya empat penginjil- Romo Bobby menyampaikan bahwa sebagai penginjil saat itu para penulis KS ini mengalami keterbatasan; terutama dalam hal saksi mata yang terbatas, sumber pustaka yang terbatas sehingga para penginjil saat menceritakan Yesus sangat mungkin akan berbeda dalam menyampaikan detil-detilnya.

Dengan dasar itu, Romo Bobby mengajak peserta untuk “tidak terlalu dipusingkan” dengan perbedaan yang terjadi dalam kisah yang ditulis oleh penginjil; entah itu Markus, Matius, Lukas maupun Yohanes. “Perbedaan yang ada dihargai saja dan tidak perlu bingung,” papar Romo Bobby.

“Apa makna iman yang ada dalam kisah peristiwa. Itu yang lebih penting,” demikian lanjut Romo Bobby.

Ia mengajak peserta untuk tidak takut membaca Alkitab. “Dibuat hepi saja,” pesan Romo Bobby.

Lebih lanjut Romo Bobby menyampaikan, membaca Injil adalah membaca kabar baik. Karena, kata “injil” berasal dari kata bahasa Yunani euangelion yang berarti kabar baik. Berisi kisah hidup, sengsara dan kebangkitan Tuhan Yesus.

Kanonisasi Kitab Suci

Sebagai pengetahuan iman akan Kitab Suci,  peserta diajak memahami dan menghayati kanonisasi Kitab Suci. Kanonisasi adalah proses terbentuknya daftar Kitab-kitab Suci dalam Alkitab.

Istilah “Kanon Alkitab” digunakan pertama kali oleh Athanasius di tahun 350 Masehi. Kanonisasi dimulai pada abad kedua masehi, namun baru diresmikan sebagai bentuk final pada Konsili Trente pada abad 16.

Antusiasme umat Paroki Kleca di Solo mengikuti program belajar bersama Kitab Suci. (FX Juli Pramana)

Ada tiga kriteria yang digunakan dalam kanonisasi Kitab Suci. Kriteria pertama isinya sesuai iman rasuli Gereja. Iman rasuli Gereja  yang terumuskan dalam Syahadat Para Rasul. Kriteria kedua diterima diseluruh Gereja (Aspek Universalitas). Aspek sejak awal diterima jemaat.

Kitab itu harus sejak awal digunakan dalam liturgi Gereja dimana-mana. Proses ini dimulai sejak masa Gereja Perdana.

Mengapa disebut perjanjian?

Salah satu pertanyaan di antara beberapa pertanyaan yang muncul saat sesi tanya jawab, salah satu peserta yang hadir menanyakan mengapa Kitab Suci ditulis dengan istilah “Perjanjian” bukan “nubuat”.

Jawaban Romo Bobby: Nubuat tidak ada ikatan moralnya, tetapi jika perjanjian ada ikatan moralnya.

Kitab Suci menuntun akan adanya kesetiaan manusia terhadap janji kepada Allah. Allah adalah setia, manusia sering kali tidak setia sehingga Kitab Suci menjadi tuntunan untuk manusia agar setia pada Allah. 

“Kita terikat akan janji setia kita kepada Allah sehingga Kitab Suci disebut Perjanjian” kata Romo Bobby MSF.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version