Jelang 85 Tahun Keuskupan Agung Semarang: Studi Bersama dan Refleksi Dinamika Hidup Menggereja di KAS

0
56 views
Kolese Xaverius Muntilan dengan wajah para imam dan bruder Jesuit misionaris dari Belanda yang berkarya di asrama dan pendidikan di Muntilan. (Jejak Kolonial)

SEJUMLAH karya bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial merupakan pilar penting yang tak boleh diabaikan dalam dinamika pertumbuhan Gereja Katolik, khususnya di Keuskupan Agung Semarang (KAS). Melalui karya-karya inilah wajah Gereja semakin dikenal luas dan memberi dampak nyata bagi masyarakat.

Hal ini menjadi salah satu pokok penting yang disampaikan oleh Dr. Fl. Hasto Rosariyanto SJ dalam acara Studi Bersama dan Refleksi tentang Dinamika Hidup Menggereja di KAS yang diselenggarakan pada Sabtu, 7 Juni 2025 di Aula Pusat Pastoral Sanjaya, Muntilan.

Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian program Bidang Refleksi dalam rangka peringatan HUT ke-85 KAS. Diselenggarakan secara hybrid,.

Acara ini diikuti oleh 238 peserta yang terdiri dari para biarawan/wati, perwakilan Dewan Pastoral Paroki, Tim Sejarah KAS, dan umat dari berbagai wilayah.

Bagi umat yang tidak dapat hadir secara langsung, acara ini juga disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Komsos KAS.

Penampakan kompleks Kolese Xaverius Muntilan. (Jejak Kolonial)

Menyegarkan semangat para perintis

Dalam sambutannya, Romo Yohanes Gunawan Pr selaku Ketua Bidang Refleksi, menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menyegarkan kembali kesadaran umat Katolik akan karya Tuhan selama 85 tahun perjalanan Gereja Lokal Keuskupan Agung Semarang.

“Studi bersama dan refleksi ini dimaksudkan untuk mendalami dan menyegarkan kembali semangat awal para perintis Gereja KAS, baik para misionaris maupun para katekis,” ujar Romo Gunawan- kini Rektor Seminari Tahun Orientasi Rohani (TOR) Sanjaya Semarang.

Ia juga mengajak umat untuk merefleksikan secara kritis dan konstruktif dinamika kehidupan menggereja selama ini, serta membaca peluang dan menyikapi tantangan di masa depan dalam mewujudkan peradaban kasih di tengah masyarakat yang sedang menyongsong Indonesia Emas.

  • Hadir sebagai narasumber dalam acara ini adalah:
  • Dr. Fl. Hasto Rosariyanto SJ – dosen mata kuliah Sejarah Gereja.
  • Prof. Dr. CB Mulyatno Pr – Dekan Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma

Keduanya memberi refleksi mendalam terkait sejarah, perkembangan, dan tantangan Gereja KAS di masa kini dan mendatang.

Romo Fl. Hasto Rosariyanto SJ dan Romo CB Mulyatno Pr. (Ist)

Memahami budaya dan mentalitas lokal

Dalam paparannya, Romo Hasto Rosariyanto SJ menekankan pentingnya pemahaman budaya dan mentalitas lokal dalam karya misi.

Ia mencontohkan bagaimana Romo van Lith SJ menyadari pentingnya bukan hanya pengusaan bahasa Jawa. Tetapi juga cara berpikir dan mentalitas orang Jawa sebagai kunci keberhasilan pewartaan iman.

Romo van Lith SJ mendirikan sekolah calon guru karena menyadari bahwa pendidikan yang berkualitas sangat ditentukan oleh kualitas pendidik.

Kompleks Kolese Xaverius Muntilan saat mulai dibangun dan hasil pembangunan serta halaman terendam lahar muntahan Gunung Merapi. (Jejak Kolonial)
Ilustrasi: Suasana sekolah dan model pendidikan di Kolese Xaverius Muntilan tahun 1926. Model sekolah berasrama ini yang diinisiasi oleh Romo van Lith SJ. (Pinterest)
Ki-ka: Rektor pertama Kolese Xaverius Muntilan Romo J. Mertens SJ, tokoh pendidik Romo van Lith SJ, dan Br. Eustachius FIC. (Jejak Kolonial)

Awalnya, ia berpikir bahwa pengajar agama haruslah orang yang sudah tua. Namun, ia segera mengubah pandangannya ketika melihat bahwa dalam masyarakat Jawa, guru -meski masih muda- tetap dihormati dan dianggap sebagai panutan.

