Melihat dengan Hati, Bukan Hanya dengan Hukum

0
16 views
Ilustrasi: Tuhan melihat hatimu. (Ist)

Jumat, 18 Juli 2025

Kel. 11:10-12:14.
Mzm. 116:12-13,15-16bc,17-18; Mat. 12:1-8

SERING kali kita terjebak dalam keinginan untuk menjalankan ajaran agama atau aturan rohani dengan sempurna, sampai-sampai kita lupa untuk bertanya: Apa sebenarnya maksud Tuhan?

Tuhan tidak mencari ritual yang dijalankan dengan hati beku, tanpa kasih. Tuhan tidak menginginkan kita sekadar menjadi pelaksana hukum yang buta.

Yang Tuhan kehendaki adalah hati yang penuh pengertian, hati yang mampu membaca situasi dan mengutamakan kasih.

Hukum dan aturan diciptakan untuk mendukung kehidupan, bukan untuk menghancurkan atau menghukum orang yang sedang lapar hanya karena mereka ingin makan.

Tuhan melihat jauh melampaui tindakan lahiriah; Ia melihat kedalaman hati kita. Kasih, belas kasihan, dan pengertian jauh lebih bernilai di mata-Nya daripada ketaatan yang kaku dan dingin.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan,’ tentu kalian tidak akan menghukum orang yang tidak bersalah. Sebab Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”

Perkataan Yesus ini adalah teguran yang lembut, tetapi sangat tegas bagi siapa saja yang terjebak dalam ketaatan yang kaku terhadap hukum, sampai kehilangan hati yang penuh kasih.

Yesus tidak pernah menolak pentingnya aturan. Namun, Yesus mengingatkan bahwa di balik setiap aturan, ada hati Allah yang penuh belas kasihan.

Ketika aturan hanya dijalankan demi aturan itu sendiri, hati kita bisa menjadi keras, dan kita mulai mudah menghakimi orang lain, bahkan mereka yang sebenarnya tidak bersalah.

Yesus ingin kita belajar melihat seperti Allah melihat: bukan sekadar apa yang tampak di luar, melainkan apa yang terjadi di dalam hati manusia.

Ketika murid-murid-Nya lapar dan memetik bulir gandum pada Hari Sabat, Yesus tidak melihat mereka melanggar hukum, melainkan melihat manusia yang sedang kelaparan dan membutuhkan makanan.

“Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan.” Ini adalah undangan untuk menempatkan kasih sebagai pusat iman kita. Persembahan dan ritual hanyalah sarana; tujuannya adalah mengasihi Tuhan dan sesama.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah imanku dipenuhi kasih yang menghidupkan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here