Home BERITA Penjual Kue

Penjual Kue

0
Ilustrasi: Penjual kue.

Renungan Harian
Sening, 7 Maret 2022
Bacaan I: Im. 19: 1-2. 11-18
Injil: Mat. 25: 31-46
 
“ROMO, pada sekarang ini sulit bagi kami mendidik anak-anak untuk murah hati, mau berbagi dengan yang kekurangan khususnya untuk orang-orang yang dipinggir jalan.

Satu sisi, kami ingin agar anak-anak berbelas kasih ke mereka itu yang berkekurangan, tetapi di sisi lain kami dan anak-anak tahu bahwa banyak dari mereka yang berpura-pura dan atau ‘menjual’ kemiskinan
 
Saya akan cerita salah satu pengalaman kami Romo. Suatu hari, ketika kami pulang di ujung jalan ada anak kecil membawa keranjang menawarkan kue.

Anak kecil ini badannya kurus, kulitnya hitam nampak karena banyak terpapar sinar matahari dan wajahnya mengundang belas kasih yang melihatnya.

Kami berhenti, karena kami dan anak-anak kasihan melihat dia. Kue-kue yang dijualnya tidak menarik, maka kami memberikan uang untuk dia harapannya dia bisa beli makan dan ada lebihnya.

Hari berikutnya, ketika kami pulang dan anak itu melihat kami meski kami tidak melintas di depannya, anak itu menyusul ke rumah dan kembali menawarkan kuenya.

Kembali kami memberi dia uang, dan berpesan kepada karyawan di rumah kalau anak itu lewat depan rumah agar diberi makan.
 
Namun apa yang terjadi berikutnya setiap kali kami lewat ujung gang entah ketika kami mau pergi atau pulang anak itu selalu menawarkan kuenya. Anak-anak kami, suatu ketika melihat bahwa setiap kali melihat kami akan melintas anak kecil itu selalu meringis dan memegang perutnya seakan amat kelaparan.

Tetapi setelah mendapatkan uang dari kami dia biasa saja. Bahkan salah satu anak kami bercerita bahwa setiap ada orang yang melintas dia akan selalu berbuat seperti itu. Sehingga kami yang setiap kali memberi uang, dilarang oleh anak-anak karena anak itu hanya berpura-pura dan ‘memanfaatkan’ rasa kasihan orang yang melintas.

Saya menduga bahwa anak itu sesungguhnya tidak menjual kue, tetapi ‘menjual’ belas kasih.
 
Itulah Romo kegelisahan kami. Anak-anak yang mulai menunjukkan kemurahan hati dan kepeduliannya kepada orang yang membutuhkan menjadi terganggu dengan sikap-sikap seperti itu.

Beberapa kali ketika melintas di jalan raya dan melihat orang yang meminta-minta atau mengamen, ada komentar dari anak-anak itu orang berpura-pura tidak usah diberi.

Kalau kemudian anak-anak lebih mudah menyimpulkan bahwa orang ini atau orang itu berpura-pura lama kelamaan menumpulkan kemurahan hati mereka.

Satu sisi anak-anak tahu dan mengerti pentingnya berbagi, tetapi harus berhadapan dengan situasi-situasi yang membuat mereka harus acuh tak acuh dengan orang-orang itu,” seorang bapak berkisah.
 
Memang sulit berhadapan dengan situasi seperti yang bapak alami itu. Ada banyak kejadian bahwa tindakan belas kasih justru dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak baik untuk mengambil keuntungan pribadi.

Namun satu hal penting, membangun dan mendidik sikap belas kasih tidak boleh hilang.

Ada banyak saudara-saudara yang sungguh-sungguh membutuhkan; namun yang lebih penting adalah melembutkan hati untuk mudah mencintai dan berbelas kasih.

Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Matius: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version