Romo Hasto juga memaparkan model-model kemunculan paroki di wilayah KAS, yang antara lain terdiri dari:

  • Paroki sebagai kompleks karya misi, “wajah Gereja” seperti Muntilan, Boro, Ambarawa.
  • Paroki yang berkembang seiring karya pendidikan: Purbayan, Klaten, Wonosari, Temanggung, Ungaran.
  • Paroki sebagai strategi mis1: Randusari Katedral Semarang, Karanganyar, Ngablak-Kopeng.
  • Paroki tata kota: Banyumanik, Minomartani, Palur.
  • Paroki kategorial: Panca Arga, Pangkalan Adisucipto Kalasan.
  • Paroki tradisional: Boro, Promasan, Nanggulan, Klaten, Delanggu, Jombor, Cawas, Wedi, Kebonarum.

“Marilah kita terus membangun jembatan, bekerjasama dengan semua orang yang berkehendak baik,” harap Romo Hasto.

Dua murid Romo van Lith SJ hasil didikan Kolese Xaverius Muntilan: Romo Albertus Soegijapranata SJ dan Romo Satiman Pr. (Jejak Kolonial)

Refleksi integral untuk transformasi Gereja

Sementara itu, Romo Mulyatno Pr menekankan pentingnya budaya refleksi integral -baik secara pribadi, komunitas, maupun kelembagaan- demi pembaruan hidup yang berkelanjutan. Ia menegaskan perlunya observasi terus-menerus dan tindakan perbaikan yang tidak berhenti.

Menurutnya, lembaga sering terjebak dalam pola gerakan seragam seperti selebrasi dan event. Sebaliknya, komunitas memiliki potensi sebagai ruang alternatif yang variatif, kreatif, dan inklusif untuk menjangkau masyarakat luas.

Keduanya perlu berjalan bersama dan saling melengkapi, agar setiap pribadi terdorong terlibat aktif dalam kehidupan masyarakat untuk membumikan nilai-nilai Injil. “Kelembagaan yang kaku dan komunitas yang eksklusif bisa melemahkan peran pribadi. Akibatnya muncul ketakutan, sikap apatis, dan keengganan keluar dari zona nyaman,” tegasnya.

Romo Mulyatno Pr juga menggarisbawahi bahwa sejak zaman Romo van Lith, Gereja KAS telah menjadi penyumbang besar misionaris di berbagai penjuru Indonesia — baik dalam bentuk pendidik, katekis, maupun pemimpin umat.

Sejak awal berdirinya keuskupan, para Uskup KAS juga secara aktif mengutus imam-imam diosesan ke berbagai wilayah seperti Flores, Malang, Surabaya, Tanjungkarang, Jakarta, Kalimantan, Sumatra Utara, dan Papua. Salah satu perhatian utama mereka adalah perintisan seminari-seminari lokal untuk mencetak calon imam setempat.


Kolese Xaverius Muntilan yang diinisiasi oleh Romo van Lith SJ. (Jejak Kolonial)

Terus berbagi berkah dalam peziarahan pengharapan

Perayaan HUT ke-85 KAS menjadi semakin istimewa karena bertepatan dengan Tahun Yubileum 2025 yang dicanangkan Paus Fransiskus dengan tema “Peregrinantes in Spem”Peziarahan dalam Pengharapan. Ulang tahun ini menjadi momen penuh syukur atas kasih Tuhan serta ajakan untuk terus berziarah dalam iman dan harapan.

Mengusung tema “Bersama Berziarah, Berbagi Berkah”, Gereja KAS diharapkan terus menghadirkan berkat bagi sesama dalam bentuk aksi nyata, edukasi, refleksi, dan selebrasi — baik yang bersifat liturgis maupun non-liturgis.

Dalam acara ini juga diluncurkan buku sejarah resmi berjudul Peziarahan Keuskupan Agung Semarang.

Buku “Peziarahan Keuskupan Agung Semarang” menandai peringatan 85 tahun Keuskupan Agung Semarang. (PT Kanisius)
Jejak karya para suster OSF Semarang yang berkarya di Muntilan. (Jejak Kolonial)

Buku ini disusun oleh 11 orang yang ditunjuk langsung oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko. Ketua Tim Penulisan sekaligus Sekretaris KAS, Romo Silvester Susianto Budi Nugraha MSF menyampaikan bahwa buku ini menjadi dokumentasi penting perjalanan 85 tahun Gereja KAS.

Perjalanan iman Gereja KAS tidak lepas dari peran para misionaris: Imam Diosesan, Imam Tarekat, Bruder, dan Suster dari berbagai tarekat religius seperti SJ, OSF, CSA, FIC, CB, BM, MSF, PI/SDP, AK, MTB, OSU, BKK, OCSO, SFD, ADM, OP, FC, SFS, PRK, PIJ, PMY, SND, MASF, SPM, ALMA, FCh, PBHK, SRM, FCJ, PPYK, serta para eremit Diosesan. (Penyunting: Mathias Hariyadi)

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Komisi Komunikasi Sosial KAS
Email: komsos@kas.or.id

Website: www.kas.or.id

Baca juga:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here